Tidak lama setelah Gerindra berdiri, seorang sahabat dari wilayah kanan pol silaturahmi datang ke rumah saya dan memberi peringatan, bahwa Prabowo Subianto adalah seorang sosialis yang anti Islam. Inilah rumor anti yang pertama kali saya dengar. Untuk menjustifikasikan hal itu, dia sebut keberadaan Desmon J Mahesa dan Pius Lustrilanang dalam kepengurusan DPP Partai Gerindra dan ketidaksukaan Prabowo pada gagasan negara Islam yang dianggap sebagai ancaman bagi NKRI.
Alasan tersebut tentu saja tidak kuat, karena kepengurusan Gerindra di semua level tidak pernah mempermasalahkan latar belakang aktifitas pengurusnya sebagai konsekuensi partai terbuka yang bercorak nasionalis. Komposisi pengurus DPP Gerindra, misalnya, terdiri dari banyak kalangan. Dari 45 pengurus saat ini terdapat 2 purnawiraman TNI, beberapa alumni ormas pemuda Islam seperti HMI, PII, PMII, dan Nasyiatul Aisyiyah, serta beberapa tokoh HKTI dan berbagai macam latar belakang lainnya.
Jika masalahnya pada anti gagasan negara Islam, hal itu bukan hanya dimiliki Prabowo Subianto, tetapi banyak tokoh lainnnya, termasuk tokoh-tokoh Islam sendiri. Amien Rais, misalnya, adalah tokoh Islam yang tidak percaya pada gagasan negara Islam.
Semalam (17/10) datang seorang kawan, peneliti sebuah laboratorium politik UI, mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan Faisal Basri beberapa hari yang lalu. Kata Faisal Basri, Gerindra adalah partai yang anti non-muslim, anti China, dan anti modal asing. Saya tidak tahu, apakah nada Faisal Basri saat menyampaikan hal ini sebagai kalimat berita untuk memberitahukan kepada khalayak ramai agar mengetahui hal ini, atau sebagai kalimat bertanya untuk mencari jawaban atas rumor yang ia dengar selama ini. Atas informasi itu dia bertanya kebenarannya kepada saya.
Tuduhan anti non-muslim kepada partai Gerindra jelas salah alamat. Partai Gerindra memiliki pengurus dengan latar belakang agama yang beragam. Di tingkat pusat, agama dan kepercayaan pengurusnya beragam, ada muslim dan non-muslim, ada NU dan Muhammadiyah, ada santri dan abangan, juga ada yang moderat relijius dan sekuler penuh. Dalam setiap acara resmi Gerindra yang menyediakan acara pembacaan doa, selalu dihadirkan pembaca doa dari 4 agama, yaitu Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu Bali.
Jika tuduhan itu kepada sosok Prabowo, maka saya jawab, Prabowo tidak mungkin anti non-muslim. Adik-adik dan keponakannya banyak yang non-muslim. Adik kandungnya Hasyim Djoyohadikusumo adalah seorang yang beragama Kristen (Protestan) dan adik iparnya Sudrajat Djiwandono sekeluarga beragama Katholik. Ibunya sendiri, istri dari begawan ekonomi Sumitro Djoyohadikusumo, juga seorang non-muslim. Salah satu sahabat karibnya sejak 30 tahun lalu yang juga duduk di kepengurusan DPP Partai Gerindra, seorang purnawirawan TNI, adalah seorang Kristen yang taat. Prabowo juga dekat dengan tokoh-tokoh dari Bali yang Hindu dan Timor Timur yang Katholik. Jadi tidak mungkin seorang Prabowo itu anti non-muslim.
Soal tuduhan anti China mungkin berasal dari cerita Prabowo sendiri dalam forum-forum tertutup yang kemudian menyebar ke luar. Saya sendiri pernah mendengar Prabowo bercerita, suatu waktu ia bertemu dengan seorang pengusaha Indonesia dari etnis China yang mengeluh adanya diskriminasi ekonomi di negara ini terhadap etnis China. Maka Prabowo menjawab, "Datanglah ke restoran-restoran mewah yang ada di hotel bintang 5 bintang 4 atau restoran mewah lainnya yang ada di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Berapa banyak pribumi dan berapa banyak orang dari etnismu ada di sana? Datanglah ke forum-forum debitor besar Bank Mandiri atau BNI, perhatikan etnisnya. Berapa banyak pribumi menikmati kredit dari bank-bank pemerintah tersebut? Mungkin jumlahnya tidak lebih dari 10 orang dari 1000 tamu undangan yang ada. Jika ada diskriminasi, mana bisa kalian lebih menikmati kue pembangunan di republik ini?"
Pandangan tersebut menurut saya tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk menuduh Prabowo sebagai anti China. Secara personal Prabowo jelas tidak memiliki masalah dengan ras China, bahkan ia selalu menganjurkan bangsa Indonesia untuk belajar dari bangsa Tiongkok dalam membangun bangsa dan negaranya.
Ia hanya tidak bisa menerima ketidakadilan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat kita. Prabowo hanya marah pada kebijakan ekonomi Indonesia yang tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan, misalnya diukur dari kebijakan kredit perbankan, yang mengucurkan kreditnya mayoritas kepada etnis tertentu.
Utomo Dananjaya menyebutnya, ia bukanlah anti China, tetapi ia pro perjuangan ekonomi kaum pribumi. Prabowo berasal dari keluarga pembela perjuangan ekonomi kaum pribumi. Kakeknya, Margono, adalah pendiri BNI46, bank yang didirikan untuk menandingi kekuatan finansial etnis China yang selama masa penjajahan hidup dengan privilese ekonomi dari Belanda.
Prabowo juga bukan seorang yang anti modal asing atau anti asing. Dalam salah satu pidatonya, yang saya dengar secara langsung, dia mengatakan, sebagai seorang pengusaha pada dasarnya dirinya adalah seorang kapitalis. Ia hanya menolak penjajahan baru dari sektor ekonomi terhadap bangsa dan negara Indonesia. Dalam berbagai kesempatan Prabowo Subianto selalu menjelaskan dan menegaskan bahwa dirinya adalah seorang patriot, seorang merah putih sejati ...
Jika disebut partai Gerindra sebagai partai yang anti neo-liberalisme ekonomi, maka itu benar adanya. Lebih jelasnya sila tengok manifesto partai Gerindra wabil khusus manifesto bidang ekonomi. Mungkin Gerindra merupakan partai pertama yang terang-terangan memposisikan dirinya sebagai partai anti neo-liberalisme ekonomi. Tetapi secara nasional, pandangan seperti ini bukan yang pertama atau satu-satunya. Pandangan tersebut juga dianut oleh banyak ekonom dan politisi kita, termasuk Kwik Kian Gie atau Amien Rais.
:)