Jumat (21/3) sore, di tengah saya lagi tidur-tiduran karena sakit diare dan masuk angin berat, yang sebenarnya sudah mulai saya rasakan sejak Jum'at pagi, ada sms masuk yg secara ringkas bunyinya:
Saya memang baru bertemu sekali dengan si Fulan saat dia datang ke rumah menawarkan sebuah kerjasama beberapa minggu yang silam. Saya tidak mengenal dia sebelumnya. Hanya karena dianggap satu alumni, dia sudah merasa dekat dengan saya, dan dianggap sudah saling percaya.
Sebenarnya, saya paling tidak suka dengan orang yang merasa dekat dengan saya hanya karena mengandalkan faktor alumni, tanpa sebelumnya pernah mengenal atau bekerjasama dan menunjukan kinerjanya di depan saya. Seolah-olah, dengan menjadi satu alumni, rasa saling percaya sudah ada di tangan, sudah taken for granted.
Padahal, untuk bisa dipercaya, apalagi dalam urusan mengelola uang, orang tentu perlu investasi terlebih dulu: mulai dari perkenalan, membangun pertemanan, ada satu atau dua kerjasama, hingga akhirnya tumbuh perkawanan dan rasa saling percaya itu.
Kataku dalam hati, "Puji Tuhan. Masih ada orang datang meminta kepadaku, berarti masih ada orang yang percaya kepadaku. Tuhan telah mengirimkan orang agar aku bisa bersedekah, meski aku sedang terbaring sakit di rumah. Tidak banyak kesempatan seperti ini datang kepada setiap orang. Momentum ini hanya datang satu kali."
Sungguh, saya langsung teringat Haryo, Direktur Utama PT Delapan Pilar Mas, yang begitu percaya kepada saya. Jika bukan karena adanya karunia Tuhan, saya tentu tidak akan dipercaya oleh Haryo. Jika tidak dipercaya Haryo, tentu saya tidak akan memiliki dan mengelola Asmindo seperti sekarang ini.
Dipercaya oleh orang lain adalah sebuah kenikmatan, termasuk dipercaya sebagai orang yang bisa memberi sumbangan :)
Bayangkan, jika Anda hidup berkecukupan, tetapi tidak ada teman yang datang menghampiri Anda! Bayangkan, jika Anda hidup berkecukupan, tetapi tidak ada orang yang datang meminta bantuan kepada Anda! Tidak ada orang yang datang kepada Anda, karena mereka tidak percaya bahwa Anda adalah tempat untuk berbagi duka dan tempat untuk meminta bantuan.
Kenapa aku tidak bisa menerima kepercayaan dari si Fulan ini? Saat ia datang meminta kerjasama, wajarlah saya menolak karena urusannya bisnis. Tapi kali ini, ia datang meminta bantuan untuk mengobati orang lain yang sedang sakit. Kenapa saya tidak harus percaya?
Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung meminta nomor rekeningnya...
Ya Fulan, aku benar-benar berterimakasih kepadamu! Terimakasih atas kepercayaannya!
"Maaf Bang, saya Fulan, mohon bantuan Abang Rp xxx untuk berobat ke rumah sakit buat si Pandu. Trims"Sedetik setelah membaca sms itu saya agak tinggi tensinya. Siapa kamu meminta uang kepadaku?! Pakai menentukan nominal lagi!
Saya memang baru bertemu sekali dengan si Fulan saat dia datang ke rumah menawarkan sebuah kerjasama beberapa minggu yang silam. Saya tidak mengenal dia sebelumnya. Hanya karena dianggap satu alumni, dia sudah merasa dekat dengan saya, dan dianggap sudah saling percaya.
Sebenarnya, saya paling tidak suka dengan orang yang merasa dekat dengan saya hanya karena mengandalkan faktor alumni, tanpa sebelumnya pernah mengenal atau bekerjasama dan menunjukan kinerjanya di depan saya. Seolah-olah, dengan menjadi satu alumni, rasa saling percaya sudah ada di tangan, sudah taken for granted.
Padahal, untuk bisa dipercaya, apalagi dalam urusan mengelola uang, orang tentu perlu investasi terlebih dulu: mulai dari perkenalan, membangun pertemanan, ada satu atau dua kerjasama, hingga akhirnya tumbuh perkawanan dan rasa saling percaya itu.
***
Alhamdulillah, tidak sampai 3 detik, analisa negatif itu segera saya buang dalam merespon sms tadi. Segera saya istighfar dan mengucap puji syukur pada Tuhan.Kataku dalam hati, "Puji Tuhan. Masih ada orang datang meminta kepadaku, berarti masih ada orang yang percaya kepadaku. Tuhan telah mengirimkan orang agar aku bisa bersedekah, meski aku sedang terbaring sakit di rumah. Tidak banyak kesempatan seperti ini datang kepada setiap orang. Momentum ini hanya datang satu kali."
Sungguh, saya langsung teringat Haryo, Direktur Utama PT Delapan Pilar Mas, yang begitu percaya kepada saya. Jika bukan karena adanya karunia Tuhan, saya tentu tidak akan dipercaya oleh Haryo. Jika tidak dipercaya Haryo, tentu saya tidak akan memiliki dan mengelola Asmindo seperti sekarang ini.
Dipercaya oleh orang lain adalah sebuah kenikmatan, termasuk dipercaya sebagai orang yang bisa memberi sumbangan :)
Bayangkan, jika Anda hidup berkecukupan, tetapi tidak ada teman yang datang menghampiri Anda! Bayangkan, jika Anda hidup berkecukupan, tetapi tidak ada orang yang datang meminta bantuan kepada Anda! Tidak ada orang yang datang kepada Anda, karena mereka tidak percaya bahwa Anda adalah tempat untuk berbagi duka dan tempat untuk meminta bantuan.
Kenapa aku tidak bisa menerima kepercayaan dari si Fulan ini? Saat ia datang meminta kerjasama, wajarlah saya menolak karena urusannya bisnis. Tapi kali ini, ia datang meminta bantuan untuk mengobati orang lain yang sedang sakit. Kenapa saya tidak harus percaya?
Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung meminta nomor rekeningnya...
Ya Fulan, aku benar-benar berterimakasih kepadamu! Terimakasih atas kepercayaannya!
***
Malamnya, saat melihat film The Passion of the Christ yang ditayangkan Trans TV pada hari Paskah, Jum'at (21/3) malam pukul 21.00, saya mendapatkan satu kalimat dari Yesus kepada para sahabatnya yang cukup baik untuk direnungkan:"Sayangilah musuh-musuhmu. Kalau engkau hanya menyayangi orang yang juga menyayangimu, lalu apa upahmu?"Maksudnya jelas. Tanpa berkeringat, kenapa kita harus mendapat upah? Tanpa pengorbanan, kenapa kita harus meminta imbalan dari Tuhan?