Dalam beragama, sebagian saya masih suka dengan cara-cara yang tradisional. Dalam artian, tidak mau terlalu dirasionalkan. Salah satunya, setiap Ramadhan, saya memiliki tradisi khatam tadarrus Al-Qur'an minimal sekali.
Ada orang bilang, membaca Al-Qur'an harus tahu artinya, jangan cuma membaca tanpa tahu maknanya. Untuk hal ini tidak berlaku bagi saya. Bagi saya, ada kenikmatan tersendiri dalam ber-tadarrus, melantunkan Al-Quran dengan dimerdukan suaranya, meski tidak sepenuhnya saya tahu artinya.
Salah satu surah favorit saya adalah surah Yusuf. Ini adalah kisah terbaik (akhsana al-qoshoshi) yang diturunkan Allah dalam Al-Qur'an. Cerita kemanusiaan yang sangat dramatis. Ketika seorang ayah dipisahkan kehidupannya dari anak kesayangannya, karena iri dan dengki saudara-saudara Yusuf. Meski ayahanda Yusuf sudah dikabarkan sebelumnya melalui mimpi bagaimana kelak kehidupan Yusuf, tak pelak sebagai ayah ia tetap saja bersedih.
Dan aku selalu saja menitikkan air mata, tatkala membaca kalimat "fashabrun jamiil". Terbayang bagaimana pedihnya hati seorang ayah memikirkan nasib anak tercintanya yang sedang berada entah di mana. Hanya dengan kesabaran yang luar biasa dari Nabi Yaqub, ayahanda Yusuf, menunggu kebenaran mimpi anaknya: sebelas bintang, bulan, dan matahari bersujud kepada Yusuf. Benarkah kelak anak-anaknya bersujud (memberi tanda penghormatan) kepada Yusuf dan dia sendiri?
Kalimat "fashabrun jamiil" mengajarkan, hadapilah pedihnya penderitaan dan susahnya kehidupan, dengan kesabaran yang baik. Tidak ada rumus yang paling jitu selain kesabaran untuk menghadapi seluruh ujian dan cobaan yang datang kepada manusia, bagaimanapun beratnya ujian dan cobaan itu.
Fashabrun jamiil...
No comments:
Post a Comment