Opini: Menyoal Validitas Hisab dan Rukyat
(Sunday, 09 October 2005)
- Kontribusi dari Taufik Munir
Menyoal Validitas Hisab dan Rukyat
Berbeda dengan negara-negara Timur Tengah, bulan suci Ramadhan 1426 di tanah air jatuh pada hari Rabu, bertepatan dengan tanggal 5 Oktober 2005. Seperti pengamatan Penulis, negara-negara Timur Tengah seperti Mesir, Saudi Arabia, Qatar dan Jordan melaksanakan puasa pada hari Selasa (4/10), atau sehari sebelumnya. Sebagaimana ditegaskan menteri Agama, Maftuh Basyuni, Keputusan tersebut diambil berdasar data hisab yang dihimpun Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Departemen Agama bahwa di seluruh Indonesia tidak terlihat hilal. Berdasarkan hal tersebut, bulan Sya'ban harus digenapkan menjadi 30 hari. (Republika, 4 Oktober2005).
Ketetapan itu tidak berbeda antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) seperti yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Ada kemungkinan Persatuan Islam (Persis) yang bermetodologikan hampir sama dengan Muhammadiyah dalam penggunaan metode Hisab, juga menetapkan di hari yang sama.
Dengan demikian, kita bisa memprediksikan adanya penyatuan langkah dalam menetapkan Idul Fitri 1425 antara ketiga ormas terbesar itu. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, ormas yang satu kadang lebih cepat atau lebih lambat dari yang lain dalam menetapkan akhir dan bulan baru. Tak ayal, ilmu hisab kerap dijadikan kambing hitam munculnya perbedaan pendapat atau kontraversi Idul Fitri itu. Sehingga ada sebagian ulama memfatwakan bahwa metode rukyat (mengamati visibilitas hilal atau bulan sabit pertama) adalah lebih baik daripada metode hisab. Ulama itu mengemukakan dengan berpedoman pada satu dalil, yaitu sebuah Hadis berlafazkan shorih (letterlijk) yang memerintahkan puasa dan berbuka berdasarkan rukyat.
Jelas, tidak ada satu dalil Hadis atau satu ayat al-Quran pun yang memerintahkan umat Islam berpuasa berdasarkan hisab. Tapi benarkah pendapat bahwa rukyat adalah lebih baik daripada hisab? Lalu apakah rukyat masih relevan untuk digunakan di zaman teknologi canggih seperti sekarang ini?
Metode hisab atau perhitungan pergantian bulan berdasarkan ilmu astronomi (falak) merupakan hasil dari sebuah inovasi dari seorang ilmuwan astronomi Arab. Kendatipun demikian, Johannes Kepler (1571-1630) satu-satunya ahli astronomi Jerman yang menggagas pertama kali dimasukkannya ilmu falak ke dalam hierarki ilmu pengetahuan dalam terminologi modern, setelah melalui serangkaian eksperimentasi dan penelitian yang dilakukan para pendahulunya. Tigateori dasar yang dicetuskan Kepler mampu menelaah perkiraan tempat benda-benda langit atau menjelaskan gerakan orbit secara akurat.
Lalu pada tahun 1667, ilmuwan Inggeris Isaac Newton(1642-1727) menerbitkan bukunya yang terkenal. Dalam bukunya tersebut Newton bukan hanya memberi tafsiran baru seputar tiga hukum Kepler, ia bahkan membuat suatu sistem mekanika alam dengan mengkalkulasi hukum fisika di hampir semua bagian luar angkasa: bulan, Mars, Venus atau bahkan di tempat-tempat lain di jagat raya.
Seperti halnya Kepler, ia juga mengemukakan tiga teori besar, pertama, teori bahwa suatu benda bergerak karena ada kekuatan dari luar. Kedua, teori bahwa setiap gerak akan menimbulkan gerak sebanding dengan arah berlawanan. Dan ketiga, teori GravitasiUniversal. Semua teori mekanika Newton ini kelak dimanfaatkan manusia untuk menjawab hampir semua masalah alam.
Yang menarik, mekanik alam ini ternyata menyatakan bahwa semua fenomena gerak --baik yang berhubungandengan gerak planet di sekitar matahari, gerak peluru pada objek sasaran, atau gerak apel yang jatuh kebumi-- semuanya bertekuk lutut dengan hukum fisika tadi. Itu artinya, siapapun tidak perlu melakukan eksprerimentasi yang pelik atau bangun di malam hari untuk membuat prakiraan gerakan materi dan mengetahui lokasinya. Bahkan semua yang 'dirasakan' hanyalah perlunya mengetahui semua faktor tarik-menarik (gravitasi) pada tiap-tiap benda tersebut. Lalu tinggal mempraktekkan teori hukum fisika tersebut untuk mencatat fakta-fakta sekitar yang ingin diketahui, misalnya untuk mengetahui lokasinya dalam per-detik, kecepatannya atau bentuk garis edarnya.
Salah satu faktor lain mengapa para ilmuwan semakin percaya dengan metode ilmu pasti, karena prestasinya sudah melampaui dugaan semua orang, ia mampu 'menghisab' atau menghitung peredaran planet dan benda-benda langit lain, seperti halnya mampu memperkirakan munculnya gerhana matahari dan bulan, tidak sekedar memprakirakan kemunculan gerhana di masa yang akan datang, melainkan juga di masa lampau. Semua dijelaskan dengan detail dan sangat akurat.
Serangkaian prestasi serupa telah diciptakan dua orang tokoh astronomi dari Inggeris dan Perancis berdasarkan hukum Newton (Newtonian) dalam menafsirkan faktor konfusi peredaran planet Uranus dan kontroversi peredaran Uranus yang melenceng dari yang diperkirakan. Kedua ilmuwan ini menjelaskan, bahwa rotasi Uranus mengalami collaps karena tunduk pada pengaruh sebuah planet yang tidak dikenal saat itu, yang terletak amat jauh dari Uranus. Planet yang misterius itu kemudian dikenal dengan nama Pluto, setelah diketahui melenceng satu derajat dari yang diperkirakan.
Aspek Dunia dan Akherat
Ketika pesawat antariksa Apollo mendarat di bulan, Bill Andreas -pilot pesawat- ketika ditanya oleh anaknya siapa guide pesawat yang membawa ayahnya berhasil menuju bulan, ia menjawab: yang memegang sistem kendali pesawat itu adalah Newton dengan hukum gravitasinya.
Kemudian muncullah seorang ilmuwan Jerman, Albert Einstein (1916), melemparkan teori Relativitas Umum yang menambal-sulam semua kekurangan yang terjadi dalam sistem mekanika Newton. Relativitas Umum berbasiskan asas kesetaraan yang mengatakan bahwa: hukum-hukum alam harus dituliskan dalam bentuk demikian sehingga tak mungkin membedakan antara medan gravitasi serbasama dengan suatu kerangka acuan yang dipercepat. Dengan Teori Relativitas Umum, garis edar planet Merkurius yang berinteraksi dengan matahari (juga dengan planet-planet lain) dapat dijelaskan secara lebih akurat bila dibandingkan dengan menggunakan Hukum Gravitasi Universal. Meski demikian, Hukum Gravitasi Universal cukup memadai untuk keperluan praktis karena bentuknya yang lebih sederhana.
Sebagai contoh, Einstein meralat kesalahan fisikis tentang gerakan planet Merkurius dan mencapai 43 detikper-abad. Kesalahan seperti ini lebih kecil dari penampakan sehelai rambut ketika dibawa dan dibentangkan jauh-jauh. Para ahli astronomi saat ini melakukan perhitungan mencapai batas hampir sempurna pasca pengiriman pesawat antariksa Voyager-2, pesawat penjelajah yang mampu mendekati garis edar planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus.
Yang kita pertanyakan, mengapa umat Islam sekarang ini tidak memanfaatkan dinamika "ilmu falak" tersebut yang pada nantinya umat Islam dengan mudah bisa menentukan permulaan bulan Ramadhan dan Idul Fitri? Bukankah yang mampu memberitahu waktu tibanya peristiwa gerhana matahari/bulan, wabilkhusus terjadinya dua fenomena tersebut, mekanisme dan posisinya di permukaan bumi seperti yang kita saksikan pada tahun 1999 juga tahu posisi matahari/bulan? Atau benarkah memanfaatkan sarana penemuan-penemuan ilmiah tersebut bertentangan dengan akidah Islam? Lalu bagaimana teologi Islam memandang orang yang bersikap kontra terhadap ilmusains tersebut?
Kita terlena dengan mengkonsumsi teknologi modern dalam urusan duniawi, sementara kitaenggan menggunakan dasar-dasar sains modern untukmeningkatkan kualitas keberagamaan kita. Apakah masukakal, kita ajari anak-anak di sekolah dasar-dasarsains modern tentang evolusi/revolusi bumi atau revolusi bulan, sementara dalam kehidupan sehari-hari kita pura-pura bodoh? Kita bisa menyaksikan bulan di tanah air, Saudi Arabia, Irak, Mesir dan Maroko, sementara di Suriah dan Aljazair tidak terlihat sama sekali? Apakah bulan itu tiba-tiba saja langsung meloncat ke sebagian negara lain? Ataukah sembunyi dibalik bukit?
Memang benar bahwa Rasulullah saw menyuruh kita berpuasa dengan terlebih dahulu memastikan 'kemunculan' hilal dengan sabdanya yang terkenal: "Berpuasalah berdasarkan rukyat hilal, dan berbukalah berdasarkan rukyat hilal". Namun Rasulullah memerintahkan kita dengan metode visibilitas hilal tersebut karena tak lepas dengan dua faktor: Pertama, rukyat adalah salah satu media atau cara peneropongan satu-satunya yang acceptable waktu itu, sebab memang belum ada penemuan atau penciptaan alat pendekat atau pembesar seperti teropong dan sebagainya hingga abad ke-17. Karena itu, tidak mengherankan jika Rasulullah saw mendorong umat manusia dapat me-rukyat (melihat dengan mata telanjang) adanya hilal dan memastikan keberadaannya dengan segala cara, karena memang tidak perlu dengan cara rukyat kalau memang ada media yang lebih baik dan lebih akurat. Kedua, bahwa media tercepat untuk mentransfer informasi pada saat itu adalah kuda. Bila seorang penunggang kuda dari Madinah diberi tugas untuk menginformasikan tibanya bulanRamadhan pada masyarakat Damaskus di Syria, ia akan menyampaikannya pada saat itu juga. Begitu juga apabila Ramadhan berakhir, rakyat Damaskus akan menyambut berita itu dan langsung memperingati hari raya Idul Fitri.
Situasi seperti itu sungguh jauh berbeda dengan saatini. Di era teknologi canggih seperti sekarang, hampir di setiap rumah ada telpon, televisi dan radio. Di masjid kita menggunakan sound system dengan tujuan sebagai pengeras suara azan, menggunakan lampu listrik sebagai alat penerangan, atau menggunakan AC untuk mengatur suhu udara di dalam masjid. Begitu pula kita menggunakan media hisab terkini untuk memperhitungkan posisi bulan atau memakai satelit dan teleskop tercanggih yang tidak terpengaruh segala macam cuaca, untuk menegaskan keberadaan bulan dilangit.
Media teknologi canggih yang kita konsumsi itu semuanya untuk memfasilitasi umat Islam dalam urusan agama dan dunia. Ditambah lagi dengan sulitnya"melihat" hilal tanpa alat apapun: misalnya pada fase bulan purnama, hilal merupakan obyek yang lemah dan tidak mudah dikenali oleh mata manusia. Setelah maghrib misalnya, hilal bisa tampak dan lokasi penampakan hilal tersebut ada di dekat horizon barat. Nah, untuk bisa berhasil melihatnya memerlukan konsentrasi dan waktu yang tepat. Walaupun siklus itu dapat terus berulang, namun kesempatan melihat hilal sangat langka dan sulit. Kesulitan itu terjadi karena cuaca berawan atau faktor fisikis dan psikologis manusia itu sendiri.
Hilal itu sendiri tidak selalu identik dengan tanduk yang membentuk setengah lingkaran. Pada saat-saat tertentu, tanduk luar cahaya itu membaur karena turbulensi atau perputaran bumi, sehingga terkesan hilang. Nah, semakin muda hilal, semakin sulit pula untuk menyaksikannya secara kasat mata. Dalam keadaan seperti ini, tak jarang sebagian yang belum berpengalaman akan menyimpulkan bahwa "hilal tidakmuncul". Dan, ini adalah salah satu faktor perbedaan permulaan puasa dan awal Syawal (Idul Fitri).
Adapun orang yang memang 'kekeuh' dengan pendiriannya agar terus berpegangan kepada teks Hadis di atas, tampaknya belum melihat pada maksud yang melatarbelakanginya. Ilustrasinya persis seperti dua orang di sebuah kamar: orang pertama berpesan kepada orang ke-dua agar lekas menyelesaikan pekerjaannya tepat jam 2 siang. Tapi rupanya orang ke-dua tidak mengetahui cara mengetahui waktu tersebut. Kemudian orang pertama tadi mengingatkan bahwa jam 2 akan tiba apabila sebuah kendaraan lewat di depan jendela. Posisinya menjadi sulit manakalah orang ke-dua tadi ternyata tidak tahu kalau sebuah mobil sudah melewati jendela pada saat itu juga! Nah, kalau jam 2 siang tidak ada satu kendaraanpun yang lewat, bagaimana?Tidak apa-apa, yang penting intinya adalah menyelesaikan tugasnya itu dengan segala cara, tidak perlu menunggu kendaraan!
Karena itu, yang pertama kali dilakukan adalahpembentukan sebuah 'lajnah' atau badan khusus yang menangani keputusan atau kasus sederhana seperti ini. Dan yang kedua, menghindari ratusan juta muslimin dari permainan jampi-jampi yang mereka alami tiap tahun atas nama kebodohan dan kesalahpahaman mereka terhadap agama, khususnya kewajiban menggunakan alat bantu teleskop atau penggunaan teknologi mutakhir untuk mewujudkan tibanya bulan Ramadhan pada tiap tahunnya,agar hasilnya nanti dapat ditransper ke sebuah channel satelit yang disiarkan ke berbagai jutaan pemirsa Muslim ke berbagai belahan dunia. Dengan demikian, keseragaman awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri bisa terjadi.
7 Oktober 2005
# Taufik Munir
(Red.: Dimuat atas ijin penulis Akh. Taufik yang berdomisili di Tangerang, Jabar)
http://www.imsa.us/- Indonesian Muslim Society in America (IMSA)
No comments:
Post a Comment