Kamis (19/10) pukul 7 pagi saya beserta keluarga pulang kampung dengan membawa 2 kendaraan. Kendaraan pertama membawa saya beserta istri dan tiga anak saya. Kendaraan kedua membawa ibu beserta adik-adik saya: Temi, Fitri, Amin, dan Fathi. Kami menuju ke Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Tahun ini saya giliran berlebaran di Pati, yang letaknya hampir di ujung timur Jawa Tengah, di tempat ibunda istri saya. Agar sopir tidak terlalu capai menempuh perjalanan Jakarta-Pati, saya siasati mampir dulu ke Bumiayu, baru besoknya perjalanan dilanjutkan ke Pati.
Sampai di Bumiayu siang pukul 13.00. Kami lalu beristirahat sambil menunggu berbuka. Kami semua tetap berpuasa, kecuali anak-anakku. Saya memberi kelonggaran kepada anak-anak untuk tidak berpuasa pada hari ini.
***
Jum'at (20/10) pagi saya membagikan sedekah kepada warga sekitar yang memiliki kesulitan ekonomi alias hidup susah. Saya sediakan Rp 1 juta untuk dibagikan kepada 50 orang: setiap orang mendapat Rp 20.000. Adik saya membuat daftar 50 orang yang berhak menerima sedekah. Sampai siang hari, yang datang ternyata lebih dari 50 orang, bahkan hampir lebih dari 70 orang. Ada yang lupa didaftar, ada juga di antara mereka yang langsung berdatangan ke rumah ibuku begitu mendengar ada pembagian sedekah di sana. Agar tidak ada yang kecewa, alokasi anggaran ditambah sesuai jumlah orang yang datang ke rumah ibuku.
Jum'at siang pukul 13.30 saya meluncur ke Pati. Menjelang berbuka, kendaraan kami baru sampai kota Kendal. Saya memutuskan berbuka di Restoran Ayam Goreng Suharti, yang letaknya persis sebelum pintu masuk tol Semarang dalam kota. Selesai berbuka kami melanjutkan perjalanan, tiba di Pati pukul 10 malam.
***
Sabtu (21/10) pagi, ibu mertua mengajak menengok saudara-saudara almarhum ayah mertua di Batangan, yang letaknya sekitar 30 KM dari Pati menuju arah Rembang. Udara di Batangan sangat panas karena daerahnya dekat pantai utara Jawa. Daerahnya nampak minus. Kebanyakan rumah di sana terbuat dari kayu dan berlantai tanah. Meski begitu, anak-anakku, terutama Raisa, sangat menikmati. Ia sangat menikmati bermain-main dengan sapi dan kambing yang di pelihara di samping rumah. Ia ikut ramai-ramai memberi makan kepada hewan-hewan itu bersama keponakanku lainnya.
Menjelang pulang, istriku meminta ijin untuk membagi-bagikan sejumlah uang buat adik-adik dan keponakan almarhum ayahnya. Saya tentu setuju saja. Apapun yang bisa dilakukan untuk membahagiakan orang dalam menghadapi lebaran, pasti saya setuju. Lalu istriku menyiapkan 14 amplop berisi masing-masing uang Rp 100.000.
Siang itu kami kembali ke Pati. Di perjalanan, seorang teman baikku, mantan ketua PB-HMI, sms bahwa ia belum siap berlebaran karena belum ada dana. Aku jadi ingat dengan senior di HMI yang juga belum sempat saya kirimi obat puyeng untuk berlebaran. Juga ingat pada sahabatku, seorang dokter, yang juga pusing tidak punya uang untuk berlebaran, dan meminta saya membagi kepadanya. Ibuku juga telepon ada beberapa saudara di Bumiayu yang belum mendapat pembagian. Pusing juga aku memikirkan semua itu.
Sekembali di Pati, sekitar pukul 14.30, sopirku, Danu, pulang ke Purwakarta. Ia ingin berlebaran bersama keluarga. Sudah 4 lebaran ia selalu ikut bersamaku di kampung. Padahal, pada lebaran sebelumnya, setiap aku menawarkan cuti ia selalu menolak. Ia selalu ingin berlebaran di Jawa bersama keluargaku. Kali ini, anaknya yang sudah masuk SMP tahun ini, kelihatannya merengek minta berlebaran bersama ayahnya. Aku tidak keberatan, bahkan mendukung.
***
Minggu (22/10) pagi, saya tanpa pikir panjang ke ATM BCA. Saya lihat di rekening tinggal Rp 8jt-an. Lalu saya bagikan Rp 4jt kepada kawan-kawan itu. Malamnya kami takbiran. Sebagai warga Muhammadiyah, jauh-jauh hari sudah saya putuskan ikut keputusan Muhammadiyah, yaitu berlebaran pada hari Senin, 23 Oktober 2006.
Ipar saya yang pengurus teras PD-PKS Pati berlebaran sesuai instruksi partai. Malamnya mereka mendengar ada instruksi PKS berlebaran hari Selasa ikut pemerintah. Esoknya, mertua saya memutuskan berlebaran ikut saya.
***
Senin (23/10) pukul 05.30 kami sudah bersiap ke Stadion Pati, tempat penyelenggaraan shalat Idhul Fitri. Shalat dimulai pukul 06.30. Karena aku tidak bisa membawa mobil, dan sopir tidak ada, iparku yang mengantar ke lokasi. Setengah menggoda, saya ajak ikut shalat ied bersama, ia tidak mau. Rupanya, ia sudah menerima tawaran menjadi khatib di masjid Pati yang ada di alun-alun, yang diselenggarakan pada 24 Oktober.
Hari ini total istirahat di rumah. Kami pesta mangga. Mertuaku memiliki 7 pohon mangga di kebun belakang rumah. Kebetulan, sudah banyak mangga yang masak di pohon. Kami memetik mangga hampir sebanyak 4 kardus aqua. Ketika Danu pulang, ia juga membawa 1 kardus penuh berisi mangga yang sudah masak.
Malamnya, kami sekeluarga menyaksikan acara takbir keliling di alun-alun Pati. Acaranya dibuka oleh Bupati Pati. Peserta takbir keliling dan masyarakat yang menonton tumpah ruah di alun-alun. Malam itu terlihat sangat meriah.
***
Selasa (24/10) kakak ipar dan keluarga besar mertua saya berlebaran. Pagi itu rumah mertua saya ramai. Kakak-kakak istriku berdatangan untuk meminta maaf kepada ibunya. Selesai
open house di rumah, mertua mengajak mengunjungi adiknya, istriku memanggilnya Om Kar.
Maka, saya beserta istri dan anak-anak, mertua, dan kakak ipar pergi ke rumah Om Kar. Sampai di sana, sudah ramai saudara-saudara istri saya berkumpul. Ruang keluarga penuh sesak. Terdengar orang tertawa di sana-sini. Semua terlihat gembira. Alhamdulillah.
Wisit atau
angpao buat para keponakan dibagi-bagikan oleh Om Kar. Setiap anak, termasuk anakku mendapat 10 lembar uang seribuan baru. Kakak iparku ada yang tertawa melihat anakku ikut ngantri berebut
wisit dari Om Kar. Ia tertawa karena paginya, istriku baru saja membagikan
wisit kepada para keponakan itu, sekarang anakku malah ikut ngatri minta
wisit dari Om Kar.
Siangnya kami pulang ke rumah dan beristirahat. Kami kembali menikmati limpahan panen mangga.
***
Rabu (25/10) sore saya beserta istri dan anak-anak kembali ke Bumiayu. Berangkat dari Pati pukul 17.30, sampai di Bumiayu Kamis (26/10) pukul 00.20. Ibu sangat suka cita menyambut kedatanganku. Aku tahu, setiap aku giliran berlebaran di Pati, ibuku selalu sedih. Ia selalu ingin aku berlebaran di Bumiayu. Kalau tidak ada saya, katanya, lebaran terasa sepi dan hambar, meski kakakku dan 9 adikku menemaninya. Maka malam itu, aku melihat ibuku sangat bersuka cita begitu aku sampai di rumah. Itulah momen yang paling menggembirakan. Hati ini terasa sangat senang kalau melihat ibu bisa tersenyum bahagia.
Siang harinya, Kamis (26/10), seharian penuh aku di rumah berkumpul bersama ibu, adik-adik, dan keponakan. Nonton TV, makan, tidur 1-2 jam, makan, nonton TV, dan seputar itu kegiatan saya hari ini.
***
Selesai shalat Jum'at (27/10), saya beserta ibu, kakak, adik-adik, istri dan anak-anak saya, ziarah ke makan ayahku, yang meninggal pada 7 Syawal/15 Januari 2000. Sudah cukup lama aku tidak ziarah ke makam ayah. Sebagai keluarga Muhammadiyah, aku termasuk orang yang meyakini bahwa mendoakan orangtua bisa dari mana saja, dari rumah atau masjid, tidak harus datang ke kuburan. Tetapi, berkunjung langsung ke makam memberi nuansa lain. Dengan melihat kuburannya, aku bisa mengenang saat menguburkan ayahku dulu. Aku seperti melihat sosok ayahku sedang terbaring di makam itu. Aku juga bisa melihat makam nenek dan kakekku yang letaknya bersebelahan dengan makam ayahku. Juga makam lainnya dari orang-orang yang saya cintai dan hormati, seperti makam bude dan pakde dari pihak ayah. Ini semua mengingatkan, bahwa akupun kelak akan menyusul mereka.
***
Sabtu (28/10) pagi aku beserta rombongan kembali ke Jakarta. Karena sopirku yang membawa rombongan adik-adik, Nono, agak mengantuk, kami berjalan pelan-pelan. Sementara sopir yang membawaku beserta istri dan anak-anak, Danu, yang biasa ngebut kalau bawa mobil, seperti tidak sabar. Tapi saya memaksa Danu untuk terus bersama-sama dengan rombongan mobil satunya. Kami memasuki Jakarta hampir pukul 21.00. Perjalanan yang melelahkan, tapi menyenangkan dan selalu ingin diulang setiap tahunnya.