Tuesday, December 19, 2006

Keserakahan Manusia


Dalam cerpen How Much Land Does A Man Need?*), Leo Tolstoy menceritakan seorang buruh tani yang berkeinginan untuk memiliki sebidang tanah.

Cerita berawal dari pertemuan dua saudara perempuan. Saudara tertua membanggakan bagaimana enaknya hidup di kota, dengan segala kenikmatan, baju-baju yang bagus, makanan yang enak dan mudah didapat, hingga pergi ke theater sebagai tempat hiburan. Adiknya tidak tergiur. Ia lebih menikmati hidup sebagai buruh tani dengan segala kekurangannya. Tidak ada ups and downs, tidak perlu ada ketakutan hari ini kaya besok tidur di jalanan. Buruh tani mungkin hidup pas-pasan, tapi bisa hidup lebih lama. Mungkin tidak akan pernah kaya, tapi tidak pernah kekurangan makanan.

Tidak demikian dengan suami perempuan yang lebih muda itu. Ia sudah merasa bosan sejak muda menggali tanah tanpa pernah memilikinya. Ia memohon diberi sebidang tanah, maka ia tidak akan takut pada siapa saja, Setan sekalipun. Maka terbentanglah jalan baginya untuk memiliki sebidang tanah dengan membeli pada seseorang yang mau menjual tanahnya. Ia lalu memiliki 30 acre. Jadilah ia merasa dirinya sebagai petani. Dapat informasi tanah murah di desa lain, ia segera pindah ke sana untuk mendapatkan tanah gratis 100 acre asal mau mengelolanya. Tidak puas dengan 100 acre, ia berencana membeli 1300 acre seharga 1500 roubel di desa baru itu. Kini ia sudah memiliki tabungan 1000 roubel yang siap dibayarkan, sisanya dibayar kemudian. Sebelum membeli 1300 acre, ia kembali mendapat informasi, bahwa di desa lain ada tanah yang sangat murah, hanya 20 sen per acre. Dengan uang yang sama, ia bisa mendapatkan tanah seluas 7500 acre.

Pergilah petani itu ke desa yang penduduknya lugu itu untuk membeli tanah di sana. Ketika membeli, syaratnya juga mudah, luas yang didapat sesuai dengan kemampuan ia berjalan dari sebuah titik kembali ke titik itu lagi sebelum matahari terbenam. Iapun lalu berjalan dan memasang pembatas tanah miliknya. Karena terlalu bersemangat, ia berjalan terlalu jauh, hingga melihat matahari sudah hampir condong ke barat. Maka ia buru-buru kembali ke titik awal itu. Ia lalu menyadari, jaraknya sekarang terlalu jauh dengan titik awal, maka ia paksakan untuk terus berlari agar bisa sampai ke titik awal itu untuk mendapatkan tanahnya, atau uangnya hilang. Karena terlalu dipaksakan, ia akhirnya muntah darah, lalu mati di tempat.

Akhir cerpen, tetua desa itu mengatakan kepada pembantu yang dibawa petani itu, ”Ambil tanah sepanjang kepala hingga kaki, lalu kuburkan.”

Bagi masyarakat Barat yang materialistik, kritik atas keserakahan manusia melalui cerpen menjadi hal yang menarik perhatian, dan karenanya cerpen ini masuk kumpulan cerpen terbaik Leo Tolstoy. Tulisan ini masuk kategori "art must serve a moral purpose".

Bagi ummat Islam, kritik serupa akan dengan mudah didapatkan dalam kitabnya. Salah satu contohnya dapat ditemui dalam surat ke 102 (At-Takaatsur):
Alhaakumut-takaatsur (1). Hatta zurtumu al-maqoobir (2).”
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (1). Sampai kamu masuk ke liang kubur (2).


Nabi Muhammad juga pernah mengatakan hal yang kurang lebih berbunyi:
Manusia tidak akan pernah puas. Diberi satu gunung emas, dia akan minta dua gunung emas. Diberi dua gunung emas, dia akan minta tiga gunung emas. Begitu seterusnya. Hanya kematian yang akan menghentikannya.
***

Loss is Gain’s elder brother” atau ”Kerugian adalah saudara tua Keberhasilan” adalah peribahasa yang dikutip dalam cerpen itu. Bagi ummat Islam, keberuntungan di dunia, seringkali berujung pada kerugian di akhirat.

Keserakahan tidak akan pernah berakhir dengan kebahagian. Waspadalah saudaraku!!! :) :) :)

*) Dari buku Master and Man and Other Stories, Leo Tolstoy, diterbitkan oleh Penguin Groups (www.penguin.com).

Monday, December 18, 2006

Benalu Seputar Gus Dur?

Ini soal tabiat buruk sejumlah anak-anak muda NU sekarang ini dalam kancah bisnis dan politik, terutama anak-anak di sekitar Gus Dur, yang sudah lama aku kritik. Penyakitnya satu: selalu minta uang di muka, meski belum jelas betul pekerjaannya. Ini mungkin kesalahan Presiden Soeharto –menurut pendapat beberapa orang yang pernah dekat dengan Pak Harto-- yang tidak mau memberi NU posisi, tetapi cukup dengan memberi uang.

Tahun 2006 ini saya pribadi mengalaminya dua kali. Kejadian pertama ketika ada staf khusus AMM, anggota dewan dari PKB, yang menawarkan jasa menggolkan om saya menjadi deputi di sebuah kementerian. Kebetulan, om saya sudah diusulkan Pak Menteri ke TPA (Tim Penilai Akhir), lembaga yang menangani fit and proter test calon pejabat eselon 1, tapi tak kunjung keluar putusannya karena konon ada konflik kepentingan antara Wakil Presiden dan pihak lainnya, terutama Sekkab dan MenPAN. Setelah sekali bertemu dengan staf khusus tersebut, saya menangkap kesan bahwa mereka tidak menguasai betul informasinya. Ini semacam numgor alias numpang nggoreng. Tahu sedang ada proses, maka dia ikut menumpangi di atasnya agar bisa turut mendapatkan kredit atas jasa penyelesaian proses itu.

Karena staf khusus itu diperkenalkan oleh teman baik saya, maka saya ikuti saja prosesnya. Tapi dari awal, saya sudah memberi sinyal, boleh saja membantu tapi tolong jangan bicara uang. Saya sudah beberapa kali berurusan dengan anak-anak PKB, selalu diawali dengan permintaan uang. Staf khusus tersebut setuju pada saat itu. Tapi entah lupa atau pura-pura lupa, seminggu kemudian dia telepon saya minta partisipasi om saya untuk acara Garda Bangsa. Dia meminta uang sejumlah Rp 50 juta.

Terus terang saya tidak meneruskan permintaan itu kepada om saya. Setiap kali dia menanyakan jawabannya, saya bilang bahwa om saya masih belum bisa dikontak, lagi sibuk mendampingi Menteri.

Kejadian kedua ketika ada orang dekat Gus Dur menawarkan jasa pekerjaan di sebuah kementerian. Saya diminta membawa lawyer yang bersedia menangani perkara-perkara di bawah kementerian itu. Katanya, lawyer yang lama bawaan Golkar, perlu dicari lawyer baru yang lebih setia pada Pak Menteri. Maka saya hadirkan sahabat saya jadi partner di sebuah kantor lawyer terkemuka.

Kamipun lalu diatur bertemu Pak Menteri. Untuk pertemuan pertama ini saya memaklumi adanya permintaan uang untuk taksi dan biaya handphone. Saya deliver uang kalau tidak salah Rp 10 juta pada saat itu.

Lalu kami diatur untuk dapat bertemu Gus Dur hinga dua kali. Pertemuan pertama di kantornya di Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat. Di sana kami bertemu Gus Dur sekitar 1 jam, sambil cerita FPI karena saat itu sedang ramai-ramainya penolakan RUU-APP. Pertemuan kedua di restoran Jepang, hotel AryaDuta, Menteng, Jakarta Pusat. Pada pertemuan pertama mereka saling bertukar nama dan nomor telepon. Pada kali kedua, kawan saya membawa uang Rp 250 juta, katanya buat Gus Dur. Rupanya, tanpa sepengatahuan saya, mereka langsung meminta kepada lawyer itu. Saya hanya bisa mengelus dada, susah sekali mengubah tabiat buruk anak-anak tersebut. Mereka seperti memanfaatkan aji mumpung. Kapan lagi bisa dapat uang dari orang yang lagi percaya dengan mereka?

Dan kini terbukti, pekerjaan yang dijanjikan bisa didapat dalam jangka waktu 2 bulan, hingga kini sudah lebih dari 6 bulan, belum juga jelas wujudnya. Tidak seperti dijanjikan saat mereka meminta dana Rp 250 juta tersebut.

Kepada kawan-kawan lainnya saya sarankan, kalau bekerjasama dengan mereka hendaknya berhati-hati. Gunakan dengan keras prinsip "tidak ada uang di muka"!

Manfaat Kelapa Hijau

Waktu lebaran yang lalu adikku, Eti Amalia, menyarankan aku membeli kelapa hijau kalau badan lagi pegal-pegal. Sebagai pedagang toko sembako yang bekerja melayani pembeli dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore, adikku selalu menyantap kelapa hijau kalau badan lagi tidak enak karena kecapaian.

Kelapa hijau cukup mudah dikenali, bukan dari kulit luarnya yang hijau, karena kadang kulit luarnya sudah menguning, tetapi kulit dalamnya kalau baru dipangkas berwarna merah. Dan ingat, tidaksemua kelapa berkulit hijau adalah kelapa hijau. Jika pedagang kelapanya jujur, dia selalu memperlihatkan warna merahnya setiap baru memangkas ujung bawah atau atas kulitnya. Bagi Anda yang tinggal di Jakarta Selatan, silahkan datang ke jalan Duren Tiga Selatan, di sana banyak penjaja kelapa hijau yang jujur.

Minggu lalu Mas Chaizi sakit dan terpaksa istirahat di Rumah Sakit Pertamina. Ia kecapaian setelah 4 hari (9-12 Desember) perjalanan ke Bandung dan Bumiayu. Lalu aku jenguk sambil aku kirimi kelapa hijau ke rumah sakit pada 14/12. Pas dia lagi minum air kelapa hijau, susternya masuk. Mas Chaizi bertanya, "Boleh tidak minum air kelapa hijau?" Lalu dijawab suster, "Airnya bagus untuk mencuci darah. Tapi jangan minum kelapanya, mengandung banyak kolesterol." Setelah susternya pergi, Mas Chaizi bilang, "Padahal Mi, kelapanya itu yang lebih enak dan lebih aku sukai." :) :)

Wednesday, December 13, 2006

Diskusi Komik

Setelah beberapa bulan bergabung dengan milis Masyarakat Komik Indonesia (MKI), akhirnya saya memberi komentar juga. Hal ini karena terdorong oleh tulisan seorang peserta milis yang mencoba mengaitkan nasionalisme dengan "hidupnya" komik Indonesia dalam subject: "Re: [mki] Komik Indonesia terpuruk, salah siapa?".

Saya penggemar komik, tapi saya bukan pemerhati atau kritisi komik. Maka saya mencoba berkomentar secara amatiran seperti berikut:

Sudah bukan saatnya lagi bicara industri komik dari perspektif nasionalisme atau proteksi pasar atau intervensi proses ekonomi lainnya. Sekarang bukan lagi jamannya anak-anak SD dipaksa nonton film G30S rame-rame.

Soal komik sekarang ini soal bisnis. Kalau tidak bisa membuat produk yang bagus, tentu tidak akan laku. Penerbit tidak akan mau membuang uangnya untuk sesuatu yang tidak laku. Pembeli juga tidak akan mau membuang uangnya untuk komik yang tidak mengundang minat apalagi tidak bisa dinikmati.

Bagi penggemar komik silat seperti saya, ukuran bagus tidaknya komik hanya 2:
Pertama, gambar yang bagus dan hidup. Komik asingpun tidak semuanya bagus dan hidup. Komik Condor Heroes gambarnya tidak aku sukai karena aku anggap kurang hidup. Kedua, alur ceritanya menarik dan bisa dinikmati. Komik Liang Shan Heroes bagus gambarnya tapi jalan ceritanya tidak baik (ini prediksi saya, karena baru keluar no perdana).

Kalau komikus Indonesia tidak bisa menghasilkan komik dengan dua kualitas tersebut di atas (kemampuan menggambar yang baik dan kemampuan mengarang cerita yang menarik), janganlah merengek minta laku komiknya dijual.

Bagi kawan-kawan yang punya bakat menggambar, mungkin bisa memulai dengan komik yg disadur dari buku cerita yang banyak dibaca orang. Komik-komik silat yg saya beli nampaknya dibuat dari cerita-cerita yang sebelumnya sudah laku dijual dalam bentuk novel. Komik Vagabond, misalnya, dibuat dari novel Musashi yg sebelumnya sdh laku dijual. Komik Pendekar 4 Alis, The Legend of Condor Heroes, Return of the Condor Heroes, dll adalah komik-komik yang sebelumnya juga sudah beredar dalam bentuk novel dan laku terjual.

Utk komik-komik Jepang saya tidak bisa berkomentar karena saya bukan penggemar. Tapi dari komik Jepang yang dibeli anak saya, mereka membeli komik yang sudah ada serialnya di televisi.

Soal display di toko-toko buku, saya kira tidak ada yang salah. Kalau toko buku meletakkan komik asing di depan, ya karena itu komik yang laku. Ini berlaku buat semua buku. Kalau ada buku yang tidak laku, biar itu terbitan atau terjemahan asing, tetap saja ditelakkan di tempat biasa (sesuai kode buku), bukan di depan.

Kembali ke persoalan komik Indonesia, berhentilah menghubungkan urusan komik dengan nasionalisme. Bukan jamannya lagi para komikus mendapat proteksi dari pemerintah dan masyarakat. Marilah belajar untuk tidak membelah cermin kalau muka kita yang buruk!

Jadi, kalau komik Indonesia terpuruk, yang salah ya para komikusnya. Kalau mau tetap mencari kambing hitam, jangan salahkan penerbit, toko buku, atau masyarakat pembeli, salahkan pada sekolahan yang melahirkan komikus :) :)

Monday, December 11, 2006

Ibu Pergi Haji

Hari ini, Senin 11/12, ibu saya pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Ibu pergi bersama rombongan haji Helutrans Al-Haadi Ziarah tadi pagi pukul 11.30 dengan Malaysian Airlines. Rombongan Helutrans kali ini cukup besar, 170 orang. Ibu akan berada di tanah suci hingga 4 Januari 2007.

Ikut mengantar ibu ke Bandara Soekarno-Hatta seluruh anak, menantu, dan cucu ibu baik yang di Jakarta maupun dari Bumiayu, kecuali adikku Chamdani yang tidak bisa hadir. Turut mengantar ibu ke bandara adalah temanku, Yunan Helmi, yang khusus minta didoakan segera mendapat jodoh di usianya yang ke 40 tahun depan. Bulek Zaitun dan Om Achmad dari Poncol, Senen, Jakarta Pusat juga turut mengantar ke Bandara. Juga hadir Mbak Pipik, kakak istriku, beserta Achmad Salam suaminya yang juga mantan roommate-ku dulu di Arizona, beserta dua anaknya.

Mudah-mudahan ibu pulang dengan selamat dan menjadi haji yang mabrur.

Friday, December 08, 2006

Negosiasi

Kawan saya, Harry Djadie, dulunya adalah pengusaha di sektor pertambangan. Tapi kini, ia dalam posisi sedang merangkak kembali ke atas. Sebagai anak tentara yang bersekolah di Eropa selama 7 tahun pada awal tahun 70-an, kawannya berderet dari sejumlah anak pejabat era 70-80-an, Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono, hingga keluarga dekat Ibu Ani-SBY.

Dalam obrolan lepas di Cafe La Tazza, Ambasador Mall, Jakarta Selatan tiga hari lalu, ia memberikan semacam kata-kata mutiara kepada saya. Katanya, ini pelajaran yang ia dapat sewaktu dulu mengambil MBA di London:

You don’t get what you deserve, you get what you negotiate!
(Anda tidak memperoleh apa yang menjadi hak Anda, Anda memperoleh apa yang Anda negosiasikan.)

Negosiasi adalah kunci dari apa yang akan kita dapatkan. Apa yang menjadi hak kita tidak serta merta akan menjadi apa yang kita raih.

Saya setuju dengan kata-kata Mas Harry. Banyak orang gagal menuntut hak, karena mereka tidak bisa bernegosiasi.

Lucunya, dari cerita kawan yang memperkenalkan Mas Harry kepada saya beberapa bulan lalu, kebangkrutan Mas Harry justru karena ia tidak mampu bernegosiasi. Ia orang yang sangat baik kepada kawan, sehingga dalam negosiasi selalu mengalah. Yang terjadi kemudian, apa yang menjadi miliknya malah hilang karena ketidakmampuannya dalam bernegosiasi.

Mudah-mudahan Allah memberi kembali jalan buat Mas Harry untuk menemui kesuksesannya yang kedua.

Penilaian Aset Lapindo

Sebuah perusahaan penilai (valuation) milik kawan saya, sebut saja PT XXX, tiba-tiba ingin mengikuti tender pekerjaan penilaian di PT Lapindo Brantas. Ia mendapatkan informasi pekerjaan itu, katanya, dari koran. Kawan itu meminta saya menghubungkan dengan sahabat saya yang ditunjuk pihak Bakrie sebagai juru bayar di Lapindo.

Dalam situasi yang kisruh seperti bencana yang dialami Lapindo, proses administrasi tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Proses pengadaan atau pemberian pekerjaan diadakan tanpa melalui proses tender atau penelitian kelayakannya. Maka ditempatkanlah sahabat saya, mantan direktur keuangan ANTV, di sana untuk membenahi proses pembayaran tagihan dan penawaran yang masuk kemudian.

Sahabat ini bercerita, ada sebuah tagihan sebesar Rp 32 miliar. Setelah ditekan oleh sahabat ini, akhirnya cukup dibayar dengan jumlah Rp 18 miliar, bahkan masih ada kemungkinan untuk ditekan hingga Rp 16 miliar. Ada lagi tagihan sebesar Rp 6 miliar, begitu ditawar dengan pembayaran Rp 3 miliar langsung diterima tanpa ada keberatan sama sekali. Menurutnya, banyak pengadaan, khususnya pasir dan berbagai pekerjaan untuk pengurukan dan pembuangan atau penyedotan lumpur, yang tagihannya tidak wajar. Selalu ada penggelembungan, baik volume maupun harga.

Untuk itulah, sahabat saya ini memerlukan sebuah perusahaan konsultan independen, agar dalam ia menawar pekerjaan tidak sembarangan. Ada kontraktor yang bisa ditekan sehingga bisa mengurangi pembayaran hingga hampir separuhnya, ada kontraktor yang tidak bisa ditekan dan bersikeras bahwa itu adalah harga yang sudah disepakati dan sesuai dengan pekerjaannya dan karenanya mereka meminta dibayar sesuai tagihan. Dengan bantuan konsultan, ia berharap ada justifikasi yang logis dalam menawar tagihan yang sudah terlanjur masuk dan penawaran pekerjaan yang akan masuk.

Sahabat saya juga ingin, lahan seluas 400 Ha, terutama lokasi lumpur yang ada dalam tanggul, bisa dinilai. Berapa sih nilai sebenarnya dari tanggul beserta isinya? Mungkin ini berkaitan dengan tagihan-tagihan pekerjaan pengurukan yang belum dibayar. Ia berpikir, dari fisik tanggul dan volume pasir yang telah dicurahkan ke dalamnya, harusnya bisa dinilai berapa angkanya yang wajar. Dari angka itu ia lalu bisa membandingkan dengan rekapitulasi tagihan yang sudah menumpuk di mejanya.

Saya lalu mengajak PT XXX ke Surabaya pada Senin 27/11 lalu. Sebelum meninjau lokasi bencana, sahabat saya bercerita, sudah 3 perusahaan penilai datang dan semua mundur tidak sanggup melaksanakan pekerjaan tersebut. PT XXX merasa yakin bisa mengerjakannya. Maka disiapkanlah mobil dan pengantar untuk meninjau lokasi yang akan dinilai.

Sorenya, sepulang dari meninjau lokasi, saya lihat penilai dari PT XXX terlihat pucat wajahnya. Saya menduga ia tidak akan sanggup melaksanakan pekerjaan tersebut. Tapi sore itu di bandara Surabaya, PT XXX masih berusaha meyakinkan saya bahwa mereka sanggup mengerjakannya. Tiga hari kemudian, ia menelepon bahwa perusahaannya tidak berani mengambil resiko karena bencana Lapindo telah menjadi konsumsi publik.:(

Kejadian itu lalu saya ceritakan kepada kawan saya yang lain. Rupanya ia kenal dengan sebuah perusahaan penilai yang cukup besar dan sudah menjadi rekanan PT Pertamina. Lalu ia menghubungkan saya dengan perusahaan tersebut, dan katanya mereka berminat. Minggu depan mereka minta diantar ke Surabaya untuk memberikan presentasi di hadapan sahabat saya. Mudah-mudahan cocok!

Thursday, December 07, 2006

Kuis F1 Indosat

Kuis F1 di Indosat sejak 2004 hingga 2006 diselenggarakan oleh BComm. Kuis serupa di Telkomsel diselenggarakan oleh DetikCom sejak tahun 2005. Baik BComm maupun DetikCom menyelenggarakan kuis tersebut tanpa ada ijin dari pihak F1 International maupun Majalah F1 Indonesia sebagai pemegang hak publikasi dan kegiatan promosi lainnya di Indonesia.

Nopember 2006, Majalah F1 Indonesia memberikan hak eksklusif kepada perusahaan milik kawan saya, PT Asmindo, untuk menyelenggarakan kuis F1 di seluruh operator seluler. PT Asmindo lantas memberitahukan kepada Indosat maupun Telkomsel mengenai hak eksklusif tersebut. PT Telkomsel langsung memutus kontrak kuis F1 dengan pihak DetikCom dan memberikan hak penyelenggaraan kuis F1 tersebut kepada PT Asmindo mulai Desember 2006 ini. Sedang pihak Indosat melalui salah satu GM-nya meminta persyaratan tambahan yang tidak masuk akal, yaitu PT Asmindo harus mendapatkan ijin operasional dari F1 International.

Permintaan manajemen Indosat ini tidak masuk akal, karena selama ini BComm menyelenggarakan kuis F1 bahkan tanpa ijin dari pihak manapun yang berwenang untuk mempromosikan kegiatan F1 di Indonesia.

Setelah dipelajari oleh kawan saya, ada beberapa alasan kenapa Indosat mempersulit penyerahan hak pengelolaan kuis F1 dari BComm kepada PT Asmindo. Pertama, salah satu komisaris –dan diduga juga menjadi pemilik saham-- BComm adalah istri anggota direksi Indosat. Pemegang saham yang lain adalah mantan pejabat di IM3. Hal ini menyebabkan GM yang membawahi program ini merasa tertekan untuk membuat keputusan yang fair. Kedua, kuis F1 adalah bisnis yang cukup menjanjikan. Penghasilan bersih dari kuis ini tidak kurang dari Rp 600 juta setiap bulannya.

Lalu kawan saya minta bantuan, agar saya bisa melobi pihak Indosat untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Bisa saja persoalan ini dilaporkan kepada KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) atau diadukan ke pengadilan. Tapi itu pilihan terakhir, kalau sudah tidak bisa dimusyawarahkan. Karena, pilihan tersebut pasti akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Setelah seminggu membuat pemetaan, saya memulai pekerjaan lobi ini dari gedung DPR-RI. Dari gedung DPR-RI saya kemudian dipertemukan dengan perwakilan --semacam liasons officer-- Temasek Holdings, perusahaan investasi Singapura yang anak perusahaannya menjadi pemegang saham Indosat, di Indonesia. Dari perwakilan tersebut permasalahan ini akan diteruskan kepada Wakil Dirut Indosat.

Mudah-mudahan minggu depan sudah ada win-win solution. Jika hak pengelolaan kuis F1 bisa diserahkan kepada PT Asmindo, maka success fee yang akan saya peroleh adalah 10% dari penghasilan kuis tersebut setiap bulannya, selama kuis itu diselenggarakan di Indosat. Semoga berhasil!

Monday, December 04, 2006

Problem Kepemimpinan di Indonesia

Pada kolom Analisis Ekonomi, Kompas 4/12/2006, Rhenald Kasali mengutip perkataan orang bijak mengatakan, orang pintar lebih fokus pada angka-angka. Orang seperti ini cocoknya menjadi manajer. Sedang pemimpin lebih fokus pada perubahan perilaku.

Pemimpin di Indonesia selama ini dilahirkan oleh TNI, organisasi sosial dan politik (orsospol), dan organisasi kader (mahasiswa dan pelajar). Belakangan baru muncul dari jalur mantan artis, meniru Ronald Reagan dan Arnold Schwarzenegger :). Masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri.

TNI cenderung melahirkan pemimpin yang tegas –semacam varian dari otoriter yang paling bisa diterima publik. Satu-satunya pengecualian mungkin hanyalah SBY yang dikenal sebagai si peragu :). Soal kecerdasan tentu sangat relatif. Seorang Adi Sasono sering mengatakan pemimpin dari TNI cenderung kurang cerdas. Tidak jarang pula orang berkomentar, bahwa tentara ternyata pintar-pintar.

Contoh paling aktual bisa dilihat pada sosok Sutiyoso, Gubernur DKI sekarang ini. Ia adalah purnawirawan jenderal yang tegas dalam memimpin DKI. Idenya soal bussway pada akhirnya bisa diterima bahkan disukai warga DKI meski pada awalnya banyak menuai protes dari para pemerhati sosial politik. Penebangan pohon pelindung di jalur hijau pun terus dilakukan meski diprotes banyak orang. Monorel terus saja ditunda pembangunannya meski sudah jelas kontraktor yang ditunjuk tidak mampu menunjukkan uangnya hingga dua kali batas waktu yang telah ditentukan. Semua dilakukan dengan tegas karena mungkin ada satu keyakinan, kelak masyarakat akan menerima dan menikmatinya. [Yang pasti, dengan banyaknya proyek di DKI, birokrat dan pemimpinnya --termasuk anggota DPRD yang terhormat-- telah menikmati duluan :)]

Orsospol cenderung melahirkan pemimpin yang egois, yang hanya memikirkan keselamatan diri dan kelompoknya. Itulah sebabnya di republik ini pada prakteknya kekuasaan itu dari partai oleh partai untuk partai. Itu pula sebabnya, orang tidak segan-segan untuk berinvestasi hingga miliaran rupiah untuk bisa tampil menjadi pemimpin lewat patai politik khususnya. Toh investasi itu kelak akan dengan mudah kembali begitu kekuasaan bisa direngkuh. Kepentingan rakyat? No way Jose.

Ada ketua umum sebuah partai berkomentar atas masih campur-tangannya ketua umum yang lama: ”Saya khan sudah membayar tunai (dalam arti sesungguhnya, membayar dengan uang). Ibarat mobil, BPKB sudah balik nama atas nama saya. Kok dia masih mau ikut-ikut mengatur jalannya partai. Saya dong yang berhak menentukan sekarang ini!” Cerita ini sanad-nya dari Fuad Bawazier langsung, yang saya dengar sendiri semalam (3/12) di rumahnya. Bayangkan, jika kepemimpinan sudah dianggap sebagai barang dagangan, si pemimpin sudah keluar uang untuk membeli, maka si pemimpin akan berpikir harus kembali mendapatkan uangnya. Cerita ini tentu melengkapi cerita aroma money politics dalam setiap proses pemilihan pemimpin yang sudah banyak diketahui masyarakat, dari pemilihan Ketua Umum Golkar hingga pemilihan kepala daerah.

Organisasi kader cenderung melahirkan orang yang ”merasa dirinya pemimpin”. Doktrin kaderisasi organisasi semacam HMI, PMII, PMKRI, IMM, IPM, PII, dan banyak organisasi kader lainnya, tentu saja untuk melahirkan pemimpin bangsa. Setiap organisasi memiliki berbagai jenis dan jenjang training kepemimpinan (leadership training). Karena organisasi kader hampir semuanya merekrut anak sekolahan, tidak heran banyak orang pintar keluar dari rahim organisasi kader tersebut. Orang pintar ini lantas melanjutkan kariernya sebagai dosen, pengamat, profesional, dan tidak jarang yang menjadi bikrokrat. Kader yang kurang pintar biasanya tenggelam, mereka menjadi pedagang dan lari ke partai politik atau organisasi sosial.

Lalu banyak orang pintar yang lahir dari organisasi kader merasa dirinya layak menjadi pemimpin. Padahal, mereka sebenarnya hanya layak menjadi seorang manajer. Telah banyak pejabat politik dan pejabat tinggi birokrasi yang ditunjuk memiliki latar belakang aktifis organisasi kader. Tapi, hingga saat ini kita belum menyaksikan ada di antara mereka menawarkan perubahan. Yang ada adalah kebijakan pembangunan untuk hanyut mengikuti perubahan arus global –untuk tidak mengatakan didikte oleh aktor-aktor global. Orang bilang, begitu mereka bergabung dengan birokrasi, mereka hanyut di dalamnya dan kalah oleh derasnya deru mesin birokrasi. Yang terjadi sebenarnya bukanlah mereka terhanyut, tetapi mereka memang bukan pemimpin, mereka hanyalah seorang manajer --yang merasa dirinya pemimpin :).

Kepemimpinan dari jalur mantan artis belum bisa dinilai karena Marissa Haque yang mengatakan dirinya kebal hukum kalah dalam pilkada Banten. Kita tunggu sampai mimpinya politisi PAN Dede Yusuf menjadi pemimpin di Jawa Barat kesampaian. :)

Tuesday, November 28, 2006

Machmud

Bandahara Soekarno-Hatta Terminal Kedatangan 1C, pukul 21.00 lewat sedikit, Senin 27/11, sepulang dari Surabaya, saya memilih taksi yang nampak terbaru. Kudapatkan taksi warna kuning, Taxiku.

Begitu kulihat ke arah sopir, setelah taksi melaju, aku sedikit kaget. Dari samping belakang kulihat sopir taksi terlihat sudah sangat tua, seperti melihat Pramoedya Ananta Toer. Dengan spontan dan sopan aku tanyakan berapa umurnya. Ia jawab, ”Umur saya 69 tahun.” Mungkin ia termasuk sopir tertua di Jakarta.

Luar biasa. Dengan umur yang terbilang sudah sangat tua, jika tidak ada hambatan, dia melajukan kendaraannya dengan kecepatan rata-rata 80 hingga 100 kilometer per jam. Tentu saja aku sedikit cemas, khawatir sopir yang sudah tua itu tidak bisa mengontrol laju kendaraan.

Lalu aku lihat nama pengendara taksi tersebut. Machmud namanya. Sambil bercanda aku bertanya, ”Bapak ini Machmud saja, atau AT Machmud?” Dia lantas menjawab, kalau AT Mahmud itu penyanyi.

Lalu dia bercerita, sudah lebih dari 30 tahun ia membawa taksi. Ia sudah bekerja di hampir seluruh perusahaan taksi yang ada di Jakarta. Sebelum itu, ia hanyalah seorang tukang cangkul dari Cirebon yang merantau ke Jakarta. Ia memiliki seorang istri, seorang anak perempuan, dan seorang cucu perempuan yang akan segera menikah Januari 2007 nanti. Ia merasa bersyukur bisa membangun keluarga dengan baik meski hidup dengan serba kekurangan.

”Mata saya, telinga saya, seluruh tubuh saya masih sehat dan bekerja dengan baik,” katanya. Saya langsung percaya melihat dari caranya membawa mobil yang cukup kencang. ”Penyakit saya cuma satu, dari dulu, yaitu kanker alias kantong kering,” lanjutnya sambil bercanda. Untuk menjaga agar tidak pikun, ia harus terus bekerja, di samping memang ia harus menafkahi istrinya tercinta, yang umurnya juga sudah lebih dari 60 tahun.

Lalu ia bercerita soal istrinya. Istrinya terlihat jauh lebih tua dari dirinya. Tapi ia sangat menyayangi dan berusaha untuk selalu setia. Ia tidak ingin menyakiti hati istrinya. ”Dia telah menemani hidup saya lebih dari 45 tahun dengan hidup serba pas-pasan. Bagaimana bisa saya meninggalkan istri saya? Bagaimana bisa saya menyakiti istri saya?” tuturnya. Sayapun iseng bertanya, ”Memang ”barang” masih bisa berdiri tegak?” Dengan terkekeh dia menjawab tegas, ”Masih dong... Kalau lagi pas ”kepengin” saya langsung pulang menemui istri, sampai sekarang ini.”

[Cerita ini untuk mengingatkan para mantan aktifis yang menjadi pengusaha atau politisi, yang biasanya tergoda dengan istri muda begitu menemui kesuksesan. Di lingkungan mantan aktifis biasa dikenal dengan "istri perjuangan" untuk menyebut istri pertama dan "istri hasil perjuangan" untuk menyebut istri muda.]

Saya lalu bertanya soal kunci hidup sehat sampai tua. Dia sendiri bingung menjawabnya. Berdasarkan sedikit wawancara, saya menyimpulkan kunci hidup sehatnya sebagai berikut:
  1. Hidup ini, secara ekonomi, harus nrimo, menerima apa adanya. Jangan banyak bermimpi di luar kemampuan.
  2. Memiliki sikap mengalah, khususnya sebagai sopir taksi, ia praktekkan dalam sikapnya terhadap pengguna jalan yang lain. Kalau ada yang menyerebot jalan, ia justri memberi jalan.
  3. Easy going. Jangan terlalu serius memikirkan masalah. Menurut dia, kalau ada masalah yang memang tidak bisa dipecahkan, tinggal saja urusannya. Kalau kepala pusing, bawa saja tidur, katanya.
  4. Banyak makan sayur. Meski banyak kesempatan makan daging di warung-warung jalanan yang ia singgahi selama menjadi sopir taksi, ia lebih memilih makan sayur, tahu, dan tempe.
  5. Jangan malas bekerja. Berhenti bekerja menyebabkan badan badan justru menjadi mudah sakit.
Tidak terasa, menjelang pukul 22.00, taksi sudah sampai rumahku di Kalibata.

Monday, November 20, 2006

Selamat Datang Tuan Bush

Menyambut kedatangan presiden AS George Walker Bush siang nanti 20/11, berikut adalah artikel yang telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat.

Selamat Datang Tuan Bush
Oleh: Hasan Syukur

Selamat datang Tuan Bush, Anda telah berada di negeri yang ramah, yang selalu memuliakan tamu-tamunya. Bahkan demi menyambut Anda, pemerintah kami telah mengorbankan banyak hal, menghentikan denyut kehidupan ekonomi yang umumnya kaum miskin di sekitar Istana Bogor tempat Anda diterima sebagai tamu istimewa, sekolah dan kantor-kantor diliburkan, bahkan telefon seluler dimatikan beberapa jam sebelum dan sesudah kedatangan Tuan.

Pemerintah kami --walaupun kedatangan Tuan mendapat penolakan hebat-- mendadak membangun helipad tempat heli Tuan mendarat di Kota Hujan itu. Padahal sejak berdirinya dua abad lampau, taman nasional itu, tak pernah ada yang berani mengusik. Para pengelola Kebun Raya terpaksa sibuk mengamankan beberapa jenis tanaman langka yang selama ini mendapat proteksi ketat seperti teratai raksasa atau teratai Amazon (Victoria Amazon) dan palm Maldives (lodoiceae maldivica).

Konon, baru kali ini seorang presiden disambut luar biasa, yang menghabiskan dana miliaran rupiah. Saya tidak tahu apakah karena tergiur oleh carrots seperti bantuan pendidikan, penanggulangan flu burung, penaggulangan bencana alam, pengembangan biodesel, dan teknologi informasi.

Padahal, sebagaimana pernah tuan ucapkan bahwa "tidak ada makan pagi gratis". Contohnya, tatkala Tuan menjanjikan bantuan 157 juta dolar tahun 2003 -waktu kunjungan ke Bali-- untuk "meningkatkan kualitas pesantren". Tuan berjanji akan "membantu" merevisi buku pelajaran agama, menatar para ustaz membuka kesempatan untuk "studi banding" ke Amerika, serta tukar menukar tenaga pengajar. Untuk menghilangkan pandangan yang keliru tentang Amerika, kedutaan AS melaksanakan program menerjemahkan secara besar-besaran buku-buku tentang demokrasi, sistem ekonomi, dan budaya AS, lalu dibagi-bagikan ke segenap pesantren dan madrasah.

Ternyata bantuan itu tidak gratis. Ketika berada di Singapura, dalam rangka menghadiri "Pacific Conference for Security" pada 4 Juni 2004, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld menyebut madrasah sebagai pusat jaringan terorisme, "Madrasah dan pesantren di Indonesia telah menjadi sumber pencetak kaum teroris, dan hal itu harus dihentikan," katanya. Ia mengaitkan peran madrasah dan pesantren dengan aktivitas "kelompok Islam radikal" dan "kelompok "teroris di Indonesia yang katanya menampakkan gejala makin meningkat (The Strait Times, Singapura, 5 Juni 2004).

Padahal, madrasah dan pesantren bagi kami, sejak masa kolonial sudah memiliki identitasnya sendiri. Bukan hanya lembaga pendidikan yang mencetak anak bangsa, ustaz dan ulama saja. Tapi menjadi benteng perlawanan bangsa melawan kolonialisme.

Karena itu berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menggabungkan pesantren dan madrasah ke dalam system pendidikan resmi gubernemen. Usaha itu gagal. Lalu madrasah dan pesantren dicap sebagai wilde scholen (sekolah liar). Dalam sejarah, madrasah dan pesantren telah melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa di semua bidang, perdagangan, politik, pers, dan militer.

Upaya untuk menggabungkan pesantren dan madrasah ke dalam sistem resmi pemerintah kolonial, tampaknya dicoba lagi di era globalisasi. Upaya Tuan untuk menangani madrasah dan pesantren itu tampaknya ditindak lanjuti oleh sejumlah kalangan yang meminta penanganan madrasah dan pesantren yang selama ini dikelola oleh Departemen Agama agar dipindahkan ke Departemen Pendidikan Nasional. Alasannya, substansi madrasah sebenarnya adalah pendidikan, bukan agama. Usulan itu terungkap dalam diskusi "Masa Depan Madrasah" yang diselenggarakan oleh "Indonesian Institute for Civil Society" di Jakarta 27 Juli 2004.

Madrasah dan pesantren memang substansinya adalah pendidikan tetapi bukan lembaga pendidikan biasa. Itu tadi, madrasah dan pesantren adalah lembaga internalisasi nilai-nilai Islam yang berperan menegakkan, meneruskan, mempertahankan dan melestarikan akidah, nilai-nilai dan tradisi Islam bagi kepentingan komunitas Muslim. Karena itu, madrasah dan pesantren harus berada di bawah pengelolaan penanggung jawab lembaga yang memahami benar tujuan dari tarbiyah Islamiyah dan kebutuhan umat Islam. Menyerahkannya kepada Depdiknas yang sekuler akan meniadakan secara mendasar pusat nilai-nilai Islam yang menjadi sumber bagi pembentukan kader-kader penerus umat.

Pesantren dan madrasah hanya sebagian saja dari kebijakan Tuan. Setelah peristiwa 11 September 2001, negeri tuan yang mengangap diri sebagai globo-cop alias polisi dunia mulai memobilisasi dukungan internasional dala kampanye "perang menumpas terorisme". Ancaman if you're not with us, you're against us - kalau tidak ikut kami, Anda menjadi musuh kami. Dengan nada congkak dan mengancam Tuan memaksa negara-negara lain untuk bergabung dengan negeri Tuan "menumpas terorisme".

Padahal, peristiwa yang meruntuhkan Gedung WTC di New York itu disinyalir rekayasa Tuan untuk mendapatkan pembenaran menyerbu dan menduduki negeri Muslim Afghanistan (Thierry Meyssan, "9/11 The Big Lie America"- 2003) dan belakangan Irak dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal -yang tak pernah ada.

Untuk mendapat dukungan kaum agamawan fundamentalis, lalu Anda mengumumkan "perang melawan teroris" dari sebuah katedral dengan sebutan War of the Crusade (perang salib). Padahal motif "perang" itu bukan sentimen agama, tapi demi memenuhi nafsu kapitalisme, menyedot minyak yang ada di perut bumi negara-negara Muslim. Benar, kata Yury Fedorof ahli Rusia pada Chatam House, London : Abad ke 21 akan didominasi oleh peperangan mencari sumber daya energi.

Gilirannya, negeri kami pun diobok-obok. Awalnya, Singapura dan Australia, sekutu Tuan, mengeluarkan tuduhan bahwa Indonesia sarang teroris internasional. Para pejabat Indonesia menyanggah tuduhan itu. Tuan berkali-kali meminta pemerintah Indonesia menangkap beberapa tokoh yang disebut dedengkot teroris Asia Tenggara yang terlibat dalam jaringan Alqaeda. Salah satu nama itu adalah Ustaz Abubakar Ba'asyir pimpinan pondok Pesantren Al Mukmin di Ngeruki Solo yang dituduh juga pemimpin Jamaah Islamiyah sebagai salah satu sayap Alqaeda.

Seolah-olah ingin membuktikan tuduhan, Sabtu 12 Oktober 2002 pukul 23.05 waktu setempat, tiba-tiba terjadi ledakan bom dahsyat di Legian Bali yang menewaskan ratusan turis asing. Abubakar Ba'asyir pun dipaksa ditahan. (Belakangan, di pengadilan, tuduhan itu tak terbukti, dan setelah dipaksa dihukum 2,5 tahun ia dibebaskan. Pembebasan itu membuat Tuan dan sekutu Tuan John Howard Perdana Menteri Australia meradang).

Sementara itu sejumlah santri digaruk dan dijadikan tersangka bom Bali, antara lain Amrozi c.s. Kami tak tahu siapa Amrozi c.s. Apakah "intel melayu" yang dikorbankan demi ambisi tuan, atau demikian semangat antiimperialisme AS sehingga mengklaim bom itu hasil karya mereka, atau manusia-manusia lugu yang bisa diamang-amang dan diiming-iming sehingga berani membuat pengakuan palsu --siapa pun mereka, patut dihukum, dan kini tengah menanti eksekusi hukuman mati. Pasalnya, serangan bom Bali itu dilihat dari jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkannya merupakan salah satu yang paling dahsyat.

Joe Vialls, pengamat masalah terorisme dan pakar bahan peledak dari Australia, meyakini bom itu terbuat dari bom jenis nonkonvensional yang dikenal dengan singkatan SADM -Spesial Atomic Demolition Munition, alias bom mini nuclear (micro nuke). Negara-negara yang memiliki bom jenis ini menurut Vialls, baru Israel, AS, Inggris, Prancis dan Rusia. "Setahu saya dunia Islam belum memiliki askes kepada SADM", demikian kata Joe Vialls. (http://homepage.ntlworld.com, 15 Oktober 2002).

Sayangnya polisi menolak permintaan Amien Rais (waktu itu Ketua MPR-RI) agar dalam reka ulang Amrozi c.s. diminta merakit sendiri bom serupa lalu diledakan di tengah lapang yang luas, untuk membuktikan pengakuannya bahwa bom itu benar-benar hasil rakitannya. "Bagaimana mungkin seseorang biasa dari sebuah desa, bisa memiliki bahan peledak yang bahkan angkatan bersenjata Indonesia pun tak mudah memilikinya?" kata Jerry D. Gray wartawan, mantan US Air Force. ("Dosa-dosa Media Amerika-2006").

Sebelum perang melawan terorisme ini dilancarkan, Indonesia adalah negeri yang damai. Saat ini Indonesia dicemari serangkaian serangan bom misterius. Menurut Gray, sepertinya lebih merupakan kampanye terselubung intelijen barat untuk memberi kesan bahwa Indonesia adalah negara teroris. Padahal ancaman sesungguhnya bagi perdamaian dunia adalah Anda, Tuan George W. Bush, bukan Alqaeda, Jamaah Islamiyah atau siapa pun. Selamat datang Tuan Bush! Sebagai pribumi kami berkewajiban menghormati Anda sebagai tamu "terhormat".***

Penulis, wartawan senior.

Thursday, November 09, 2006

Demo Anti Bush

Kemarin saya dapat undangan lewat sms untuk ikut pemanasan demo anti Bush, demo untuk menyambut kunjungan Presiden AS George Walker Bush ke Indonesia pada 20/11 nanti. Acara pemanasan itu digelar Rabu 8/11 siang, dengan menghadiri pertemuan Koalisi Ganyang Bush (KGB) dengan Wakil Ketua DPR-RI. Kata kawan ini, sekali-sekali perlu menghadiri kegiatan begini, agar tidak melulu berbisnis. Perlu ada selinganlah...

Aku hadir, meski aku sendiri bukanlah seorang anti AS. Bahkan aku bukanlah seorang anti asing. Aku hanya sedikit kecewa dengan publik Amerika. Negeri yang katanya sangat demokratis dan modern, memilih pemimpin yang terang-terangan menggunakan sentimen agama untuk menggalang dukungan rakyatnya, terutama penggunaan kata crussade beberapa waktu lalu oleh presiden AS George Walker Bush Jr.

Di Indonesia sendiri, negeri yang mayoritas berpenduduk Islam dan konon banyak teroris beragama Islam, sejak pemilu tahun 1955, partai atau politisi yang membawa sentimen agama atau membawa baju agama, selalu gagal meraih mayoritas. Tapi di Amerika, negeri yang katanya sekuler, kenapa bisa melakukan hal itu?

Dalam pemilihan Konggres (DPR) dan Senat (DPD) kemarin, partainya Bush, Partai Republik, yang konservatif kalah oleh Partai Demokrat yang liberal. Dalam pemilihan Konggres kemarin, Demokrat meraih 229 kursi (diperlukan 218 kursi untuk menjadi mayoritas) dan Republik meraih 196 kursi, dengan sisa 10 kursi masih diperebutkan tapi tidak akan berpengaruh banyak karena Demokrat sudah meraih mayoritas. Dalam pemilihan Senat, Demokrat meraih 51 kursi, Republik meraih 49 kursi. Lengkap sudah kekalahan partai Republik. Nampaknya, dalam pemilu presiden AS yang akan datang, kekuasaan eksekutif di AS akan kembali dipegang oleh Demokrat.

Meski publik AS nampaknya akan segera mengakhiri rezim Bush yang brutal dengan kebijakan preemptive-strike-nya, sebagai tanda protes, aku ingin turut serta dalam demo menentang kedatangan Bush ke Indonesia.

Monday, October 30, 2006

Catatan Perjalanan Pulang Kampung

Kamis (19/10) pukul 7 pagi saya beserta keluarga pulang kampung dengan membawa 2 kendaraan. Kendaraan pertama membawa saya beserta istri dan tiga anak saya. Kendaraan kedua membawa ibu beserta adik-adik saya: Temi, Fitri, Amin, dan Fathi. Kami menuju ke Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Tahun ini saya giliran berlebaran di Pati, yang letaknya hampir di ujung timur Jawa Tengah, di tempat ibunda istri saya. Agar sopir tidak terlalu capai menempuh perjalanan Jakarta-Pati, saya siasati mampir dulu ke Bumiayu, baru besoknya perjalanan dilanjutkan ke Pati.

Sampai di Bumiayu siang pukul 13.00. Kami lalu beristirahat sambil menunggu berbuka. Kami semua tetap berpuasa, kecuali anak-anakku. Saya memberi kelonggaran kepada anak-anak untuk tidak berpuasa pada hari ini.

***

Jum'at (20/10) pagi saya membagikan sedekah kepada warga sekitar yang memiliki kesulitan ekonomi alias hidup susah. Saya sediakan Rp 1 juta untuk dibagikan kepada 50 orang: setiap orang mendapat Rp 20.000. Adik saya membuat daftar 50 orang yang berhak menerima sedekah. Sampai siang hari, yang datang ternyata lebih dari 50 orang, bahkan hampir lebih dari 70 orang. Ada yang lupa didaftar, ada juga di antara mereka yang langsung berdatangan ke rumah ibuku begitu mendengar ada pembagian sedekah di sana. Agar tidak ada yang kecewa, alokasi anggaran ditambah sesuai jumlah orang yang datang ke rumah ibuku.

Jum'at siang pukul 13.30 saya meluncur ke Pati. Menjelang berbuka, kendaraan kami baru sampai kota Kendal. Saya memutuskan berbuka di Restoran Ayam Goreng Suharti, yang letaknya persis sebelum pintu masuk tol Semarang dalam kota. Selesai berbuka kami melanjutkan perjalanan, tiba di Pati pukul 10 malam.

***

Sabtu (21/10) pagi, ibu mertua mengajak menengok saudara-saudara almarhum ayah mertua di Batangan, yang letaknya sekitar 30 KM dari Pati menuju arah Rembang. Udara di Batangan sangat panas karena daerahnya dekat pantai utara Jawa. Daerahnya nampak minus. Kebanyakan rumah di sana terbuat dari kayu dan berlantai tanah. Meski begitu, anak-anakku, terutama Raisa, sangat menikmati. Ia sangat menikmati bermain-main dengan sapi dan kambing yang di pelihara di samping rumah. Ia ikut ramai-ramai memberi makan kepada hewan-hewan itu bersama keponakanku lainnya.

Menjelang pulang, istriku meminta ijin untuk membagi-bagikan sejumlah uang buat adik-adik dan keponakan almarhum ayahnya. Saya tentu setuju saja. Apapun yang bisa dilakukan untuk membahagiakan orang dalam menghadapi lebaran, pasti saya setuju. Lalu istriku menyiapkan 14 amplop berisi masing-masing uang Rp 100.000.

Siang itu kami kembali ke Pati. Di perjalanan, seorang teman baikku, mantan ketua PB-HMI, sms bahwa ia belum siap berlebaran karena belum ada dana. Aku jadi ingat dengan senior di HMI yang juga belum sempat saya kirimi obat puyeng untuk berlebaran. Juga ingat pada sahabatku, seorang dokter, yang juga pusing tidak punya uang untuk berlebaran, dan meminta saya membagi kepadanya. Ibuku juga telepon ada beberapa saudara di Bumiayu yang belum mendapat pembagian. Pusing juga aku memikirkan semua itu.

Sekembali di Pati, sekitar pukul 14.30, sopirku, Danu, pulang ke Purwakarta. Ia ingin berlebaran bersama keluarga. Sudah 4 lebaran ia selalu ikut bersamaku di kampung. Padahal, pada lebaran sebelumnya, setiap aku menawarkan cuti ia selalu menolak. Ia selalu ingin berlebaran di Jawa bersama keluargaku. Kali ini, anaknya yang sudah masuk SMP tahun ini, kelihatannya merengek minta berlebaran bersama ayahnya. Aku tidak keberatan, bahkan mendukung.

***

Minggu (22/10) pagi, saya tanpa pikir panjang ke ATM BCA. Saya lihat di rekening tinggal Rp 8jt-an. Lalu saya bagikan Rp 4jt kepada kawan-kawan itu. Malamnya kami takbiran. Sebagai warga Muhammadiyah, jauh-jauh hari sudah saya putuskan ikut keputusan Muhammadiyah, yaitu berlebaran pada hari Senin, 23 Oktober 2006.

Ipar saya yang pengurus teras PD-PKS Pati berlebaran sesuai instruksi partai. Malamnya mereka mendengar ada instruksi PKS berlebaran hari Selasa ikut pemerintah. Esoknya, mertua saya memutuskan berlebaran ikut saya.

***

Senin (23/10) pukul 05.30 kami sudah bersiap ke Stadion Pati, tempat penyelenggaraan shalat Idhul Fitri. Shalat dimulai pukul 06.30. Karena aku tidak bisa membawa mobil, dan sopir tidak ada, iparku yang mengantar ke lokasi. Setengah menggoda, saya ajak ikut shalat ied bersama, ia tidak mau. Rupanya, ia sudah menerima tawaran menjadi khatib di masjid Pati yang ada di alun-alun, yang diselenggarakan pada 24 Oktober.

Hari ini total istirahat di rumah. Kami pesta mangga. Mertuaku memiliki 7 pohon mangga di kebun belakang rumah. Kebetulan, sudah banyak mangga yang masak di pohon. Kami memetik mangga hampir sebanyak 4 kardus aqua. Ketika Danu pulang, ia juga membawa 1 kardus penuh berisi mangga yang sudah masak.

Malamnya, kami sekeluarga menyaksikan acara takbir keliling di alun-alun Pati. Acaranya dibuka oleh Bupati Pati. Peserta takbir keliling dan masyarakat yang menonton tumpah ruah di alun-alun. Malam itu terlihat sangat meriah.

***

Selasa (24/10) kakak ipar dan keluarga besar mertua saya berlebaran. Pagi itu rumah mertua saya ramai. Kakak-kakak istriku berdatangan untuk meminta maaf kepada ibunya. Selesai open house di rumah, mertua mengajak mengunjungi adiknya, istriku memanggilnya Om Kar.

Maka, saya beserta istri dan anak-anak, mertua, dan kakak ipar pergi ke rumah Om Kar. Sampai di sana, sudah ramai saudara-saudara istri saya berkumpul. Ruang keluarga penuh sesak. Terdengar orang tertawa di sana-sini. Semua terlihat gembira. Alhamdulillah.

Wisit atau angpao buat para keponakan dibagi-bagikan oleh Om Kar. Setiap anak, termasuk anakku mendapat 10 lembar uang seribuan baru. Kakak iparku ada yang tertawa melihat anakku ikut ngantri berebut wisit dari Om Kar. Ia tertawa karena paginya, istriku baru saja membagikan wisit kepada para keponakan itu, sekarang anakku malah ikut ngatri minta wisit dari Om Kar.

Siangnya kami pulang ke rumah dan beristirahat. Kami kembali menikmati limpahan panen mangga.

***

Rabu (25/10) sore saya beserta istri dan anak-anak kembali ke Bumiayu. Berangkat dari Pati pukul 17.30, sampai di Bumiayu Kamis (26/10) pukul 00.20. Ibu sangat suka cita menyambut kedatanganku. Aku tahu, setiap aku giliran berlebaran di Pati, ibuku selalu sedih. Ia selalu ingin aku berlebaran di Bumiayu. Kalau tidak ada saya, katanya, lebaran terasa sepi dan hambar, meski kakakku dan 9 adikku menemaninya. Maka malam itu, aku melihat ibuku sangat bersuka cita begitu aku sampai di rumah. Itulah momen yang paling menggembirakan. Hati ini terasa sangat senang kalau melihat ibu bisa tersenyum bahagia.

Siang harinya, Kamis (26/10), seharian penuh aku di rumah berkumpul bersama ibu, adik-adik, dan keponakan. Nonton TV, makan, tidur 1-2 jam, makan, nonton TV, dan seputar itu kegiatan saya hari ini.

***

Selesai shalat Jum'at (27/10), saya beserta ibu, kakak, adik-adik, istri dan anak-anak saya, ziarah ke makan ayahku, yang meninggal pada 7 Syawal/15 Januari 2000. Sudah cukup lama aku tidak ziarah ke makam ayah. Sebagai keluarga Muhammadiyah, aku termasuk orang yang meyakini bahwa mendoakan orangtua bisa dari mana saja, dari rumah atau masjid, tidak harus datang ke kuburan. Tetapi, berkunjung langsung ke makam memberi nuansa lain. Dengan melihat kuburannya, aku bisa mengenang saat menguburkan ayahku dulu. Aku seperti melihat sosok ayahku sedang terbaring di makam itu. Aku juga bisa melihat makam nenek dan kakekku yang letaknya bersebelahan dengan makam ayahku. Juga makam lainnya dari orang-orang yang saya cintai dan hormati, seperti makam bude dan pakde dari pihak ayah. Ini semua mengingatkan, bahwa akupun kelak akan menyusul mereka.

***

Sabtu (28/10) pagi aku beserta rombongan kembali ke Jakarta. Karena sopirku yang membawa rombongan adik-adik, Nono, agak mengantuk, kami berjalan pelan-pelan. Sementara sopir yang membawaku beserta istri dan anak-anak, Danu, yang biasa ngebut kalau bawa mobil, seperti tidak sabar. Tapi saya memaksa Danu untuk terus bersama-sama dengan rombongan mobil satunya. Kami memasuki Jakarta hampir pukul 21.00. Perjalanan yang melelahkan, tapi menyenangkan dan selalu ingin diulang setiap tahunnya.

Tuesday, October 17, 2006

Lebaran yang Suram

Lebaran adalah momen kegembiraan. Lebaran adalah sebutan untuk hari raya ummat Islam yang disebut sebagai Idul Fitri. Hari itu jatuh setiap tanggal 1 Syawal dalam penanggalan kalender Hijriah, yang pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 2006. Hari itu jatuh tepat setelah berakhirnya Ramadhan, setelah ummat Islam berpuasa sebulan penuh.

Lebaran memang harus dirayakan dengan penuh kegembiraan. Namun, lebaran kali ini nampaknya agak suram. Istilah tepatnya mungkin agak memprihatinkan. Banyak kawan-kawan mengeluh menghadapi lebaran kali ini. Hingga hari ini, banyak kawan-kawan yang belum memiliki bekal untuk merayakan hari yang berbahagia itu. Untuk saya pribadi, anak-istri, ibu dan adik-adik, lebaran tidak masalah. THR (tunjangan hari raya) untuk sopir dan pembantu, guru-guru dan tukang kebun di sekolah anak-anak, juga tidak masalah. Alhamdulillah. Tetapi melihat kawan-kawan terkapar, dada saya turut sesak rasanya. Ingin saya membantu, tetapi saya sendiri tidak memiliki dana yang longgar atau berlebih pada lebaran kali ini.

Istri saya mengatakan, tidak perlu pusing memikirkan kawan-kawan kalau memang tidak ada. Istriku tentu tidak salah. Itu adalah ungkapan rasa sayang seorang istri kepada suami. Tapi saya tidak bisa bersikap seperti itu. Saya harus berusaha membantu meringankan beban kawan-kawan, terutama kawan-kawan yang dekat dengan saya.

Saya mungkin hanya bisa membantu beberapa kawan saja. Sementara, yang datang minta THR lebih dari itu. Ada kawan yang dulu sangat liquid, jika saya minta uang 100 atau 200 juta bisa ia sediakan dalam 1 atau 2 hari, kini seperti terbalik roda kehidupannya. Kali ini ia datang meminta bantuan. Ada yang langsung bertanya, kapan bagi-bagi THR. Ada senior yang sms:

"Mi, mau lebaran Abang pusing kepala, tolong kirimi Abang obat pusing. Ini nomor rekeningnya XXX-XXXXXXXXXX"



Ada yang meminta dengan halus melalui cerita , "Aku pulang dengan apa saja tidak masalah, yang penting sampai ke kampung halaman ketemu sanak saudara."

Memang, kegembiraan lebaran tidak hanya diukur dari materi, apalagi harus dengan materi yang berlebihan. Tetapi, untuk bisa berlebaran di kampung dengan naik kereta ekonomi serta bisa makan ketupat dan opor ayam, tentu tidak berlebihan. Bolehlah orang bersedih untuk kegagalan menyediakan yang mendasar seperti ini.

Pada akhirnya, perlu juga menggunakan pepatah dalam ujaran agama Budha, "Kalau kau tidak mampu menyelesaikan masalah, biarkan waktu yang akan menyelesaikannya." Memang, segala kegundahan ini akan berakhir dengan sendirinya begitu hari H lebaran tiba.

Wednesday, October 11, 2006

Peluang Bisnis Baru

Senin 9/10 pagi pukul 11, Budi Uang telepon. Nampaknya dari pagi ia sudah mencoba menghubungi saya. Telepon rumah dua-duanya silih berganti berdering-dering sejak pagi, tapi tidak saya angkat karena saya pikir, kalau mau menghubungi saya kenapa tidak lewat handphone?

Budi kembali meminta perusahaan yang mau mengajukan kredit. Saya menjawab, tidak kurang-kurang saya halo-halo kepada beberapa kawan lainnya, tapi belum ada yang respons.

Ya bagaimana, mencari perusahaan yang membutuhkan kredit puluhan miliar tentu tidak mudah. Tempo hari ada kawan di Medan mengajukan kredit untuk perluasan kebun sawit, tapi hitungannya sedikit ngawur. Dia mengajukan biaya Rp 37 juta per hektar, sementara lazimnya hanya berkisar antara Rp 20 hingga 25 juta per hektar. Kalau mulanya sudah ngawur, orang menjadi takut untuk membantu. Sekarang ini lebih baik prudent, daripada nanti terseret-seret perkara di kemudian hari.

***

Kawanku yang mantan Dirut Bapindo Sekuritas, Koko, bulan lalu telepon mencari investor jalan tol. Proyek itu membutuhkan investor dalam negeri yang mau menyetor modal tunai sebesar Rp 600 miliar dengan porsi share 60% minus konsesi untuk konsultan yang akan dibicarakan kemudian. Pihak asing sudah ada yang siap menyetor Rp 400 miliar dengan porsi share 40%. Jatah share untuk konsultan (timnya Koko) berkisar antara 10% hingga 20% yang diambil dari investor dalam negeri, dengan kewajiban mereka akan mendatangkan modal kerja hingga sebesar Rp 1 triliun.

Bulan lalu pula, kawanku, Mas Herman, telepon meminta dicarikan proyek yang bonafide untuk dibiayai oleh bosnya. Seperti pucuk dicinta ulam tiba, begitu ada proyek tol lingkar luar-luar Jakarta (outer outer ringroad) ditawarkan, segera saya teruskan kepada kawanku yang satu ini. Prinsipnya minat, hanya ada kendala pada porsi share yang harus dibagi pada konsultan. Kalau bossnya Mas Herman bisa menyediakan modal kerja sendiri, tidak perlu bantuan konsultan, apa bisa investor dalam negeri ini mendapatkan full 60%? Bossnya Mas Herman juga menanyakan kemungkinan kepemilikan share lebih dari 60%.

Memang agak sulit. Kawanku yang eks Dirut Bapindo Sekuritas ini tidak sedang mencari fee, tapi mencari share dalam proyek ini. Kalau saya, frankly speaking, tingkatnya masih mencari fee :)

Minggu lalu ada kabar, proyek tol ini ditunda, jadi pembicaraan juga ditunda. Selama masa penundaan, masing-masing pihak, baik konsultan maupun investor dalam negeri, bisa memikirkan bentuk kompromi yang mungkin bisa dicapai.

***

Selasa 10/10, Yogi memberi kabar, menantu bosnya mau muterin duit Rp 100 miliar untuk proyek plantation, terutama sawit. Koko, yang sejak keluar dari bank pemerintah menggeluti usaha perkebunan, terutama pada usaha pembelian perusahaan sawit yang dalam kondisi sakit, kemudian diperbaiki lalu dijual, segera saya hubungi. Hari ini dia akan menawarkan satu lokasi kebun sawit yang mungkin bisa ditawarkan lewat Yogi. Siapa tahu barcok, alis barang cocok. Who knows?

Friday, October 06, 2006

Detik-Detik yang Menentukan

Kesaksianku

Buku berjudul Detik-Detik yang Menentukan yang ditulis oleh mantan presiden BJ Habibie menuai protes, terutama pada kesaksiannya soal Letjen (Purn) Prabowo dan kesan kudeta yang akan dilancarkan oleh Prabowo. Letjen Syafrie Syamsuddin yang kini menjabat sebagai Sekjen Dephankam sudah membantah adanya pasukan liar di sekitar istana dan Patra Kuningan tempat kediaman pribadi BJ Habibie, karena sebagai Pangdam Jaya waktu itu ia adalah pengendali pasukan di Jakarta. Dien Syamsuddin sudah memberi komentar bahwa tuduhan kudeta adalah sebuah fitnah, karena saya tahu hari-hari terakhir kekuasaan Soeharto Dien punya hubungan yang cukup intensif dengan Prabowo. Dan semalam dalam acara KickAndy di MetroTV giliran Amien Rais turut membantah adanya kesan rencana kudeta oleh Prabowo. Saya pun ingin turut memberi kesaksian, karena saya termasuk saksi sejarah malam yang sangat bersejarah itu.

Jika dikatakan atau diduga Prabowo ingin melakukan kudeta menurut saya tidak benar. Saya ingat betul pada peristiwa malam tanggal 20 Mei 1998. Saat itu sudah lewat pukul 12 malam. Saya sedang menemani seorang kawan yang menjadi ”orang dalam” di kelompok Prabowo yang berkumpul di Jl. Suwiryo, Menteng, Jakarta Pusat. Kawan saya ini sahabat dari Fadli Zon, sejak Fadli masih duduk di bangku SMA.

Saya di kelompok itu bukan siapa-siapa. Tidak masuk dalam ring 1 atau ring 2, istilah untuk orang-orang dekat yang bisa mengakses kepada tokoh politik utama. Saya hanya teman dari seseorang yang masuk dalam ring di situ. Saya sendiri tidak terlalu suka dengan politik. Alasan saya keluar dari Center for Information and Development Studies (CIDES) yang dipimpin oleh Mas Adi Sasono (1995) dan bergabung dengan Yayasan Wakaf Paramadina Mulya, membantu Mas Tom (Utomo Dananjaya) dan Yudi Latief menyusun rencana pendirian Universitas Paramadina, karena faktor saya tidak terlalu suka dengan politik. Saat itu CIDES sedang sangat kental nuansa politiknya. Harapan membangun lembaga kajian milik ummat Islam yang berwibawa menyaingi CSIS sirna karena para pengelola utamanya lebih tertarik pada karier politik individu. Sejak keluar dari CIDES, aku sulit bahkan cenderung tidak percaya dengan orang yang dari mulutnya keluar kalimat ”membela kepentingan ummat” atau ”membela kepentingan rakyat”.

Saya juga termasuk orang yang sangat tidak suka membangga-banggakan pada senior yang sudah sukses menjadi orang di republik ini. Pada ahirnya, kesuksesan seseorang tidak bisa ditentukan oleh seniornya yang sudah sukses itu, tetapi oleh kemampuan individu yang ia miliki sendiri. Tanpa kemampuan dan kecerdasan individu yang baik, seseorang tidak mungkin menuai sukses, karena kesuksesan tidak bisa ditiru. Saya percaya betul dengan prinsip itu.

Malam itu tiba-tiba Prabowo datang bersama Danjen Kopassus Muchdi PR. Suasana di rumah Jl. Suwiryo sangat ramai, banyak tokoh berkumpul di situ. Prabowo kemudian memberi kabar bahwa mertuanya, Soeharto, besok pagi pukul 10.00 dipastikan akan mengundurkan diri dan wakil presiden BJ Habibie akan diambil sumpah menjadi presiden. Dia meminta ada seseorang yang bisa menyampaikan pesan kepada Amien Rais. Malam itu Amien Rais sedang berkumpul di rumah dinas Malik Fadjar di Jl. Indramayu. Tidak ada nomor telephone yang bisa dikontak.

Karena sekretaris pribadi dan pengawal utama Amien Rais, Muhammad Yunus, adalah sahabat kawanku di Jl Suwiryo ini, maka kawanku diminta menemui Amien Rais membawa 2 pesan: (1) memberi kabar soal rencana mundurnya Soeharto, dan (2) memberitahukan bahwa Prabowo dan kawan-kawan siap mendukung kepemimpinan BJ Habibie. Entah mengapa kawanku tidak mau. Lantas kawanku meminta saya menemui Habib Yunus, pangilan akrabnya, karena saya juga kenal baik dengan pengawal Amien Rais itu. Tahun-tahun sebelum dia menjadi pengawal Amien Rais kami sering ngumpul bareng di rumah kontrakan kawanku di Rawamangun. Kami juga sudah beberapa kali bertemu dalam komunitas Tamsil Linrung di Orwil ICMI DKI. Pertimbangan lainnya, saya juga kenal baik dengan Amien Rais sewaktu dulu bekerja di CIDES dan sewaktu merencanakan membuat pabrik air minum di Pemalang untuk diekspor ke Saudi Arabia pada tahun 1997.

Maka malam itu aku didampingi Abdul Qadir langsung menuju Jl. Indramayu menemui Habib Yunus. Amien Rais sedang berkumpul dengan sejumlah tokoh nasional dalam sebuah ruang seukuran garasi mobil yang ada di belakang-samping bangunan rumah utama. Lalu Yunus mengatur saya bertemu dengan Amien Rais di ruangan kecil ukuran sekitar 2x2 di sebelah ruang pertemuan para tokoh nasional tersebut. Saya ingat, kusen bangunan kecil itu bercat hijau, mungkin karena ini rumah dinas pejabat Departemen Agama. Setelah saya menyampaikan pesan dari Prabowo, segera Amien Rais kembali ke ruangan pertemuan dan memberitahu seluruh peserta pertemuan mengenai ”kepastian” bahwa Soeharto besok akan turun. Saat itu waktu sudah menunjukkan lewat pukul 1 dini hari.

Saya sebut ”kepastian” karena mungkin Amien Rais sudah mendengar rumor itu. Wakil Presiden BJ Habibie dan 4 Menko sudah mengetahui rencana mundurnya Soeharto sebelum pukul 12 malam seperti diceritakan dalam buku Detik-Detik yang Menentukan itu. Tapi Amien Rais mungkin masih menunggu konfirmasi agar tidak salah mengambil keputusan. Dengan ”kepastian” yang dikirim oleh Prabowo, ia menjadi yakin bahwa rumor itu benar adanya.

Suasana seketika jadi meriah. Perasaan telah memenangkan sebuah perjuangan seperti muncul dalam perasaan setiap orang yang hadir. Amien Rais langsung memanggil semua wartawan untuk jumpa pers dan mengumumkan apa yang akan terjadi besok pada pukul 10.00. Setelah jumpa pers itu aku kembali ke Jl. Suwiryo sebentar untuk kemudian pulang ke rumah di Kalibata. Esoknya Harian Kompas membuat headline menyambut fajar baru berisi pengunduran diri Soeharto.

Jika melihat apa yang telah dilakukan Prabowo dengan mengirim pesan kepada Amien Rais, nampaknya mustahil jika Prabowo diduga akan melakukan kudeta dan mengirim pasukan gelap mengepung istana dan kediaman pribadi BJ Habibie.

Thursday, October 05, 2006

Mbah Ning

Wanita tua itu duduk di atas kasur. Umurnya mungkin sekitar 85 tahun. Mataku berkaca-kaca saat melihat wanita tua itu. Aku langsung teringat nenekku, Mbah Nirah, yang saat meninggal pada tahun 1985 juga berumur sekitar 85 tahun. Aku teringat saat-saat aku mendampingi nenekku di hari-hari terakhirnya.

Aku teringat saat pukul 3 dini hari mengantar nenekku ke kamar mandi seperti biasanya. Saat itu nenek sudah mulai susah berjalan. Karena malam itu aku sangat mengantuk, aku langsung balik lari ke tempat tidur, begitu nenek masuk bilik kamar mandi. Waktu itu umurku baru 16 tahun, kemanjaan dan kemalasan sebagai anak-anak masih melekat. Tidak lama kemudian, nenekku berteriak-teriak memanggil namaku. Aku berlari ke kamar mandi, dan aku dapati nenek sudah jatuh terduduk di lantai. Beberapa hari kemudian, nenekku meninggal dunia. Aku sering menyesal jika mengingat peristiwa itu. Seandainya aku tidak balik lari ke tempat tidur dan menungguinya seperti malam-malam sebelumnya, mungkin nenek tidak akan pernah terjatuh.

Mataku berkaca-kaca melihat wanita tua yang sedang duduk di atas tempat tidur itu. Namanya Mbah Ning. Umurnya mungkin 85 tahun, atau lebih. Aku tidak tahu persisnya, apa hubungan pesaudaraannya dengan nenekku. Mungkin ia adalah adik sepupu nenekku. Tempat tinggalnya di Bumiayu hanya berjarak 20-an meter dari rumah nenekku, rumanya di sebelah timur mengahadap selatan, rumah nenekku di sebelah barat menghadap utara, keduanya dipisahkan jalan selebar 5 meter. Bahkan, ujung kebunnya yang di sebelah barat persis ada di depan rumah nenekku. Di dalam kebunnya yang cukup luas, sekitar 500 meter persegi, dikelilingi pagar anyaman bambu setinggi 2 meter, terdapat 3 pohon mangga besar, sebuah pohon rambutan, sebuah pohon nangka, serta berbagai pohon lainnya.

Mbah Ning adalah orang yang sangat penyabar dan sangat menyayangi cucu-cucunya, termasuk diriku yang dianggap bagai cucu sendiri. Sejak aku bisa mengingat, ia sudah hidup menjanda dan tidak pernah menikah lagi. Kebetulan ia hanya punya seorang putera yang bekerja dan tinggal di Jakarta. Di rumah ia hanya tinggal bersama pembantu dan adik iparnya di rumah tua berkebun luas itu.

Kalau pagi-pagi ia menengok ke kebun dan melihat buah-buahan yang ada di pohon hilang atau bahkan habis dicuri cucu-cucunya yang nakal seperti saya ini, ia tidak pernah marah. Saya yakin ia tahu, kamilah pencuri buah-buahan yang ada di kebunnya. Satu kali pernah, kami mencuri rambutan yang sudah siap panen, hampir seluruhnya hingga mencapai 2 kantong terigu. Yang paling spektakuler, kami pernah mencuri mangga hampir sebanyak 2 karung beras isi 100kg. Tapi tidak pernah saya mendengar ia marah-marah, meski ia tahu bahwa pencurinya adalah cucu-cucunya yang nakal ini. Senyumnya sangat khas dan selalu mengembang ketika melihat cucu-cucunya.

Jika lebaran tiba, rumah Mbah Ning adalah salah satu favorit yang harus dikunjungi. Tradisi dalam keluarga kami di Bumiayu, kami yang muda harus mengunjungi rumah para tetua atau sesepuh. Para tetua atau sesepuh adalah kakak/adik atau sepupu nenek kami, di antaranya adalah Mbah Ning. Mereka ada dalam urutan pertama prioritas kunjungan, baru disusul kakak kandung maupun kakak sepupu dari orang tua kami sendiri. Di rumah Mbah Ning, kami akan menemui jajanan yang tidak ada di tempat lainnya. Di banyak rumah, akan mudah kita dapati kue basah dan kue kering berbahan tepung. Di rumah Mbah Ning, kami mendapati manisan buah dan keramahan yang tulus tiada tara.

Wanita yang sangat baik itu kini terduduk di atas tempat tidur, saat aku menengoknya sesudah buka puasa kemarin Rabu 4/10, di rumah menantunya di Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Ia ikut menantunya di Jakarta setelah putra satu-satunya, Mas Brohim, meninggal beberapa minggu yang lalu. Di Bumiayu, ia tinggal sendirian, hanya ditemani seorang pembantu, di rumah tua yang sudah tidak ada lagi kebunnya karena dijual dan di atasnya kini sudah berdiri sebuah rumah.

Ketika aku menyalami dan mencium tangannya, ia menanyakan siapa aku. Ingatannya sudah kurang baik. Begitu disebut nama ayahku, ia berkata ”Sekarang kamu gemuk sekali. Tapi nenek kamu sudah tidak ada...”. Lalu ia mengatakan, orang-orang yang seangkatan dengan dirinya semua sudah pergi, tinggal dirinya seorang. Ia juga mengatakan, dirinya sudah siap pergi meningalkan dunia yang fana ini, digantikan oleh yang muda-muda. Aku sangat terenyuh, menyaksikan Mbahku yang sudah pasrah dalam hidup ini.

Saya mendoakan dengan setulusnya:
Ya Allah, berilah kesehatan yang baik (tamamal afiah, wa dawamal afiah, wa syukro ’alal afiah) kepada Mbahku, dan berilah pula kesabaran yang baik (shobron jamiila) kepada Mbahku.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, dan sayangilah ia sebagaimana ia dulu menyayangi cucu-cucunya di waktu kecil.

Ya Allah, jadikanlah setiap butiran mangga dan rambutan yang kami curi dulu, dan dia ikhlaskan buat cucu-cucunya, butiran kebaikan yang mendapat balasan dari-Mu ya Robbi.

Amien ya robbal ’alamiin...

Wednesday, September 27, 2006

Membeli Chevrolet Blazer

Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya aku memberanikan diri membeli Chevrolet type Blazer LT. Sudah lama saya mempertimbangkan membeli Blazer. Tapi, setiap mau membeli mobil tersebut, kawan-kawan selalu men-discourrage dengan berbagai alasan: suku cadang mahal dan susah, harga purna jual jatuh, dan mobil sering rusak. Keluhan semacam itu sering terdengar saat Blazer diusung oleh Opel.

Dua bulan lalu Tabrani Shabirin menganjurkan saya membeli Blazer setelah produk ini diambil alih Chevrolet. Ia sudah memakai Blazer selama 2 tahun ini. Tidak ada keluhan sebagaimana banyak diceritakan orang, kecuali memang harga purna jual yang memang kurang baik. "Kalau tidak untuk dijual lagi, kenapa pusing dengan harga purna jual?" katanya. Dibandingkan dengan Kijang Inova, menurutnya, jauh lebih enak Blazer. "Ini khan mobil Amerika," tuturnya. Kebetulan, di rumah Tabrani juga ada Kijang Inova, jadi ia bisa membandingkannya.

Tanpa pikir panjang lagi saya tadi siang membeli mobil Blazer LT. Harga on the road mobil tersebut Rp 238.800.000. Harga selama pameran cuma Rp 165.000.000. Harga ini untuk mobil produksi tahun 2005. Sementara itu, mobil Kijang milik saya type LGX 2.0 tahun 2000 (Nopember) besok akan saya jual. Mobil 88 sudah menawar harga Rp 85 juta. Dengan demikian, saya tinggal mencari tambahan Rp 80 juta untuk membeli Blazer tersebut.

Tuesday, September 26, 2006

Blue Ocean Strategy

Diolah dari: Penerbit Serambi

Paradigma Baru Strategi Bisnis
Sumber: Koran SINDO, 12 Februari 2006

Oleh: Rahmah Maulidia*

Sejak diterbitkan oleh Harvard Business School Press, Boston, dalam edisi aslinya tahun 2005, buku Blue Ocean Strategy (Strategi Samudera Biru) yang ditulis oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne telah menjadi bestseller di Wall Street Journal dan BusinessWeek. Saat membaca sekilas edisi aslinya, jujur saya akui buku ini memang luar biasa!. Letak perbedaan dari buku-buku strategi bisnis lain adalah kemampuannya mengeksplorasi banyak strategi bisnis selama lima belas tahun yang kesemuanya bermuara pada kemenangan dengan cara kompetisi yang berdarah-darah (red ocean). Namun, buku Blue Ocean Strategy memberikan "jalan baru" bagi perusahaan untuk meraih kemenangan dengan jalan inovasi. Singkat kata, perusahaan bisa menang tanpa harus mengalahkan lawan.

Membaca buku ini, terlihat jelas bahwa konsep inovasi nilai merupakan hal yang sangat sentral. Menurut Prof. Kim (demikian ia biasa dipanggil), inovasi nilai menjadi batu pijakan (stepping stone) dalam merumuskan strategi samudra biru (blue ocean strategy). Kita tentu tahu, tidak semua inovasi dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Jika inovasi yang dilakukan hanya untuk menciptakan hal yang sekadar "baru", tanpa memerhatikan kebutuhan dan keinginan dasar pelanggan, maka cara itu tidak akan mendatangkan inovasi yang bernilai. Pendekatan inovasi nilai menurut Prof Kim adalah dengan cara mengindentifikasi parameter-parameter apa yang dianggap paling bernilai oleh pelanggan. Sehingga, perusahaan mampu memberikannya. Hal ini membutuhkan waktu lama, namun di sinilah tantangannya.

Penciptaan nilai sebagai konsep strategi, terlalu luas karena tidak ada batasan spesifik yang menjelaskan bagaimana nilai seharusnya diciptakan. Sebagai contoh, perusahaan bisa menciptakan nilai hanya dengan menurunkan nilai sebesar 2 persen. Meskipun, ini merupakan penciptaan nilai namun ia bukan jenis inovasi nilai yang dibutuhkan untuk membuka ruang pasar baru. Dengan bahasa lain, Anda tidak bisa menciptakan inovasi nilai tanpa menghentikan cara-cara lama. Inovasi nilai hanya bisa terwujud dengan cara yang sama sekali baru.

Selanjutnya, Kim dan Maurbogne berpendapat fokus pada persaingan dengan jalan membandingkan (benchmarking) dengan perusahaan lain akan mengarah pada pendekatan imitatif, bukan inovatif, terhadap pasar yang kerap menghasilkan tekanan harga dan komoditisasi produk (hlm. 290). Karena itu, untuk menyikapi hal ini, perusahaan dituntut mampu menciptakan permintaan bukan memperebutkan permintaan sebagaimana yang lazim dilakukan. Buku Blue Ocean Strategy merujuk pada pasar atau industri yang belum ada saat ini. Suatu pasar yang mesti ditemukan lebih dulu, sebelum sempat disentuh oleh persaingan. Karena pasar belum tercipta, maka besarnya pasar dan permintaan di pasar itu bisa tidak terbatas. Di sana, persaingan belum ada, karena memang belum ada pemain yang memasuki arena tersebut. Disebut blue ocean sebagai analogi untuk menggambarkan adanya potensi pasar atau permintaan yang sangat besar, luas, dan mendalam yang belum dieksplorasi seperti halnya samudra biru.

Namun, mengapa banyak perusahaan saat ini masih cenderung pada strategi samudra merah (red ocean strategy)? Jawabnya, karena sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa strategi merupakan masalah bagaimana memenangkan "peperangan", di mana satu dan lainnya saling membunuh untuk meraih kemenangan. Kendati demikian, persaingan yang saling membunuh antarperusahaan saat ini tidak dapat dipertahankan terus-menerus.

Mengapa? Karena, pada saat batas-batas negara semakin memudar (borderless world) dan informasi mengenai produk dan harga dapat diakses dan tersedia dengan cepat, di mana pun dan kapan pun, maka strategi kompetisi (red ocean strategy) sudah tidak ampuh lagi. Makin lama perbedaan antarproduk makin memudar, karena produk yang unggul akan semakin cepat muncul penirunya (me too product). Akhirnya, produk cenderung semakin homogen dan persaingan hanya akan berbasis pada harga. Maka ini bukanlah solusi perusahaan jangka panjang.

Karena itu, kehadiran buku ini sangat relevan dan pas dengan kondisi persaingan bisnis saat ini. Hal itu berarti, perusahaan harus meninggalkan strategi bisnis berbasis kompetisi (strategi berhadap-hadapan) dan beralih ke basis inovasi (ciptakan ruang pasar baru). Perusahaan juga harus mampu bergerak maju melampaui strategi yang berorientasi persaingan. Jangan melihat pesaing sebagi musuh, melainkan sebagai mitra untuk bersama-sama menciptakan inovasi nilai bagi pelanggan.

Contoh keberhasilan strategi samudra biru adalah apa yang dilakukan oleh pertunjukan sirkus Cirque du Soleil (hlm 20-22). Secara umum, saat ini industri sirkus berada dalam masa senja seiring semakin maraknya jenis hiburan yang lain seperti film dan televisi. Cirque du Soleil unggul tidak dengan jalan mengalahkan pesaingnya, tapi dengan menciptakan pasar baru yang menjadikan persaingan-dalam bahasa kedua penulis- irrelevant (tidak relevan lagi). Dengan memformat pertunjukan sirkus seperti halnya pertunjukan teater, ia telah menciptakan pasar baru. Pasar sirkus tradisional yang tadinya anak-anak, dengan menambahkan unsur teatrikal, orang dewasa dan penikmat teater pun turut menjadi pasarnya, sehingga pasarnya makin meluas.

Secara metodologis, gagasan, alat, dan kerangka teori yang ditampilkan dalam buku ini telah diuji dan dipertajam selama bertahun-tahun melalui praktik berbagai perusahaan di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Tinggal, bagaimana sekarang kesempatan-kesempatan itu bisa dimanfaatkan oleh para manajer atau pimpinan perusahaan di Indonesia, apa pun bisnisnya. Sehingga, mereka bisa merasakan bagaimana blue ocean strategy itu bekerja.

Akhirnya, saya menyambut bahagia dengan terbitnya edisi Indonesia oleh Penerbit Serambi. Dengan begitu, masyarakat umum yang kesulitan dengan bahasa asing bisa membaca dan menikmati buku luar biasa ini.***

*Penulis adalah Dosen STAIN Ponorogo dan IAIRM Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo Jatim

***

Judul Buku: Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru)
Penulis: W. Chan Kim dan Renee Mauborgne
Penerjemah: Satrio Wahono
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta, Jakarta
Cetakan: Pertama, Januari 2006
Tebal Buku: 315 halaman

Sabar dan Bahagia


Para psikolog mutakhir menunjukkan, manusia yang emosinya cerdas cenderung lebih sukses dalam mencari uang, lebih nyaman dalam membina hubungan interpersonal, lebih kreatif dalam menyelesaikan persoalan, dan lebih sehat secara fisik dan mental. Kecerdasan emosi terbukti lebih menentukan keberhasilan seseorang daripada kecerdasan intelek. Kepada emosilah bergantung suka, duka, bahagia, dan sengsaranya manusia. Pribadi dengan hati dan emosi yang terukur mampu mengatasi banyak persoalan hidup dari urusan individu sampai sosial.

Khazanah Islam sangat kaya dengan metode menata emosi. Buku Sabar dan Bahagia yang ditulis Amru Muhammad Khalid membuktikan hal itu. Setelah mengulas tuntas makna sabar, jenis-jenisnya, keistimewaannya, urgensinya dalam meraih sukses di dunia dan akhirat, Khalid merangsang kita untuk merenung, merasakan, dan menumbuhkan karakter dzawq (sensitivitas) dan itsâ (altruisme atau unselfishness). Dengan dzawq, kita menjadi peka terhadap emosi orang lain dan pandai membawa diri kala bergaul dengan mereka. Dengan itsâ kita terlatih untuk menguburkan sifat mementingkan diri sendiri dan menyuburkan sikap mengutamakan orang lain.

Dengan gaya tutur dialogis, sederhana, dan memandu, buku ini siap membangkitkan kepribadian Anda memantulkan indahnya akhlak islami.

Sumber: Penerbit Serambi

Friday, September 22, 2006

Butuh Penyaluran Kredit

Kawan saya, Budi Uang, sms begini:


"Mas, tolong carikan nasabah yang bonafide di bidang perkebunan, kehutanan, atau industri lainnya. Kawanku RM di sebuah bank ditarget menyalurkan kredit hingga Rp 200 miliar. Trims."

Budi Uang adalah mitra lama, kenalan tahun 2002. Dulu ia seorang fund manager di sebuah perusahaan sekuritas. Sebelum menjadi fund manager, ia adalah seorang bankir di bank pemerintah, kemudian keluar bergabung di perusahaan sekuritas bersama kawannya.

Nama aslinya Budi Siswanto, tapi saya menyimpan namanya dalam HP-ku dengan nama Budi Uang. Waktu pertama bertemu, ia memperkenalkan dirinya sebagai fund manager. Saya langsung komentar, "Wah.. ini pemilik uang." Teman-teman seangkatannya di bank pemerintah itu sekarang sudah pada jadi manager yang menyalurkan kredit, baik di pusat maupun di daerah-daerah.

Saya sangat kagum dengan semangat Budi Uang, putra asli Dukuh Lor, Tegal. Ketika perusahaan sekuritas tempat ia bekerja collapse, karena skandal kejahatan para bosnya di perusahaan tersebut, ia turut terpuruk. Mobilnya yang tergolong bagus waktu itu dia jual dan hasilnya dia jadikan simpanan keluarga selama masa "krisis". Lalu ia mulai merangkak lagi dari bawah dengan sepeda motor sebagai alat mobilitasnya. Perubahan dari membawa mobil menjadi membawa sepeda motor tidak membuatnya malu dan surut untuk menemui relasi-relasinya semasa menjadi fund manager. Sebuah mental yang luar biasa.

Sambil mengambil beberapa kursus, seperti kursus penilaian (valuation), kursus pajak, dan kursus-kursus lainnya, ia menjadi konsultan lepas. Pengalaman collapse di perusahaan sekuritas membuat ia sangat hati-hati dan tidak mau berurusan dengan "kejahatan kerah putih" sebagaimana bos-bosnya di perusahaan sekuritas dulu ia bekerja.

Sebelum sms yang ia kirim seperti tersebut di atas, beberapa waktu yang lalu dia sempat mampir ke rumahku di Kalibata, masih dengan sepeda motor. Dia bercerita baru saja membantu sebuah perusahaan mendapatkan kredit Rp 15 M. Dari situ dia akan mendapat fee 1% plus hadiah mobil baru Daihatsu Xenia.

Dia meminta saya mencarikan perusahaan-perusahaan yang layak mendapat kredit, tapi tidak punya akses ke bank atau tidak bisa membuat dokumen yang bankable. Dia bisa membantu menyiapkan seluruh dokumen, asal perusahaan tersebut memang layak untuk dibantu mendapatkan kredit.

Lama saya tidak memberi response. Mungkin ia mengira saya kurang percaya. Lalu ia sms lagi menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan adalah sesuatu yang serius. Dan semalam, dia telepon saya, Xenia yang dijanjikan perusahaan yang dibantu sudah dia terima. Ia ingin menunjukkan bahwa ia benar-benar seorang konsultan dan bisa membantu perusahaan untuk mendapatkan kredit.

Saya sebenarnya serius mencari perusahaan bonafide yang sedang mencari kredit. Saya sudah kontak kawan-kawan di berbagai perusahaan. Sekalinya ada perusahaan membutuhkan kredit karena mendapat sebuah pekerjaan dari Exxon senilai RP 15M, perusahaan tersebut tidak punya collateral yang bisa dijaminkan ke bank. Sekarang bukan jamannya lagi mendapatkan kredit dengan tanpa jaminan atau jaminan bodong.

"Sabar aja Bud, aku terus mencari.." kataku semalam.

Thursday, September 21, 2006

Perjuangan Menjual SAP

Kira-kira Juni 2005, SAP Indonesia ikut tender di sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di jasa layanan telekomunikasi, untuk membuat aplikasi ERP (enterprise resource planning) di perusahaan tersebut. Dalam tender tersebut, SAP menggandeng partnernya perusahaan XYZ sebagai implementor. Kawan saya, seorang lulusan Imperial College, London, bekerja di perusahaan XYZ tersebut.

Karena saya kenal baik dengan seseorang di perusahaan swasta nasional tersebut, kawan ini meminta bantuan saya untuk melobi agar mereka mau menggunakan SAP. Informasi dari dalam, ada rencana mereka akan menggunakan Oracle, pesaing SAP.

Maka sayapun disuplai berbagai informasi mengapa perusahaan tersebut harus menggunakan SAP. Salah satu pertimbangan bisnisnya, aplikasi ERP perusahaan telekomunikasi di dunia lebih banyak menggunakan SAP dibanding Oracle. Telkomsel dan Indosat pun bahkan berencana menggunakan SAP untuk aplikasi ERP pada tahun 2007. Di luar bisnis telekomunikasi, Astra International adalah perusahaan yang sudah menggunakan SAP untuk aplikasi ERP-nya.

Setelah melakukan lobi yang cukup lama dan melelahkan, karena yang harus ”dilawan” di dalam perusahaan itu ada 2 pihak, yang nampaknya sudah dilobi oleh Oracle, satu pihak dari keluarga pemilik perusahaan itu dan pihak lainnya adalah salah satu petingginya (chief XXX officer), akhirnya proyek ini bisa jatuh ke tangan SAP.

Mengapa proyek ini begitu menggiurkan? Untuk aplikasi ERP, proyek ini, setelah perang diskon besar-besaran, bernilai hampir US$ 2 juta. Proyek lanjutannya (bisa juga secara simultan), pengembangan aplikasi CRM (customer relationship management) bernilai lebih dari US$ 3 juta, juga setelah perang diskon besar-besaran. Belum lagi isu adu gengsi antara SAP dan Oracle untuk menguasai pangsa pasar telekomunikasi. Masing-masing pihak mengeluarkan jurus mutakhir untuk melakukan lobi secara intensif kepada perusahaan swasta nasional tersebut.

Ahirnya SAP memenangkan perebutan pekerjaan tersebut, setelah harganya didiskon hingga 90%. Bagi SAP International, yang penting produk ini masuk terlebih dulu pada perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Mungkin mereka akan melakukan aksi profit taking yang sesungguhnya di 2 perusahaan telekomunikasi raksasa yang ada di Indonsia, yang tendernya akan digelar pada 2007 nanti.

Kata kawan saya di perusahaan XYZ, bisa saja SAP memberi diskon 100% alias gratis, yang penting SAP masuk ke perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Perusahaan pemesan aplikasi ERP tadi hanya perlu membayar biaya implementasi yang hitungannya man-hour.

Waktu antara Juni 2005 hingga September 2006 adalah waktu terpanjang bagi saya dalam melakukan sebuah lobi bisnis. Kesabaran yang telah dicurahkan dalam menangani pekerjaan ini ternyata tidak sia-sia. Alhamdulillah.

PS.
Buat Aris, Susilo, dan Toha, tolong yang ini jangan pula dihitung marketing fee-nya :) :)

Financial Advisor :)

20 September pukul 10-an pagi, sahabatku H. Diana Robin Hartono, meminta curriculum vitae (CV) saya. Katanya, secara resmi saya akan diangkat menjadi financial advisor di PT Nanggala Security Indonesia. Saya sendiri tidak tahu kenapa Pak Robin mengangkat saya menjadi financial advisor di perusahaannya. Background pendidikan saya adalah electrical engineering. Saya tidak pernah punya catatan sebagai staf keuangan. Yang paling mendekati, saya pernah menjadi Business Development Manager pada tahun 1998, di mana saya dituntut harus bisa membuat cash flow sebuah rencana proyek. Barangkali, karena saya memiliki banyak teman di perbankan. Itu dugaan saya.

Permintaan ini kelanjutan dari pertemuan tanggal 15 Februari malam di Hotel Ambara, Jakarta Selatan, dengan seseorang yang memiliki akses yang sangat luas di dunia bisnis minyak. Beberapa jabatan penting di sejumlah perusahaan minyak dipegang oleh temannya atau kenalannya. Setidaknya, setiap disebut nama pejabat berwenang di perusahaan minyak, baik perusahaan asing seperti Exxon maupun perusahaan lokal, dia langsung membuka HP-nya dan menunjukkan bahwa nama itu ada di HP-nya. Orang tersebut bersedia diangkat menjadi Business Advisor, tidak bergaji dan hanya mendapatkan project fee.

Tanpa diberitahu sebelumnya, dalam pertemuan malam itu saya diperkenalkan sebagai financial advisor. Sayapun tidak geer dan protes, khawatir itu hanya sekedar guyonan. Kemarin pagi, pak Robin, pemegang saham di PT NSI, betul-betul meminta CV saya untuk diproses. Saya tegaskan sekali lagi, mungkin kurang pas saya diberi jabatan itu. Pak Robin meyakinkan, ”Dengan kemampuan dan jaringan yang dimiliki Pak Fami, saya yakin tidak masalah.”

PT NSI bergerak di security management system. Bisnis security, terutama di lingkungan bisnis minyak, sangat menjanjikan. Hampir semua perusahaan minyak melakukan outsourcing untuk pekerjaan security. Kontraknya per perusahaan mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya, tergantung dari coverage area dan tentu saja jumlah personel yang dipekerjakan.

Awalnya saya mengira bisnis security adalah bisnis satpam. Pak Robin menjelaskan, satpam hanyalah satu fungsi kecil saja dari kegiatan security. Petugas security harus memiliki keahlian tambahan, seperti keahlian penyelematan kebakaran atau keahlian penyelamatan pada kecelakaan, bahkan keahlian bahasa asing seperti bahasa Inggris. Harga personil juga bergantung pada atribut yang digunakan, dari jenis pakaian hingga peralatan yang harus dibawa selama bertugas.

Bagi saya, ini dunia bisnis yang betul-betul baru. Ini sekaligus tantangan. Karena teman saya percaya bahwa saya bisa membantu bekerja di bisnis ini, ya dengan bismillah saya akan menerima jabatan itu dan bekerja sebaik-baiknya.

Wednesday, September 20, 2006

Watergreen Laku Keras

Tidak sia-sia, saya mempromosikan produk Watergreen yang diproduksi PT Delapan Pilar Mas (DPM), di mana saya duduk sebagai Business Advisor, istilah halus untuk marketing tanpa ikatan :)

Di samping sudah ada pesanan 1 unit mesin pengolah air dari sebuah PDAM di sekitar Jakarta dengan kapasitas 10 liter per detik, dalam waktu dekat mungkin akan ada pesanan hingga 80 unit mesin pengolah yang menghasilkan air bersih dengan kapasitas 10.000 liter perjam.

Watergreen adalah mesin pengolah air yang menghasilkan (1) air bersih (dengan teknologi ultra filtrasi atau UF) dengan TDS (tingkat kekeruhan) 150ppm dan (2) air siap minum (dengan teknologi reverse osmosis atau RO) dengan TDS 2ppm. Bandingkan dengan air minum bermerk terkenal yang beredar di masyarakat, dengan TDS hampir 80ppm. Semakin kecil TDS semakin sehat untuk diminum. Produk air bersih Watergreen sendiri sebenarnya bisa disebut sebagai air layak minum jika melihat ambang batas TDS yang ditetapkan oleh Depkes, yaitu maksimum 1000ppm.

Dalam lawatan promosi ke sebuah propinsi di luar Jawa pada 13-15 September 2006, Watergreen membuat seorang Kepala Dinas PU di propinsi itu cukup kaget. Kaget karena harganya memang murah. Saat ini ia sedang mencari mesin pengolah air dengan teknologi RO dengan kapasitas 15 liter per detik. Penawaran yang termurah yang sudah masuk ke meja pejabat itu tidak kurang dari Rp 7 miliar. Sementara, PT DPM menawarkan maksimum harga Rp 5 miliar dengan spesifikasi (modul) yang lebih lengkap.

Kebetulan pula, propinsi itu punya program bantuan air bersih kepada 80 desa yang kesulitan air bersih yang ada di propinsi tersebut, dengan budget sekitar Rp 20 miliar. Belum ada rekanan yang sanggup menawarkan 80 unit mesin pengolah air dengan kapasitas masing-masing sekitar 10.000 hingga 15.000 liter perjam, dengan budget Rp 20 miliar atau kurang.

Saat ini PT DPM juga sedang menawarkan program nasional air bersih kepada Departemen Pekerjaan Umum. Tiga keunggulan mesin pengolah air PT DPM ini adalah, (1) harga murah, berkisar 1/2 hingga 2/3 produk serupa yang diimpor dari Australia, Belanda, Kanada, atau Malaysia, (2) kualitasnya berstandar internasional karena dikerjakan oleh putra-putra terbaik bangsa Indonesia yang sudah lama belajar di luar negeri, dan (3) modulnya sangat fleksibel, bisa disesuaikan bergantung dari hasi penelitian tentang karakteristik input air di setiap lokasi yang akan memanfaatkan mesin pengolah air ini.

Semoga sukses!

Monday, September 18, 2006

Man Shabara Zhafara

Beberapa teman menanyakan maksud dari motto yang tertulis dalam blog ini "Don't Believe in Magic. Work Harder". Dilihat dari terjemahannya, maksud yang dikandung sebenarnya cukup jelas, "Jangan Percaya Sulapan. Bekerjalah Lebih Keras."

Motto ini lahir dari keprihatinan atas sikap sejumlah kawan-kawan dan lingkungan aktifitas sehari-hari saya, yang maunya serba "ujug-ujug", serba instan, mencari jalan pintas untuk mencapai kesuksesan. Orang yang berperilaku seperti itu cenderung untuk menabrak aturan dan etika.

Pepatah Arab mengatakan, "man shabara zhafara" yang artinya "siapa yang sabar, ia akan meraih sukses". Ya, kesuksesan akan bisa diraih melalui kesabaran. Bukan saja kesuksesan hari akhir, tujuan hidup manusia beriman, tetapi juga kesuksesan dunia.

Melalui motto itu, saya ingin mengajak kepada kawan-kawan dan pembaca blog ini untuk menjadi pekerja keras. Teruslah bekerja dengan lebih keras setiap hari, dalam bidang apa saja.

Kesuksesan yang kita raih hari ini adalah buah dari kerja keras kita di masa lalu.

Thursday, September 07, 2006

Romantika Yusuf

Judul di atas adalah judul sebuah buku yang ditulis oleh Amru Khalid, terbitan Maghfirah Pustaka, yang aku beli pada 6 Juni 2006.

Buku ini menjelaskan betapa luasnya pemahaman yang ditawarkan oleh surah Yusuf. Umar bin Khattab yang selalu menangis setiap kali mendengar surah Yusuf, memerlukan waktu 3 tahun (riwayat lain 1 tahun) untuk menghafal surah ini. Padahal untuk surah yang lebih panjang, Al-Baqarah, Umar memerlukan waktu hanya 1 bulan. Menurutnya, setiap menghafal satu ayat, perlu pemaknaan yang mendalam untuk melaksanakannya.

Di balik perintah Ya'qub kepada putra-putranya untuk memasuki istana Yusuf dari 7 pintu yang berbeda, misalnya, cendekiawan Nurcholish Madjid menafsirkannya sebagai banyak pintu untuk mencari atau menuju pada kebenaran. Pintu kebenaran tidak boleh dimonopoli hanya oleh satu pintu. Bagi sahabatku Aris Munandar, mungkin akan dimaknai sebagai banyak jalan menuju DPR. Semuanya boleh menawarkan pemahamannya, karena kisah ini memang kisah terbuka yang menawarkan pemahaman yang luas sesuai dengan ilmu dan pengalaman hidup manusia yang mau memahaminya.

Surah ini diturunkan pada tahun kesedihan, setelah Rasulullah ditinggal istri tercintanya Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Surah ini diturunkan untuk menghibur Rasulullah, bahwa perjuangan menegakkan kalimat Allah memang berat. Nabi Muhammad disuruh belajar dari Nabi Yusuf, bagaimana menghadapi cobaan dan fitnah yang besar dan berat dalam perjalanan hidupnya, untuk bisa meraih kemenangan. Surah ini juga diturunkan atas permintaan para sahabat, yang membutuhkan sebuah cerita yang dapat menggugah jiwa mereka.

Kisah Yusuf ini disebut langsung oleh Allah sebagai akhsana al-qashashi, kisah terbaik, yang ada di dalam Al-Qur'an. Padahal di dalam Al-Qur'an sendiri banyak bertebaran kisah-kisah, dari kisah Nuh, Ibrahim, Musa, hingga Isa as. Tetapi kisah terbaik yang diturunkan Allah adalah kisah Yusuf. Kisah yang menceritakan sebuah drama kehidupan.

Mengapa disebut sebagai kisah terbaik? Kisah Yusuf disebut terbaik karena ini adalah satu-satunya kisah yang menggabungkan hikmah, pelajaran, dan nasehat kehidupan. Di dalam kisah Yusuf terdapat berbagai ilmu pengetahuan: ilmu dagang, ilmu pemerintahan, ilmu hukum, psikologi, hingga budi pekerti (akhlaq).

Kisah itu diawali dengan mimpi Yusuf, yang pada saat itu hanya diketahui maknanya oleh ayahandanya, nabi Ya'qub, dan ditutup dengan makna mimpi yang sudah dipahami oleh Yusuf.

Di dalamnya, kisah Yusuf dibagi dalam berbagai babak: dimusuhi saudaranya, dibuang ke sumur, menjadi budak, tinggal di istana, dicintai majikan yang bersuami, difitnah, memilih hidup di penjara, hingga menjadi kepala pemerintahan di negeri yang diyakini sebagai Mesir.

Kisah ini juga mengajarkan pentingnya sabar untuk meraih sukses. Di samping, bagi mereka yang berbuat jahat, kisah ini mengajarkan bahwa, untuk kembali ke jalan Tuhan tidak pernah ada kata terlambat.

Kisah ini berakhir happy ending, bukan hanya untuk mereka yang dalam film Holywood disebut sebagai "good boys" di mana Yusuf dan Ya'qub akhirnya bisa tersenyum setelah melewati badai kehidupan, tetapi juga happy ending untuk para "bad boys" atau para "penjahat" yang pada akhirnya mendapat ampunan dan kembali ke jalan Tuhan. Saudara-saudara Yusuf dimintakan ampunannya oleh Ya'qub kepada Allah. Zulaikho, seorang ratu kecantikan Mesir, pun demikian, menyadari kesalahannya dan bertobat, bahkan akhirnya menjadi istri nabi Yusuf.

Hanya saja, buku tersebut lebih menyorot kesabaran Yusuf dalam menghadapi babak-babak kehidupannya, ketimbang kesabaran Ya'qub yang berpisah dengan putra kesayangannya, yang dari mulutnya keluar kalimat "fashabrun jamiil". Hanya dengan kesabaran yang paripurna maka ia bisa menghadapi cobaan hidup yang sangat menyedihkan. Hanya dengan kesabaran yang baik, ia bisa menahan amarahnya.

Ibnu Mas'ud menganjurkan bagi orang yang bersedih, untuk membaca surah ini. Dengan membaca surah ini, mudah-mudahan Allah akan menghilangkan kesedihannya. Juga tentunya bagi mereka yang merasa terasing di negeri sendiri, terhimpit kesulitan ekonomi, sedang dicoba dengan fitnah yang besar, dan berbagai kesulitan hidup lainnya, dianjurkan membaca surah ini.

Wallahu'alam.

Tuesday, September 05, 2006

Menangis Membaca Surah Yusuf

Dalam beragama, sebagian saya masih suka dengan cara-cara yang tradisional. Dalam artian, tidak mau terlalu dirasionalkan. Salah satunya, setiap Ramadhan, saya memiliki tradisi khatam tadarrus Al-Qur'an minimal sekali.

Ada orang bilang, membaca Al-Qur'an harus tahu artinya, jangan cuma membaca tanpa tahu maknanya. Untuk hal ini tidak berlaku bagi saya. Bagi saya, ada kenikmatan tersendiri dalam ber-tadarrus, melantunkan Al-Quran dengan dimerdukan suaranya, meski tidak sepenuhnya saya tahu artinya.

Salah satu surah favorit saya adalah surah Yusuf. Ini adalah kisah terbaik (akhsana al-qoshoshi) yang diturunkan Allah dalam Al-Qur'an. Cerita kemanusiaan yang sangat dramatis. Ketika seorang ayah dipisahkan kehidupannya dari anak kesayangannya, karena iri dan dengki saudara-saudara Yusuf. Meski ayahanda Yusuf sudah dikabarkan sebelumnya melalui mimpi bagaimana kelak kehidupan Yusuf, tak pelak sebagai ayah ia tetap saja bersedih.

Dan aku selalu saja menitikkan air mata, tatkala membaca kalimat "fashabrun jamiil". Terbayang bagaimana pedihnya hati seorang ayah memikirkan nasib anak tercintanya yang sedang berada entah di mana. Hanya dengan kesabaran yang luar biasa dari Nabi Yaqub, ayahanda Yusuf, menunggu kebenaran mimpi anaknya: sebelas bintang, bulan, dan matahari bersujud kepada Yusuf. Benarkah kelak anak-anaknya bersujud (memberi tanda penghormatan) kepada Yusuf dan dia sendiri?

Kalimat "fashabrun jamiil" mengajarkan, hadapilah pedihnya penderitaan dan susahnya kehidupan, dengan kesabaran yang baik. Tidak ada rumus yang paling jitu selain kesabaran untuk menghadapi seluruh ujian dan cobaan yang datang kepada manusia, bagaimanapun beratnya ujian dan cobaan itu.

Fashabrun jamiil...