Friday, May 16, 2008

Doaku Dikabul

Tahun 2006, aku menawar sebidang tanah dan rumah yang persis berada di belakang rumahku. Aku berniat membelinya karena aku ingin rumahku menghadap ke dua jalan sekaligus, jalan Kalibata Utara I (d/h gang Masjid) dan jalan Duren Tiga Selatan (d/h gang Haji Maun) di bilangan Kalibata. Rumah yang sekarang menghadap ke selatan, ke Kalibata Utara I.

Saat itu, aku sepakat membeli tanah seluas 160 m2 itu dengan harga Rp 600 juta. Pembayaran akan dilakukan selambat-lambatnya 6 bulan sejak kesepakatan dibuat, menunggu uang saya yang dipinjam Mr X dikembalikan. Ndilalah kersaning Allah, pada bulan b-nya, Mr X tidak bisa mengembalikan uang saya sesuai janji, bahkan hingga sekarang.

Setelah direnungkan lebih dalam lagi, kesepakatan waktu itu sepertinya terlalu terburu-buru. Saya terlalu bernafsu untuk memiliki tanah tersebut. Apalagi, ada sedikit niatan ingin manas-manasin sejumlah kawan yang waktu itu mufaraqah meninggalkan saya dalam perkongsian bisnis. Saya ingin menunjukkan, tanpa mereka, saya juga bisa tetap eksis :) :)

Apalagi, sebelah timur tanah itu ada kuburan keluarga pemilik tanahnya berukuran 4x10 m2. Istriku sedikit keberatan karena itu. Walhasil, singkat kata singkat cerita, traksaksi itupun batal.

Namun demikian, setiap saya duduk di teras belakang, rasa ingin memiliki tanah yang menghadap Jl Duren Tiga Selatan masih terus saja menyala. Belakangan, keinginan membeli tanah itu bergeser ke tanah sebelahnya yang ada di sisi barat. Kebetulan, posisi tanah tersebut, tanah belakangnya bersinggungan dengan tanah belakang saya sepanjang 4 meter.

Setiap melihat tembok pembatas sebelah barat tersebut, saya selalu berandai-andai, sekiranya tanah itu bisa menjadi milik saya, tembok sebelah barat bisa saya jebol sehingga dua tanah ini tersambung. Kelak saya bisa memasuki rumah saya dari dua pintu, bisa dari pintu selatan Jl. Kalibata Utara I atau dari pintu utara Jl. Duren Tiga Selatan.

***
Tidak ada angin tidak ada hujan, 3 minggu lalu datanglah pak RT ke rumahku. "Pak Haji, saya diberi kuasa untuk menjual tanah yang di belakang. Tapi saya ingin pak Haji yang membeli," kata pak RT. Buru-buru saya memotong, saat ini saya sedang tidak punya uang. Bayangan saya, tanah itu pasti dijual di atas Rp 900 juta karena luasnya 270 m2.

Pak RT buru-buru menambahkan, "Harga jual terserah saya. Saya mau jual Rp 500 juta biar cepat laku, ditambah biaya pengurusan surat-surat ke Kelurahan dan Kecamatan sekitar Rp 25 juta." Saya cukup kaget mendengar harga yang ditawarkan: Rp 500 juta untuk tanah seluas 270 m2 di Kalibata? Saya langsung membandingkan dengan harga tanah yang persis di belakang rumahku, Rp 600 juta untuk tanah seluas 160 m2, itupun harga 2 tahun yang lalu.

"Tetangga sebelah rumah mau membeli, cash, tapi saya maunya Pak Haji aja nyang beli," kata Pak Daus, RT saya itu, dengan aksen Betawinya. "Harganya emang murah, tapi saya gak ada duit pak RT," jawabku cepat. "Pembayaran gampang, terserah pak Haji aja deh gimana baiknya," bujuk pak RT. Merasa didesak, akhirnya saya minta waktu 2 hari buat berpikir. Gambaran terdekat, saya terlebih dulu harus menjual tanah saya yang di Bumiayu dan di Serpong, baru kemudian cari tambahan di Jakarta.

Setelah 2 hari, pak RT datang lagi ke rumahku. Aku sampaikan kepada dia, bisa membeli tapi dengan 2 kali pembayaran. Pertama membayar DP sebesar Rp 200 juta dan biaya untuk pengurusan surat-surat, sisanya saya minta waktu 4 sampai 6 bulan untuk melunasinya. Pak RT langsung setuju. Kamipun bersalaman.

Setelah saya membayar DP Rp 200 juta, malamnya saya tidak berhenti untuk terus memanjatkan puji syukur kepada Tuhan. Luar biasa, Tuhan Maha Mendengar. Ini adalah sebuah doa yang terkabul. Memang saya tidak pernah secara spesifik berdoa agar bisa membeli tanah di belakang rumah itu. Tetapi, setiap saya melihat tembok pembatas, hati saya selalu berharap, seandainya tanah ini menjadi milikku. Kini, meski belum lunas, tanah itu benar-benar telah menjadi milikku. Bahkan, aku bisa membelinya dengan harga yang relatif sangat murah, jauh di bawah NJOP. Sungguh luar biasa.

Puji Tuhan! Alhamdulillah.

No comments: