Thursday, August 31, 2006

The Fortune at the Bottom of the Pyramid

Ingin tahu solusi alternatif bagaimana cara mengentaskan kemiskinan melalui kapitalisme? Baca buku The Fortune at the Bottom of the Pyramid, karya C. K. Prahalad, diterbitkan oleh Wharton School Publishing, New Jersey, 2005

Buku ini diawali dari perenungan: Apa yang telah kita lakukan terhadap orang-orang miskin di seluruh dunia? Mengapa dengan segala pengetahuan teknologi, managerial know-how, dan kemampuan investasi yg kita miliki, tidak mampu memberikan kontribusi bahkan secara minor sekalipun terhadap problem kemiskinan global? Mengapa kita tidak mampu menciptakan inclusive capitalism (kapitalisme inklusif)?

Meskipun LSM telah bekerja tanpa mengenal lelah untuk mempromosikan solusi lokal (local solutions) dan local entrepreneurship, gagasan entrepeneurship dalam skala besar sebagai solusi yang memungkinkan bagi pengentasan kemiskinan belumlah menemui akarnya. Nampaknya, para politisi, birokrat, dan para manajer perusahaan besar baik yang berskala nasional maupun global sepakat pada satu hal: orang miskin urusan Negara. Kesepakatan implicit ini sangat mengganggu. Sektor swasta berskala besar hanya dilibatkan secara marjinal dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan 80% problem kemanusiaan.

Lalu kita bertanya: bagaimana jika kita memobilisasi seluruh sumberdaya, skala, dan lingkup (scope) perusahaan-perusahaan besar untuk secara bersama-sama menciptakan solusi bagi the bottom of the pryramid (BOP), yaitu mereka 4 miliar penduduk dunia yang hidup dengan penghasilan di bawah 2 US$ per hari? Mengapa kita tidak bisa memobilisasi kapasitas investasi perusahan-perusahaan besar bersama dengan kemampuan dan komitmen LSM dan masyarakat yang membutuhkan bantuan itu sendiri?

Penulis menganjurkan kita untuk mengesampingkan beberapa “for and against”, setuju atau melawan, pandangan-pandangan dunia. Misalnya, “apakah kamu setuju globalisasi atau tidak setuju?”, adalah pertanyaan yang kurang baik. Globalisasi, seperti pergerakan sosial lainnya, membawa kebaikan dan keburukan. Demikian juga, global atau lokal bukanlah debat yang menguntungkan. Juga debat antara perusahaan kecil (microfinance) atau perusahaan besar (multinational firms), bukanlah debat yang menguntungkan. Jelasnya, penulis ingin menghindari paternalisme terhadap kemiskinan yang biasa ada dalam LSM, agen-agen pemerintah, maupun multi-national corporations (MNC).

Secara singkat, hubungan-hubungan yang diharapkan dapat terwujud adalah:

Private enterprise melalui atau bersama-sama dengan (1) organisasi masyarakat sipil dan pemerintah lokal dan (2) agen pembangunan dan bantuan, untuk menggarap BOP consumers dan BOP entrepreneurs guna tercapainya Economic Development and Social Transformation. Dengan kata lain, membangun kemampuan entrepeneurship dan meningkatkan buying power BOP.

Buku ini juga memuat berbagai studi kasus di berbagai negara berkembang mengenai pengentasan kemiskinan melalui partisipasi MNC dengan membangun kemampuan ekonomi mereka yang hidup dengan penghasilan di bawah US$2 per hari.

Komentar-komentar atas buku ini:

The Bottom of the Pyramid belongs at the top of the reading list for business people, academics, and experts pursuing the elusive goal of sustainable growth in the developing world. C. K. Prahalad writes with uncommon insight about consumers need in poor societies and opportunities for the private sector to serve important public purposes while enhancing its own bottom line. If you are looking for fresh thinking about emerging markets, your search is ended. This is the book for you.”
__Madeleine K. Albright, Former US Secretary of State.

C. K. Prahalad argues that companies must revolutionize how they do business in developing countries if both sides of that economic equation are to prosper. Drawing on a wealth of case studies, his compelling new book offers an intriguing blueprint for how to fight poverty with profitability.”
__Bill Gates, Chairman and Chief Software Architect, Microsoft.

1 comment:

Anonymous said...

Buku yang sangat pantas untuk dibaca tanpa harus melupakan bahwa kapitalisme tidak akan pernah meninggalkan jejak kebaikan bagi negara miskin.

salam
kei