Menyambut kedatangan presiden AS George Walker Bush siang nanti 20/11, berikut adalah artikel yang telah dimuat di Harian Pikiran Rakyat.
Selamat Datang Tuan Bush
Oleh: Hasan Syukur
Selamat datang Tuan Bush, Anda telah berada di negeri yang ramah, yang selalu memuliakan tamu-tamunya. Bahkan demi menyambut Anda, pemerintah kami telah mengorbankan banyak hal, menghentikan denyut kehidupan ekonomi yang umumnya kaum miskin di sekitar Istana Bogor tempat Anda diterima sebagai tamu istimewa, sekolah dan kantor-kantor diliburkan, bahkan telefon seluler dimatikan beberapa jam sebelum dan sesudah kedatangan Tuan.
Pemerintah kami --walaupun kedatangan Tuan mendapat penolakan hebat-- mendadak membangun helipad tempat heli Tuan mendarat di Kota Hujan itu. Padahal sejak berdirinya dua abad lampau, taman nasional itu, tak pernah ada yang berani mengusik. Para pengelola Kebun Raya terpaksa sibuk mengamankan beberapa jenis tanaman langka yang selama ini mendapat proteksi ketat seperti teratai raksasa atau teratai Amazon (Victoria Amazon) dan palm Maldives (lodoiceae maldivica).
Konon, baru kali ini seorang presiden disambut luar biasa, yang menghabiskan dana miliaran rupiah. Saya tidak tahu apakah karena tergiur oleh carrots seperti bantuan pendidikan, penanggulangan flu burung, penaggulangan bencana alam, pengembangan biodesel, dan teknologi informasi.
Padahal, sebagaimana pernah tuan ucapkan bahwa "tidak ada makan pagi gratis". Contohnya, tatkala Tuan menjanjikan bantuan 157 juta dolar tahun 2003 -waktu kunjungan ke Bali-- untuk "meningkatkan kualitas pesantren". Tuan berjanji akan "membantu" merevisi buku pelajaran agama, menatar para ustaz membuka kesempatan untuk "studi banding" ke Amerika, serta tukar menukar tenaga pengajar. Untuk menghilangkan pandangan yang keliru tentang Amerika, kedutaan AS melaksanakan program menerjemahkan secara besar-besaran buku-buku tentang demokrasi, sistem ekonomi, dan budaya AS, lalu dibagi-bagikan ke segenap pesantren dan madrasah.
Ternyata bantuan itu tidak gratis. Ketika berada di Singapura, dalam rangka menghadiri "Pacific Conference for Security" pada 4 Juni 2004, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld menyebut madrasah sebagai pusat jaringan terorisme, "Madrasah dan pesantren di Indonesia telah menjadi sumber pencetak kaum teroris, dan hal itu harus dihentikan," katanya. Ia mengaitkan peran madrasah dan pesantren dengan aktivitas "kelompok Islam radikal" dan "kelompok "teroris di Indonesia yang katanya menampakkan gejala makin meningkat (The Strait Times, Singapura, 5 Juni 2004).
Padahal, madrasah dan pesantren bagi kami, sejak masa kolonial sudah memiliki identitasnya sendiri. Bukan hanya lembaga pendidikan yang mencetak anak bangsa, ustaz dan ulama saja. Tapi menjadi benteng perlawanan bangsa melawan kolonialisme.
Karena itu berbagai usaha dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menggabungkan pesantren dan madrasah ke dalam system pendidikan resmi gubernemen. Usaha itu gagal. Lalu madrasah dan pesantren dicap sebagai wilde scholen (sekolah liar). Dalam sejarah, madrasah dan pesantren telah melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa di semua bidang, perdagangan, politik, pers, dan militer.
Upaya untuk menggabungkan pesantren dan madrasah ke dalam sistem resmi pemerintah kolonial, tampaknya dicoba lagi di era globalisasi. Upaya Tuan untuk menangani madrasah dan pesantren itu tampaknya ditindak lanjuti oleh sejumlah kalangan yang meminta penanganan madrasah dan pesantren yang selama ini dikelola oleh Departemen Agama agar dipindahkan ke Departemen Pendidikan Nasional. Alasannya, substansi madrasah sebenarnya adalah pendidikan, bukan agama. Usulan itu terungkap dalam diskusi "Masa Depan Madrasah" yang diselenggarakan oleh "Indonesian Institute for Civil Society" di Jakarta 27 Juli 2004.
Madrasah dan pesantren memang substansinya adalah pendidikan tetapi bukan lembaga pendidikan biasa. Itu tadi, madrasah dan pesantren adalah lembaga internalisasi nilai-nilai Islam yang berperan menegakkan, meneruskan, mempertahankan dan melestarikan akidah, nilai-nilai dan tradisi Islam bagi kepentingan komunitas Muslim. Karena itu, madrasah dan pesantren harus berada di bawah pengelolaan penanggung jawab lembaga yang memahami benar tujuan dari tarbiyah Islamiyah dan kebutuhan umat Islam. Menyerahkannya kepada Depdiknas yang sekuler akan meniadakan secara mendasar pusat nilai-nilai Islam yang menjadi sumber bagi pembentukan kader-kader penerus umat.
Pesantren dan madrasah hanya sebagian saja dari kebijakan Tuan. Setelah peristiwa 11 September 2001, negeri tuan yang mengangap diri sebagai globo-cop alias polisi dunia mulai memobilisasi dukungan internasional dala kampanye "perang menumpas terorisme". Ancaman if you're not with us, you're against us - kalau tidak ikut kami, Anda menjadi musuh kami. Dengan nada congkak dan mengancam Tuan memaksa negara-negara lain untuk bergabung dengan negeri Tuan "menumpas terorisme".
Padahal, peristiwa yang meruntuhkan Gedung WTC di New York itu disinyalir rekayasa Tuan untuk mendapatkan pembenaran menyerbu dan menduduki negeri Muslim Afghanistan (Thierry Meyssan, "9/11 The Big Lie America"- 2003) dan belakangan Irak dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal -yang tak pernah ada.
Untuk mendapat dukungan kaum agamawan fundamentalis, lalu Anda mengumumkan "perang melawan teroris" dari sebuah katedral dengan sebutan War of the Crusade (perang salib). Padahal motif "perang" itu bukan sentimen agama, tapi demi memenuhi nafsu kapitalisme, menyedot minyak yang ada di perut bumi negara-negara Muslim. Benar, kata Yury Fedorof ahli Rusia pada Chatam House, London : Abad ke 21 akan didominasi oleh peperangan mencari sumber daya energi.
Gilirannya, negeri kami pun diobok-obok. Awalnya, Singapura dan Australia, sekutu Tuan, mengeluarkan tuduhan bahwa Indonesia sarang teroris internasional. Para pejabat Indonesia menyanggah tuduhan itu. Tuan berkali-kali meminta pemerintah Indonesia menangkap beberapa tokoh yang disebut dedengkot teroris Asia Tenggara yang terlibat dalam jaringan Alqaeda. Salah satu nama itu adalah Ustaz Abubakar Ba'asyir pimpinan pondok Pesantren Al Mukmin di Ngeruki Solo yang dituduh juga pemimpin Jamaah Islamiyah sebagai salah satu sayap Alqaeda.
Seolah-olah ingin membuktikan tuduhan, Sabtu 12 Oktober 2002 pukul 23.05 waktu setempat, tiba-tiba terjadi ledakan bom dahsyat di Legian Bali yang menewaskan ratusan turis asing. Abubakar Ba'asyir pun dipaksa ditahan. (Belakangan, di pengadilan, tuduhan itu tak terbukti, dan setelah dipaksa dihukum 2,5 tahun ia dibebaskan. Pembebasan itu membuat Tuan dan sekutu Tuan John Howard Perdana Menteri Australia meradang).
Sementara itu sejumlah santri digaruk dan dijadikan tersangka bom Bali, antara lain Amrozi c.s. Kami tak tahu siapa Amrozi c.s. Apakah "intel melayu" yang dikorbankan demi ambisi tuan, atau demikian semangat antiimperialisme AS sehingga mengklaim bom itu hasil karya mereka, atau manusia-manusia lugu yang bisa diamang-amang dan diiming-iming sehingga berani membuat pengakuan palsu --siapa pun mereka, patut dihukum, dan kini tengah menanti eksekusi hukuman mati. Pasalnya, serangan bom Bali itu dilihat dari jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkannya merupakan salah satu yang paling dahsyat.
Joe Vialls, pengamat masalah terorisme dan pakar bahan peledak dari Australia, meyakini bom itu terbuat dari bom jenis nonkonvensional yang dikenal dengan singkatan SADM -Spesial Atomic Demolition Munition, alias bom mini nuclear (micro nuke). Negara-negara yang memiliki bom jenis ini menurut Vialls, baru Israel, AS, Inggris, Prancis dan Rusia. "Setahu saya dunia Islam belum memiliki askes kepada SADM", demikian kata Joe Vialls. (http://homepage.ntlworld.com, 15 Oktober 2002).
Sayangnya polisi menolak permintaan Amien Rais (waktu itu Ketua MPR-RI) agar dalam reka ulang Amrozi c.s. diminta merakit sendiri bom serupa lalu diledakan di tengah lapang yang luas, untuk membuktikan pengakuannya bahwa bom itu benar-benar hasil rakitannya. "Bagaimana mungkin seseorang biasa dari sebuah desa, bisa memiliki bahan peledak yang bahkan angkatan bersenjata Indonesia pun tak mudah memilikinya?" kata Jerry D. Gray wartawan, mantan US Air Force. ("Dosa-dosa Media Amerika-2006").
Sebelum perang melawan terorisme ini dilancarkan, Indonesia adalah negeri yang damai. Saat ini Indonesia dicemari serangkaian serangan bom misterius. Menurut Gray, sepertinya lebih merupakan kampanye terselubung intelijen barat untuk memberi kesan bahwa Indonesia adalah negara teroris. Padahal ancaman sesungguhnya bagi perdamaian dunia adalah Anda, Tuan George W. Bush, bukan Alqaeda, Jamaah Islamiyah atau siapa pun. Selamat datang Tuan Bush! Sebagai pribumi kami berkewajiban menghormati Anda sebagai tamu "terhormat".***
Penulis, wartawan senior.
No comments:
Post a Comment