Monday, September 07, 2015

Mencium Hajar Aswad

Sudah 4 kali saya pergi ke tanah suci Makkah. Perjalanan pertama adalah umrah sendirian (2000), kemudian haji bersama sahabat baik saya Ahmad Muzani (2001), umrah lagi bersama keluarga (2002), terakhir umrah bersama Abdul Aziz bos PT Natuna Energi Indonesia (2013).

Dari semua perjalanan itu, hanya sekali saya mencium hajar aswad. Itupun melalui proses yang saya anggap suatu keajaiban. Kisahnya bermula saat saya ikut antri hendak mencium hajar aswad. Setelah agak lama ngantri, semakin dekatlah posisi saya dengan hajar aswad. Sungguh kaget saya, dari jarak yang cukup dekat saya melihat perilaku orang yang berdesak-desakan saat hendak mencium batu hitam yang mulia itu. Di luar antrian saya, banyak jamaah yang tidak mau antri dan langsung menyerbu hajar aswad dari semua arah. Karena itu terjadilah desak-desakan saling berebut menuju satu tempat itu. Dalam proses desak-mendesak itu, banyak orang marah, mengumpat, bahkan ada yang menggunakan sikut untuk menyingkirkan jamaah lainnya.

Hatiku sontak bertanya, lho gimana sih, di depan Kabah kok menyakiti orang lain? Demi mencium hajar aswad kok melukai perasaan orang lain? Ibadah apa begini? Hati saya terus berulang mepertanyakan perilaku buruk jamaah umrah di depan Kabah itu.

Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari antrian. "Tidak ada gunanya mencium hajar aswad dengan cara seperti itu," keluh saya. Saya pun menyingkir keluar dari antrian sambil terus melihat hajar aswad yang dikerubuti jamaah. Pada saat berdiri melihat perilaku jamaah yang sedang berebut mencium hajar aswad, datanglah sejumlah asykar (tentara keamanan) kerajaan. Asykar melakukan pembersihan dengan membubarkan seluruh antrian dan mengusir semua jamaah di sekitar hajar aswad. Asykar kemudian berbaris membentuk barikade membuat jalan selebar 1 meter yang kanan kirinya dibatasi barisan asykar. Agar tidak ditembus jamaah lain, asykar membuat barisan yang rapat, sikut asykar satu dengan sebelah kanan kirinya saling bertautan. Lalu datanglah rombongan manusia "mulia" entah siapa mereka; anggota kerajaan kah, tamu negara kah, saya tidak tahu.

Dalam suasana terpana, melihat peristiwa yang terjadi begitu cepat, dimulai saat melihat perilaku jamaah berebut mendekati hajar aswad, tiba-tiba bubar, lalu berdiri barikade asykar di depan mata saya, tiba-tiba saya bergerak menembus asykar dan tahu-tahu saya sudah berada dalam barisan tamu "mulia" itu.

Saya berjalan dengan tenang ikut antrian tamu "mulia" yang dikawal asykar itu. Saat giliran tiba, saya berdiri persis di depan hajar aswad, saya langsung mencium hajar aswad dengan cukup khusyuk. Merasa sudah cukup menciumnya, tiba-tiba pundak saya ada yang menarik dan tahu-tahu saya sudah terlempar ke belakang. Jamaah umrah kembali berebut mencium hajar aswad, dan asykar beserta tamu "mulia" itu sudah pergi entah ke mana.

Pepatah Melayu mengatakan "takkan lari gunung dikejar", kalau sudah waktunya mencium hajar aswad, tidak perlu berdesak-desakan, apalagi sampai menyakiti orang lain, pun datang juga kesempatannya.

Allahu akbar!