Thursday, December 27, 2007

Obat Sakit Tenggorokan

Saat tenggorokan sakit dan berdahak, atau suara hilang, saya selalu sibuk dengan minum teh panas campur madu untuk mengobatinya. Tidak lupa, untuk melonggarkan tenggorokan yang terasa tercekik akibat dahak yang menggumpal di sekitar tenggorokan, saya selalu makan permen Fisherman's Friend produksi Lofthouse dengan rasa original extra strong.

Sakit tenggorokan ini sering datang menimpa saya. Biasanya, penyakit ini datang saat fisik kurang fit, lalu saya lupa minum air dingin atau badan terkena AC secara langsung saat di mobil atau saat tidur.

[By the way, ketika penyakit ini datang, saya baru menyadari bahwa usia saya ternyata sudah kurang menunjang untuk bisa minum air dingin sepuasnya, atau tidur hanya memakai sarung tanpa baju, seperti kebiasaan saat masih muda dulu :)]

Sebenarnya ada obat yang sangat manjur dan sederhana, tetapi entah mengapa, sering terlupa saat penyakit ini datang. Yang selalu teringat adalah minum teh panas campur madu. Padahal, teh panas campur madu hanya mampu menambah stamina, tetapi tidak mampu mengobati rasa sakit di tenggorokan atau mengusir dahak yang membandel.

Obat yang sederhana tersebut adalah asam belimbing (averrhoa bilimbi) atau biasa juga disebut dengan nama belimbing asam, asam belimbing wuluh, dan belimbing buloh atau buluh.

Buah ini tersedia setiap saat, karena saya menanamnya di halaman depan rumah. Pohon ini berbuah hampir setiap hari sepanjang tahun tanpa mengenal musim.

Alasan saya menanam pohon asam belimbing ini dulu cukup sederhana, karena saya suka sayur asam atau garang asam. Kedua masakan itu terasa sangat nikmat jika menggunakan asam belimbing sebagai bumbu untuk membuat kedua sayur itu berasa asam. Ternyata, buah asam belimbing juga bisa digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan.

Cara pengobatannya juga cukup praktis. Gigit 1 atau 2 buah asam belimbing, lalu hisap airnya. Kalau cukup tahan dengan rasa asamnya, gigit dan kunyah lalu telah buah ini.

Jika Anda mengalami sakit tenggorokan, cobalah obat ini. Tidak perlu memakai antibiotik atau obat batuk lainnya untuk mengusir dahak yang membandel di tenggorokan Anda. Ini adalah obat yang murah meriah tetapi manjur dan tokcer :)

Insya Allah.

Wednesday, December 19, 2007

Skenario Baru Indopolitik

Membangun bisnis memang tidak mudah. Selalu ada kesulitan dan tantangan. Tetapi, bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan.

Kalau uang sudah ada di kantong sendiri, mungkin sedikit lebih mudah. Tetapi jika uangnya ada di kantong orang lain, ada di kantong investor, tidak mudah meyakinkan agar uangnya mau digunakan untuk membangun sebuah bisnis. Apalagi jika si investor belum memiliki visi yang sama untuk bisnis tersebut.

Ini yang saya alami dalam membangun Indopolitik, situs politik interaktif yang menggabungkan fitur-fitur news, sms text, sms 3G, dan IP TV. Sudah beberapa bulan ini, usaha saya selalu kandas dalam meyakinkan investor agar mau mendanai pengembangan situs Indopolitik.

Namun demikian, saya tidak pernah putus asa. Cita-cita membangun situs Indopolitik terus menyala, dan saya yakin suatu saat situs ini akan bisa berjalan seperti yang saya harapkan dan saya impikan. Apalagi, teman baik saya yang juga menjadi mitra di Indopolitik, Ivan Latif, masih memiliki harapan dan mimpi yang sama dengan saya.

Sekali situs ini terkembang, insya Allah akan mengalahkan MyRMnews.com dan Detik.com :)

***

Minggu ini saya menemukan skenario baru. Menjual secara langsung Indopolitik mungkin tidak menarik karena tidak jelas kapan uang yang diinvestasikan akan kembali. Lalu terlintas dalam benak saya untuk menjual 10% saham saya di PT Arto Selaras Mandiri Indonesia (Asmindo) dengan harga Rp 1 miliar.

Hitung-hitungannya, dengan pembelian 10% saham Asmindo, investor bisa menghitung uangnya dapat kembali (break even point) dalam waktu 16 bulan. Not too bad untuk sebuah investasi. Investasi pada bisnis makanan malah memerlukan waktu 3 hingga 5 tahun untuk bisa mendapatkan kembali uangnya, dan membutuhkan dana yang jauh lebih besar. Seorang kawan yang membeli franchise Kafe Tator, membutuhkan dana lebih dari Rp 3 miliar untuk mendirikan kafe itu di Pacific Place Mall, dan prediksinya baru bisa kembali setelah 3 tahun.

Dari uang sebesar Rp 1 miliar tersebut, setengahnya masuk ke kantong saya dan Ivan (tentu saja ada bonus buat Agus Ismanto yang telah setia menjaga Indopolitik), setengahnya akan diinvestasikan di Indopolitik, untuk biaya operasional 1 tahun pertama. Sebagai bonus tambahan, investorpun akan mendapatkan saham pada perusahaan yang akan dibentuk untuk mengelola Indopolitik, yang rencananya akan diberi nama PT Indopolitik Primawarta (IP).

Seseorang yang telah memiliki pengalaman dalam membangun pay per view TV, yaitu Indovision dan Swara TV, nampaknya berminat, dan saat ini sedang mempelajari penawaran saya. Jika beliau bersedia menjadi investor, saya bukan saja bisa mendapatkan modal untuk membangun Indopolitik, tetapi saya juga menemukan strategic partner untuk membangun IPTV (Internet Protocol Television) yang akan menjadi salah satu fitur Indopolitik.

Komposisi pemagang saham PT Indopolitik Primawarta rencananya adalah Agus Ismanto 10%, Ardi Lukianto 5%, PT Asmindo 4o%, Fami Fachrudin 15%, Ivan Latif 15%, dan Investor 15%.

Ada seorang kawan yang bertanya, mengapa harus memberi saham 40% kepada PT Asmindo? Saya pikir ini hanya goodwill saya dan Ivan saja untuk menjaga hubungan Asmindo dengan Indopolitik dalam jangka panjang, karena ada satu sisi bisnis yang kelak harus dilakukan keduanya secara bersama-sama.

Beliau yang bertanya mengusulkan kenapa yang 40% tidak diatasnamakan saya dan Ivan saja? Toh dengan begitu kontrol atas kedua perusahaan itu masih tetap dalam kendali saya dan Ivan. Boleh juga ... :)

Atau barangkali, jika Haryo Seno, pemegang saham Asmindo yang lain, bersedia melepas 5% saham dengan harga Rp 500 juta, lalu separuh hasil penjualan sahamnya diberikan kepada Indopolitik dan separuhnya lagi masuk kantong Haryo, maka sebagian saham itu bisa diberikan kepada Haryo.

Dari sisi Haryo ini bisa menjadi hitung-hitungan yang menarik. Investasi Rp 500 juta pada bulan Nopember 2007 telah berhasil mengembalikan Rp 450 juta pada bulan Januari 2008, dan ia masih memiliki saham di Asmindo sebesar 11,5% dan saham di Indopolitik, say, 10%. Menarik khan Yo? :) :)

Saturday, December 08, 2007

Asmindo Berbenah

Sebulan sudah berlalu sejak saya dan kawan-kawan DPM mengambil alih saham PT Arto Selaras Mandiri Indonesia (Asmindo) sejak 6 Nopember lalu. Sudah cukup banyak yang dilakukan untuk membenahi dan memperkuat struktur bisnis Asmindo:
  • Pengurusan dokumen legal yang baru, seperti Pengesahan Kehakiman, SIUP, dan TDP akhirnya selesai pada Kamis (6/12) kemarin. Dokumen ini diperlukan untuk mengurus berbagai keperluan administrasi perusahaan, seperti perubahan otoritas rekening perusahaan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham yang baru.
  • Penambahan 2 unit server baru sekaligus penambahan kapasitas rak server yang disewa Asmindo. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi target trafik per harinya. Dengan server yang lama, Asmindo hanya sanggup menangani sekitar maksimum 200.000 sms per hari. Kini, dengan server yang baru, Asmindo bisa menangani hingga 2 juta sms per hari.
  • Untuk memenuhi target 2 juta sms per hari, Asmindo akan membuka kode akses yang baru pada operator seluler XL dan Fleksi. Targetnya, bulan Desember ini nomor akses atau short code 3689 juga bisa diakses melalui XL dan FLeksi.
  • Untuk bisa mendapatkan nomor akses yang baru pada XL dan Fleksi, Asmindo diminta membuat program layanan sms pada kedua operator tersebut. Khusus untuk XL, mereka meminta produk yang berbasis 3G, dan saat ini kawan-kawan sedang menyiapkannya. Pada saatnya, produk tersebut akan saya umumkan. Saat ini masih menjadi rahasia perusahaan, takut dicuri oleh pesaing Asmindo :)
  • Bekerjasama dengan PT Gramedia Pustaka Utama dan Indosat, Asmindo akan membuka layanan produk VAS (value added services) rich content komik Tintin, seperti kuis Tintin, download wallpaper dan theme Tintin, kartu perdana Tintin, dan lain-lain.
  • Asmindo juga sedang menyiapkan program download untuk ringtones, wallpaper, video, dan theme. Di tengah jalan, program ini bertemu dengan rencana PT Suara Papah Merdu (bukan nama sebenarnya) yang akan menjual lagu-lagu lewat sms dan polling program semacam kontes calon artis yang diselenggarakan oleh perusahaan tersebut bekerjasama dengan sebuah stasiun televisi swasta.
  • Untuk mengoptimalkan server yang ada, Asmindo juga akan membuka bisnis webhosting yang diberi nama Jawara Web. Pasar webhosting di Indonesia, menurut Ardi, konon masih cukup luas. Januari nanti Asmindo akan membuka bisnis ini, dus Asmindo rencana akan merekrut 2 karyawan baru, customer service officer dan staf marketing, untuk membantu Ardi menjalankan bisnis ini.
Ada beberapa program lainnya yang sedang disiapkan oleh manajemen Asmindo, namun saat ini masih berstatus confidential. Secara garis besar, nama-nama program tersebut adalah SMS Agregator, SMS Barcode, dan Mobile Friendster. Untuk itu saya mohon maaf belum bisa membuka informasi detilnya kepada publik :)

Wednesday, December 05, 2007

Salah Kaprah Yang Muda Yang Memimpin

Ketika membaca undangan perhelatan deklarasi kaum muda untuk merebut kepemimpinan di sebuah milis pada Oktober lalu, saya termasuk yang mencibir.

Bukan karena saya tidak respek terhadap kegiatan tersebut, tetapi karena kepemimpinan telah dipersempit hanya pada lingkup kepemimpinan politik. Seolah-olah, segala carut-marut bangsa ini timbul karena ada masalah dalam kepemimpinan politik. Lalu masalah itu direduksi menjadi lebih sempit lagi, bahwa masalahnya karena kepemimpinan politik dipegang oleh kaum tua dan permasalahan bangsa ini akan selesai kalau anak muda diberi kesempatan mengambil alih kepemimpinan politik.

Bagaimana saya tidak mencibir, saya serta merta teringat pada sejumlah anak muda, terutama kawan-kawan saya, orang-orang yang saya kenal dengan baik sejak masih miskinnya. Meski mereka kawan-kawan baik saya, saya tetap harus jujur bahwa apa yang mereka lakukan di dunia politik tidaklah memberi harapan pada perbaikan nasib bangsa ini. Mereka sibuk dengan dirinya --bahkan keluarganya-- dan partainya. Mereka tidak sibuk oleh urusan-urusan besar bangsa ini yang harus ditangani secara tulus, jujur, dan sungguh-sungguh.

Saya selalu mengatakan kepada kawan-kawan, kalau masih punya hasrat "mencangkul" untuk memperkaya diri, janganlah maju ke dunia politik, apalagi bagi mereka yang terjun ke dunia politik dengan legitimasi "baju takwa" atau baju Muhammadiyah --lingkungan darimana saya berasal. Jangan pertontonkan kepada publik, bahwa kita bisa kaya kalau terjun ke dunia politik.

Berikut ini adalah tulisan yang sepertinya menampung seluruh uneg-uneg saya soal keinginan sejumlah anak muda tampil "meminta" jatah kursi kepemimpinan politik.


Anak Muda
Mohamad Sobary

Kompas, Minggu, 02 Desember 2007

Anak-anak muda menuntut hak untuk memperoleh giliran memimpin. Sayang tak ada penjelasan mengenai memimpin apa. Sesudah deklarasi yang disiarkan Metro TV malam itu, suasana senyap kembali, seperti tak pernah terjadi apa pun.

Ada tanggapan ala kadarnya dari Wapres Jusuf Kalla yang tak bergema secara luas. Kemudian muncul sebuah tulisan di media, yang tak cukup meyakinkan, bahwa kaum muda memang bersungguh-sungguh. Generasi muda, harapan bangsa, ternyata juga tak punya konsep tentang kepemimpinan, terobosan terhadap krisis, dan jawaban tentang ke-Indonesia-an masa depan.

Apa yang mereka maksud memimpin? Sudah begitu banyak anak muda menjadi anggota DPR, tetapi kekuasaan membuat mereka terbius dan kesudahannya hanya sibuk memperkaya diri.

Ada pula di antara mereka yang menjadi menteri, tetapi tak tampak hal yang mencolok mata. Misalnya, minimal, hidup sederhana, memahami kesusahan rakyat, memiliki empati dan sikap populis, serta tidak memewahkan diri.

Pekerjaan semudah ini saja tak bisa dipenuhi. Apalagi diminta berprestasi. Lalu, siapa anak muda yang merasa siap dan menganggap sudah tiba waktunya memimpin ini?

Kalau mereka datang dari kalangan yang sudah disebut di atas, daya tarik apa yang hendak ditawarkan kepada publik? Rakyat sudah bosan melihat "wayang" politik yang pemain-pemainnya sudah kehilangan inspirasi dan daya juang. Kita tak lagi memiliki tokoh politik yang agak sedikit otentik. Kita tak punya tokoh yang patut disebut pejuang atau patriot.

Kualitas tokoh politik kita hanya setingkat dengan stereotip yang kita lekatkan kepada pegawai negeri: seadanya, kurang kreatif, ogah berinisiatif, dan gigih menjaga "tradisi" tak bertanggung jawab.

Dibandingkan dengan tokoh-tokoh bisnis, tokoh media, tokoh keilmuan, dan tokoh lembaga swadaya masyarakat, tokoh politik kita jauh tertinggal. Di dalam bidang-bidang tadi mereka berjuang dengan segala risiko dan lebih dari layak disebut pemimpin.

Maka, tak ada di antara mereka yang ikut merengek minta kesempatan memimpin karena mereka sudah menjadi pemimpin. Mereka tumbuh dari pergulatan nyata, sedang para tokoh politik kita direkrut partai-partai politik yang agak busuk bagian dalamnya dan tak punya visi besar yang tampak segar di luarnya.

Pada zaman gerakan mahasiswa tahun 1977/78 dulu ada seruan dari salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia, minta agar di DPR/MPR ada wakil mahasiswa. Dulu saya juga mahasiswa, tetapi saya tidak tertarik sama sekali mengikuti pandangan politik macam ini.

Kepemimpinan datang tidak dari kesempatan yang "diberikan" secara bergantian, seperti dalam suatu arisan, melainkan dari prestasi yang tampak oleh publik dan mendapat pengakuan publik. Alam memang mengatur yang tua otomatis lengser. Tetapi, tak semua yang muda dengan sendirinya boleh nangkring begitu saja. Kecuali, sekali lagi, bila kita bicara tentang mekanisme politik yang tak pernah, atau jarang sekali, bicara tentang kompetensi.

Dalam sebuah seminar di IAIN Sunan Kalijaga di Yogya sekitar tahun 1993, ada mahasiswa yang meminta agar saya tak menulis resensi buku.

"Biarkan resensi buku itu menjadi bagian teman-teman mahasiswa. Sampean menulis esei saja," kata dia. Saya pun menuruti "nasihat" itu.

Menulis esei tidak mudah. Pada zaman saya belajar menulis sudah banyak nama-nama beken yang sangat mapan. Tetapi, saya tak pernah meminta kepada, misalnya Emha Ainun Nadjib atau Goenawan Mohamad, untuk tidak lagi menulis supaya tulisan-tulisan saya yang dimuat media.

Jurang antargenerasi memang sering menganga lebar. Dalam sejarah, ketegangan antargenerasi muncul dalam pergolakan pemikiran antara yang muda —maju, dinamis, progresif-revolusioner— berhadapan dengan golongan tua —konservatif, lamban, memuja masa lalu, dan memelihara adat— seperti, misalnya, pergolakan kaum muda dan kaum tua di Minangkabau.

Namun, itu pergolakan pemikiran. Sumpah Pemuda lahir dari pemikiran, diteriakkan dalam perjuangan pemikiran dalam memandang masa depan. Cipto Mangunkusumo melawan Sutatmo Suryo Kusumo pada tahun 1918 dalam perdebatan ide dan aspirasi kultural yang jelas dalam memandang masa depan bangsa.

Polemik kebudayaan lahir dari ketegangan pemikiran. Ahmad Wahid bergolak pada zaman tenang lewat pemikiran. Mengapa pada abad kegelapan dan zaman penuh kebuntuan sekarang tak lahir percikan pikiran? Mengapa yang lahir hanya kehendak berkuasa yang dibangun di atas asumsi bahwa kekuasaan bisa diatur bergiliran?

Berkali-kali saya hadir, bahkan diminta pidato, dan agak berapi-api, dalam deklarasi partai milik anak-anak muda yang segar wawasannya, jernih naluri politiknya, dan berani gigih bekerja. Di tengah-tengah mereka, saya membayangkan generasi Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Tan Melaka.

Saya tak peduli dianggap muda apa tua, saya berpihak kepada mereka yang muda dan bergolak. Tetapi, terhadap anak muda yang hanya meminta—tanpa konsep, tanpa kesiapan—saya merasa betapa jauh jarak kita sekarang dengan generasi Bung Karno dan Bung Hatta.

Kita merosot di titik mengenaskan. Zaman memang sudah berubah. Tetapi, dalam perubahan itu haruskah kita tak berpikir melainkan hanya mengharap sambil menunggu kemurahan alam yang akan memberi yang muda momentum emas untuk memimpin?

Apa yang mau dipimpin kalau anak muda hanya siap untuk membacakan sebuah deklarasi?

Saturday, December 01, 2007

Tujuh Dosa Sosial

Mengapa Indonesia terus amburadul? Mungkin karena bangsa ini gemar melakukan "tujuh dosa sosial" seperti pernah disampaikan Mohandas K. Gandhi berikut:
  1. politik tanpa prinsip,
  2. kekayaan tanpa kerja keras,
  3. perniagaan tanpa moralitas,
  4. kesenangan tanpa nurani,
  5. pendidikan tanpa karakter,
  6. sains tanpa humanitas,
  7. peribadatan tanpa pengorbanan.