Monday, May 28, 2007

Bisnis Penambangan Pasir

Jum'at (4/5) lalu saya bersama Ahmad Muzani pergi ke Ciseeng, Bogor, 3 jam perjalanan dari Kalibata, meninjau lokasi lahan yang diduga mengandung pasir. Pemiliknya ingin melepas lahan seluas 10 Ha dengan harga Rp 20.000 per meter2 atau senilai Rp 2 miliar. Menurut Muzani, ada kawannya yang berminat untuk membeli lahan itu kalau memang cukup menjanjikan, karena katanya, lahan itu mengandung pasir dari kedalaman 1 meter hingga 15 meter ke dalam.

Sabtu (26/5) kemarin saya bersama Ahmad Muzani menemui Haji Nana Supriatna, calon pembeli lahan itu, yang katanya seorang pengusaha penambangan pasir. Saya perlihatkan foto-foto lokasi yang sudah saya ambil pada kunjungan saya itu. Dari foto yang saya perlihatkan, dia tertarik dan berminat untuk meninjau langsung ke lokasi.

Haji Nana lalu memberi saran, sebaiknya dilakukan pola kerjasama di mana pemilik tanah nantinya dibayar dengan royalti. Kalau saya dan Muzani ingin memperoleh hasil yang besar, lahan itu bisa dibeli terlebih dulu, lalu saya dan Muzani mengadakan perjanjian kerjasama dengan Haji Nana untuk penambangannya.

Jika lahan itu dijual kepada kelompok usaha Haji Nana dan kawan-kawan, saya dan Muzani hanya bisa mendapatkan komisi dari penjualan lahan tersebut. Dengan nilai transaksi sebesar Rp 2 miliar, jika komisinya 10%, maka saya dan Muzani hanya akan mendapatkan Rp 200.000.000.

Jika kerjasama, pemilik lahan akan mendapat royalti sebesar Rp 20.000 dari setiap 1 kubik (m3) pasir yang dijual. Menurut hitungan Haji Nana, dengan ketebalan tambang pasir setinggi 9 m, setiap 1 m2 lahan bisa menghasilkan 10 kubik pasir. Artinya, dalam setiap 1 m2, pemilik lahan bisa mendapatkan royalti 10 kali lipat atau sebesar Rp 200.000. Ini jauh lebih menguntungkan ketimbang menjual lahan dengan harga Rp 20.000 per m2. Keuntungan lain dari kerjasama, selesai penambangan lahannya masih menjadi milik sendiri dan bisa digunakan untuk budidaya ikan air tawar.

Muzani sudah menghitung, jika lahannya seluas 10 Ha atau 100.000 m2, royalti yang bakal diterima adalah sebesar Rp 20 miliar. Yang jadi pertanyaan, jika ingin membeli lahan itu dari pemiliknya yang sekarang, darimana bisa mendapatkan dana sebesar Rp 2 miliar itu? Dia meminta saya untuk memikirkannya :)

Friday, May 18, 2007

Pesantren Seluler Mau Dibeli

Dua minggu lalu, seseorang dari Pondok Indah menghubungi saya. Dia mendapatkan nomor hp saya dari bagian iklan Republika, setelah melihat iklan Pesantren Seluler, program layanan seluler (sms) Indeks Al-Quran melalui nomor 3689 dan beroperasi di Telkomsel dan Indosat.

Dia menyatakan tertarik dengan layanan yang saya jalankan, dan dia mengajak untuk bertemu. Setelah bertemu, rupanya beliau tertarik untuk bekerjasama dalam program ini. Pembicaraan awal, beliau siap mengucurkan dana hingga Rp 2 miliar untuk kegiatan promosi Pesantren Seluler.

Kegiatan Pesantren Seluler memang membutuhkan biaya promosi yang cukup tinggi, mengingat layanan Indeks Al-Quran yang interaktif ini membutuhkan tidak sekedar iklan REG IQ saja, layaknya kebanyakan iklan layanan seluler, tetapi juga diperlukan pendidikan kepada masyarakat umum, terutama ibu-ibu di rumah sebagai pengguna mayoritas layanan seluler agama. Pendidikan yang diperlukan adalah bagaimana menggunakan search engine (mesin pencari). Bagi mereka yang sudah biasa ber-internet, menggunakan search engine tentu tidak masalah.

Jika memasang iklan sebesar leaflet 1/4 halaman kertas A4, yang singkat dan padat, harganya jauh lebih murah. Tetapi karena harus menjelaskan bagaimana cara kerja search engine serta contoh-contoh input yang harus diberikan kepada search engine, jadilah materi iklan Pesantren Seluler sebesar 1/4 halaman koran standar, atau 1 halaman tabloid seperti Dialog Jumat, suplemen koran Republika. Dengan iklan sebesar itu, biaya juga menjadi jauh lebih besar. Alhamdulillah, beliau sebagai calon investor baru memahami dan setuju dengan pendekatan tersebut.

Kami bersepakat, awal dari pekerjaan ini adalah syiar, bukan bisnis. Kami sepakat untuk mendidik masyarakat untuk mau membaca Terjemahan Al-Quran. Kebetulan, beliau yang menemui saya juga anggota Majelis Pentashih Al-Quran Departemen Agama RI.

Pada pertemuan kedua, beliau merubah permintaan, bukan kerjasama, tetapi mengambil alih pengelolaan Pesantren Seluler. Beliau siap memberikan kompensasi atas seluruh biaya marketing yang sudah saya keluarkan selama ini, yang sudah mencapai hampir Rp 450 juta. Total kompensasi yang saya minta adalah Rp 600 juta ditambah saham di perusahaan baru sebesar 20% (awalnya 30%).

Hingga saat ini, setelah pertemuan yang ketiga, angka-angka tersebut masih saja khilafiah. Beliau memberikan tawaran Rp 550 juta ditambah 15% saham. Saya belum menyetujuinya. Mudah-mudahan tidak lama lagi ada titik temu yang menguntungkan kedua belah pihak.