Yuslam Fauzi, sekarang Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, pernah mengatakan kepada saya, salah satu penyebab terhambatnya kemajuan ekonomi orang Islam adalah karena mereka tidak mau berhutang. Ini akibat ajaran agama yang nampaknya menyudutkan pengambil hutang pada posisi yang setengahnya kurang terhormat.
Waktu itu saya tidak bisa berkomentar apa-apa. Saya hanya memahami, Mas Yuslam, demikian saya biasa memanggil, adalah seorang banker, pegawai pada Bank Bumi Daya waktu itu. Saya memahami, seorang banker berkepentingan uangnya dipinjam orang atau nasabah. Kalau benar ajaran Islam memberi kesan sebaiknya ummat Islam jangan berurusan dengan hutang, tentu akan merugikan bank.
Lalu saya teringat pesan keras mertua, agar saya beserta istri dan anak-anak tidak berurusan dengan bank. Harta mertua saya boleh dibilang ludes karena berurusan dengan bank untuk sebuah usaha, meski tidak habis total. Nasehatnya cukup ampuh dan betul-betul membuat saya sungkan berurusan dengan pinjaman bank, selain lewat kartu kredit yang ada limitnya. Itupun hanya digunakan sebatas untuk konsumsi, yang dalam satu dua bulan sudah harus ditutup.
Belakangan, ketika mulai tumbuh keinginan-keinginan untuk menjalankan usaha sendiri, pandangan itu mulai sirna, meski belum mewujud dalam keberanian. Berulangkali, Mas Chaizi Nasucha memberikan dorongan agar saya punya usaha sendiri. "Usaha yang baik jangan memakai uang sendiri, pakai uang bank. Tirulah orang Cina!" katanya dalam berbagai kesempatan. Ia sudah mempraktekkan. Dengan berbekal pada deposito yang dijaminkan kepada Bank Muammalat, Mas Chaizi kini telah memiliki 9 outlet restoran Sederhana bersama Haji Bustaman, pendiri rumah makan Padang Sederhana. Proyeksinya, tahun 2009 lunas semua hutang, deposito tetap aman, dari restoran akan terus mengalir keuntungan.
Dua hari lalu aku membeli tiga buku (i) Cara Mudah menjadi Kaya Tanpa Gajian, dan (ii) Bisnis & Tasawuf; yang membahas etika bisnis dalam Islam, dan (iii) Kalau Mau Kaya Ngapain Takut Ngutang. Saya ingin menambah peluru untuk meyakinkan diri sendiri agar berani dan mau mengambil resiko untuk berbisnis.
Yang terlintas dalam benak saya adalah, bisnis pada sektor pengolahan informasi. Mungkin menghidupkan kembali berpolitik.com dengan modal sendiri; kalau dulu di sana saya sebagai karyawan yang dapat saham. Mungkin juga mencari bentuk lain seperti penerbitan buku, bisnis sms (short messaging sevices), atau menerbitkan majalah khusus. Ada juga kawan, mantan direktur keuangan perusahaan 911, mengajak bisnis Security Management System.
Saya sedang kagum pada penerbit Serambi, penerbit yang muncul belakangan, tapi sudah mampu bersaing dengan Mizan dan Gramedia. Menurut pemiliknya, salah satu berkah yang mereka nikmati adalah menerbitkan The Da Vinci Code. Sedianya buku itu ditawarkan ke penerbit Gramedia, tetapi karena isinya mengandung kontroversi ajaran Katolik, Gramedia menawarkan kepada Serambi, dan ternyata buku ini laris manis. Terlepas dari itu, buku-buku terbitan Serambi punya kekhasan sendiri. Nampak kecerdasan pengelola penerbit itu dari pilihan buku-buku yang diterbitkan. Sangat menginspirasikan!
No comments:
Post a Comment