Saturday, September 29, 2007

Test IQ

Sabtu dini hari, saat membuka yahoo Mail, pada banner sebelah kanan ada iklan Test IQ dari sebuah situs bernama Tickle yang beralamat di http://www.tickle.com/.

Iseng-iseng aku menjawab pertanyaan yang diberikan. Setelah menjawab seluruh 40 soal yang diberikan selama sekitar 30 menit, komputer memberi jawaban atas hasil tes tersebut. Hasilnya, Score yang aku peroleh adalah 135. Berdasarkan angka tersebut my intellectual type adalah Visual Mathematician. Komentar lengkapnya:
Your Intellectual Type is Visual Mathematician. This means you are gifted at spotting patterns — both on pictures and in numbers. These talents combined with your overall high intelligence make you good at understanding the big picture, which is why people trust your instincts and turn to you for direction — especially in the workplace. And that's just some of what we know about you from your IQ results.

Saat dulu lulus SMA (1987) dan ikut tes seleksi beasiswa ke luar negeri dari BPPT, score saya konon 140. Saat tes masuk sebuah perusahaan swasta (1995), score saya malah 125. Tetapi, aku tidak pernah tahu persis makna dari angka-angka tersebut. Kata orang, angka-angka itu cukup tinggi.

Lalu aku surfing di internet, melalui google, mencari informasi tentang IQ test scores. Kemudian ditemukan sebuah situs yang memberikan informasi mengenai hal ini, namanya Audiblox dan beralamat di http://iq-test.learninginfo.org/.

Ternyata, angka yang saya peroleh masih terbilang cukup tinggi. Berikut adalah klasifikasi nilai yang tersedia:

Descriptive Classifications of Intelligence Quotients

IQ Description% of Population
130+Very superior2.2%
120-129Superior6.7%
110-119High average16.1%
90-109Average50%
80-89Low average16.1%
70-79Borderline6.7%
Below 70Extremely low2.2%

Jika hasil tes tersebut diungkap dalam percentile, maka saya berada pada percentile 99. Artinya, hasil tes saya lebih baik dari 99% populasi yang mengambil tes tersebut. Berikut daftarnya:

IQPercentile

6501
7002
7505
8009
8516
9025
9537
10050
10563
11075
11584
12091
12595
13098
13599

Meski sudah tua, sepertinya daya intelektual saya belum turun-turun amat :)

Setelah mengambil tes ini, saya jadi memikirkan kembali keinginan untuk bersekolah. Tapi pertanyaannya, masih adakah energi tersisa untuk bisa kembali bersekolah? :(

***
Sabtu siang ini, saya kembali mengulang tes tersebut dan memperbaiki jawaban tiga soal yang semalam salah menjawab karena terburu-buru, yaitu:
  1. Kata ANLDEGN jika direkonstruksi adalah nama sebuah: a. ocean b. country c. state d. city e. animal
  2. Yang tidak sejenis adalah: a. horse b. kangaroo c. goat d. deer e. donkey
  3. Yang tidak sejenis adalah: a. plum b. grape c. apricot d. peach d. cherry
Hasilnya, score naik menjadi 136 dengan intelectual type Visionary Philosopher. Komentar lengkapnya:

Your Intellectual Type is Visionary Philosopher. This means you are highly intelligent and have a powerful mix of skills and insight that can be applied in a variety of different ways. Like Plato, your exceptional math and verbal skills make you very adept at explaining things to others — and at anticipating and predicting patterns. And that's just some of what we know about you from your IQ results.

***

Di atas semua cerita tersebut, ini hanya sekedar permainan. Just for fun! Don't take it seriously :)

Friday, September 28, 2007

Kepercayaan Berbasis Tipuan

Khotbah Jum'at hari ini di masjid Nashrunminallah Jl. Kalibata Utara I tentang Nuzul al-Quran. Kebetulan, hari ini adalah puasa Ramadhan yang ke-16, dan nanti malam adalah malam Nuzul al-Quran, tanggal 17 Ramadhan.

Saya cukup risau dengan materi yang disampaikan menyangkut pengetahuan umum tentang Al-Quran yang sebenarnya keliru dan tanda-tanda malam lailatul qadar yang tidak bisa dicek kebenarannya. Kita sepertinya diminta untuk mempercayai kehebatan Al-Quran tetapi dengan argumen yang keliru, dengan misleading informations, dengan false beliefs.

Khatib mengatakan, salah satu ciri malam lailatul qadar, adalah air laut rasanya berubah menjadi tawar. Ini informasi yang baru pertama saya terima sepanjang hayat di kandung badan. Bagi orang awam, informasi ini mungkin cukup mengagumkan dan menambah keyakinan akan kekuasaan Allah. Tetapi, bagaimana bisa kita melakukan pengujian atas informasi ini? Ini soal air laut yang asin berubah menjadi tawar, seharusnya bisa diuji kebenarannya.

Sewaktu kecil, ustad dikampung mengatakan, ciri-ciri malam lailatul qadar adalah suasana malam yang tenang, angin seolah berhenti bergerak, suasana sangat damai. Hal ini masih memungkinkan untuk diuji kebenarannya. Pada malam lailatul qadar kita bisa berjaga dari kamar kita dan mengujinya cukup dengan membuka jendela kamar.

Tetapi, siapa mau menguji air laut yang asin berubah menjadi tawar pada malam lailatul qadar? Yang pertama membuat informasi tersebut mungkin berpikir, siapa pula yang akan ke laut mencoba rasanya air laut di tengah malam di bulan Ramadhan?

Yang lebih nekad lagi, khatib mengatakan bahwa jumlah ayat Al-Quran adalah 6666. Ini memang informasi yang sudah menjadi pengetahuan umum. Ini benar-benar misleading information yang sudah menjadi false belief. Memang tidak cukup krusial tingkat kesalahannya. Tidak ada konsekuensi apapun atas kepercayaan ini.

Tetapi, jika kita luangkan sedikit waktu untuk menghitung, dengan simple mathematical operation yang bernama penjumlahan, kita akan dapati angka 6236 ayat. Memang, angka 6236 tidak menimbulkan efek kejut pada otak sebagaimana angka 6666, yang susunan angkanya cukup memukau dan sangat mudah untuk diingat.

Tetapi, di era Microsoft Excel sudah masuk ke rumah-rumah penduduk, masihkan kita akan terus menggunakan angka 6666 untuk memukau ummat Islam akan kehebatan Al-Quran?

***
Beberapa bulan lalu, sebuah email yang disebar ke mana-mana dengan subyek "The very interesting findings of the Holy Qur'an", entah dibuat oleh siapa, juga nampaknya sedang mencoba membangun false belief dengan berbagai misleading informations.

Dalam email tersebut dimuat berbagai angka-angka yang cukup memukau. Ini salah satu contohnya:

Kata laut disebut dalam Al-Quran sebanyak 32, daratan 13.
Laut + Daratan = 32 +13= 45
Laut = 32/45*100% = 71.11111111%
Daratan = 13/45*100% = 28.88888889%
Modern science has only recently proven that the water covers 71.111% of the earth, while the land covers 28.889%.

Sungguh menakjubkan! Tetapi benarkah? Saya belum mengecek jumlah kata itu karena saya tidak tahu penghitungannya menggunakan bahasa Arab atau bahasa terjemahan; bahasa non-Arab. Tetapi beberapa kata lain yang bisa dicek, semuanya palsu. Misalnya, email itu menyebut jumlah kata bulan (syahr atau month) adalah 12. Setelah saya cek, setidaknya ditemukan ada 21 kata bulan (syahr). Kekeliruan terjadi pada jumlah kata "perempuan" dan "laki-laki", jumlah kata "hari", dan jumlah kata "shalat".

***
False belief tentu saja tidak hanya ada pada ruang agama. Baru-baru ini di milis Kahmi Pro Network ada artikel yang cocok untuk contoh adanya false belief tersebut. Artikel itu mengajak kita untuk optimis dalam memandang kehidupan. Apa yang terlihat, kadang tidak seperti apa yang kita pikirkan. Email itu mengatakan:

"Jika suatu peristiwa yang negatif namun kalau kita memandang/memaknai nya sebagai hal yang positif dan kita menyikapi dengan cara yang positif maka hasilnya pun akan positif pula."

Email ini tentu saja bagus untuk meng-encourage orang agar senantiasa berperilaku positif terhadap segala hal yang menimpa kita. Sebagaimana anjuran agama, kita dianjurkan untuk senantiasa melihat hikmah (positif) di balik setiap kejadian. Dirimulah yang membuat sesuatu itu bermanfaat atau tidak.

Akan tetapi, dasar yang dibuat untuk menyimpulkan bahwa "apa yang terlihat, kadang tidak seperti apa yang kita pikirkan" menggunakan peristiwa fisika yang dimaknai secara keliru.

Artikel itu seolah memberikan gambaran, bahwa otak kita bisa bekerja di luar hukum fisika. Kalau kita mau sebuah benda berwarna hijau, meski sebenarnya benda itu berwarna pink, maka benda itu akan berwarna hijau.

Tentu saja, otak tidak bisa suka-suka memberikan warna di luar input cahaya yang masuk ke retina dan tidak bisa bekerja di luar hukum fisika, kecuali karena ketidakmampuan otak itu sendiri dalam memprosesnya, seperti terjadi pada orang yang buta warna (color deficiency).

Monday, September 24, 2007

Mimpi Bertemu Almarhum

Setelah anak-anak berangkat sekolah, seperti biasa aku kembali melanjutkan tidur. Pada hari-hari biasa (di luar Ramadhan), aku biasa tidur pada pukul 2 atau 3 dini hari, terbangun pukul 5.30 atau 6, lalu tiduran atau menyiram tanaman di halaman depan dan belakang, sambil menunggu anak-anak berangkat sekolah. Setelah anak-anak berangkat ke sekolah, baru aku melanjutkan kembali tidurnya.

Aku tidak mengidap penyakit insomnia, penyakit susah tidur. Aku hanya menggeser jadual tidur. "Berangkat kerja" alias keluar rumah selalu sesudah jam 12 siang, pulang paling cepat jam 21-an. Jaman masih muda dulu, pulang ke rumah bisa di atas jam 12 malam. Sekarang sudah agak tua dan cepat lelah, terutama 5 tahun terakhir ini, jadi pulang juga dipercepat :)

Tadi pagi, dalam tidurku, aku bertemu dengan sejumlah almarhum: Mbah Nirah, uwak Muhaimin, uwak Hayinah, dan uwak Hindun. Uwak adalah sebutan untuk pakde atau bude, biasanya digunakan oleh orang Sunda. Bumiayu, termasuk wilayah Jawa Tengah yang berdekatan dengan perbatasan Jawa Barat, memiliki beberapa kosa kata yang berasal dari bahasa Sunda.

Mimpinya cukup lucu. Aku menemui mereka dalam rangka meminta ijin untuk menyiapkan perang melawan Jepang. Ketika aku masuk rumah uwak Hayinah, yang letaknya sebelah Barat rumah Mbah Nirah, aku menemui para pakde dan bude sedang berkumpul di sana. Aku menyalami sambil mencium tangan mereka satu per satu. Sambil menangis aku memberitahu kalau aku harus pergi berperang melawan Jepang.

Sesudah menemui pakde dan bude, aku masuk ke rumah nenek yang ada di sebelah rumah uwak Hayinah. Rupanya pasukan sudah berkumpul di rumah Mbah Nirah sedang rapat persiapan perang. Lalu aku menemui Mbah Nirah, menyalami sambil mencium tangannya.

***
Saat aku menulis artikel ini, aku masih terus merenung apa makna dari mimpi tersebut. Aku orang yang rasional tetapi suka percaya dengan pesan-pesan gaib. Sesuai kisah Nabi Yusuf, bisa jadi, mimpi itu memiliki makna dan pesan untuk sebuah peristiwa yang akan terjadi.

Apakah aku sudah mendapat undangan untuk berkumpul dengan mereka? Atau ada tugas penting yang akan segera dipercayakan kepadaku?

Yang pasti, saat tulisan ini hampir selesai, istriku berteriak dari bawah, burung kenari kesayanganku ditemukan mati di dalam sangkarnya dikerubuti semut merah. Padahal, kata sopirku, Nono, tadi pagi masih hidup dan masih berkicau dengan riang.

Ya sudah, umur burung itu sudah sampai. Tidak perlu ada yang dimarahi karena lalai merawat burung itu. Kebetulan adikku yang biasa merawat burung itu tadi pagi harus pulang ke Bumiayu.

Apabila telah datang ajal menjemput, maka tidak bisa diundur barang satu detik, atau bahkan satu mili-detik, juga tidak bisa dimajukannya barang sesaat sekalipun.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!

Friday, September 21, 2007

Membangun Tradisi Sedekah

Anda tentu akan bangga, ketika orang tua Anda yang sudah almarhum dipuji-puji sebagai orang yang baik oleh orang lain, dan kebaikan itu adalah sesuatu yang tidak pernah Anda ketahui sebelumnya.

Lebih 7 tahun sudah ayahku meninggalkan dunia yang fana ini. Sudah beberapa kali aku, ibuku, atau adikku, mendengar pujian terhadap kebaikan ayahku dari orang lain. Umumnya orang memuji ayahku sebagai orang yang rajin shalat dan rajin bersedekah meski hidupnya pas-pasan bahkan bisa disebut kekurangan.

Kesaksian sebagai ahli sedekah terutama datang dari beberapa tukang becak, yang mengaku kadangkala diberi uang oleh ayahku kalau mereka mengeluh belum narik atau belum mendapat penghasilan.

***
Perintah dan anjuran untuk bersedekah sebagaimana tertulis dalam Al-Quran dan as-Sunnah tidak kurang-kurang. Seperti kata Bimbo dalam lagunya, Rasul menyuruh kita mencintai anak yatim dan mengasihi orang miskin. Sementara, Al-Quran menganjurkan manusia untuk bersedekah baik di kala lapang maupun di kala sempit.

Kenapa masih banyak manusia yang enggan untuk bersedekah? Karena mereka tidak memiliki rasa simpati kepada orang-orang yang lemah. Rasa simpati kepada orang yang lemah menumbuhkan rasa untuk berbagi. Keinginan untuk berbagi memunculkan keinginan untuk bersedekah.

Keinginan saja tentu tidak cukup. Banyak gangguan menghadang pelaksanaan dari keinginan itu. Pikiran-pikiran yang dapat mengganggu niat baik itu antara lain (1) anggapan bahwa sedekah tidak mendidik; sedekah dianggap membuat orang miskin menjadi semakin malas, (2) tidak merasa cukup; berapapun uang yang ia miliki seolah masih belum cukup untuk menutupi kebutuhan hidupnya, dan (3) takut miskin; sedekah mengurangi kekayaannya.

Kadang pula ada orang yang memang ignorance. Dia sebenarnya orang baik, tetapi tidak punya perhatian secara khusus pada masalah ini. Bisa jadi karena ia tidak mengetahui keutamaan sedekah.

Tetapi, ada juga orang yang mengerti agama dan tahu pentingnya sedekah, tetapi orang tersebut sama sekali tidak memiliki rasa simpati kepada orang yang lemah, kepada saudaranya atau teman-temannya yang miskin. Itulah orang-orang bakhil, yang hatinya tidak pernah tergerak untuk membantu orang-orang yang lemah.

Secara agama, melalui puluhan ayat Al-Quran, Allah sudah menjanjikan banyak insentif bagi mereka yang mau bersedekah: dari balasan sebanyak 700 kali lipat hingga surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Secara psikologis dan medis, saya tidak tahu apakah sudah ada penelitiannya atau belum, kata Nabi saw: sedekah bisa mengobati penyakit.

Meski demikian, tetap saja masih ada orang yang tidak mau bersedekah. Menurut saya, keinginan untuk berbagi itu ibarat pisau, dan setiap manusia memiliki pisau itu. Sebagaimana pisau, ada yang tumpul, ada pula yang tajam.

Pisau bawaan manusia pada dasarnya tumpul. Al-Quran menyebut, salah satu sifat manusia adalah kikir. Untuk bisa menjadi tajam, pisau tersebut harus diasah. Tanpa diasah, pisau itu akan tetap tumpul, manusia akan tetap menjadi orang yang bakhil. Bagaimana cara mengasahnya? Harus banyak berlatih untuk membangun tradisi bersedekah.

***
Bagaimana keluargaku membangun tradisi itu? Pertama dengan menceritakan kisah-kisah kebaikan keluarga yang perlu diperlihara dan diteruskan tradisinya. Jika kita perhatikan Al-Quran, maka kisah-kisah (al-qashash) menempati ruang yang cukup banyak di sana. Kisah-kisah adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk membangun karakter manusia. Melalui kisah-kisah manusia dapat mengambil pelajaran (ibrah) dan suri tauladan yang patut ditiru.

Kisah yang paling berkesan di hati saya adalah kisah kakek saya, Badri bin Abdul Gani, ketika memelihara kambing. Dulu, tahun 1950-1960-an, kakek saya memelihara kambing dalam jumlah yang cukup banyak. Caranya, ia menitipkan kambing-kambing itu kepada orang-orang desa. Itu adalah cara untuk membantu perekonomian orang-orang desa. Hingga suatu hari datang orang-orang yang dititipi kambing mengatakan bahwa kambingnya habis karena mati dan dicuri. Kata ayahku yang menceritakan hal ini, kakek saya tidak marah, bahkan kembali membelikan beberapa kambing untuk dipelihara kembali oleh mereka.

Kisah ini sungguh telah meresap begitu mendalam dalam hati saya. Sifat menolong dan pemaaf dari kakek adalah sifat yang sangat ingin saya tiru.

Kedua, pendidikan secara langsung untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang lemah. Ayahku sering menyodorkan daftar anak yang tidak mampu agar dibantu biaya sekolahnya. Padahal waktu itu, biaya tambahan dari saya untuk ayah masih belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga, tetapi ayah masih saja meminta saya untuk memperhatikan orang lain yang lebih kekurangan dari keluarga. Atau, kalau ada saudara ayah datang meminta beras karena seharian belum menanak nasi, maka beras yang ada di rumah dikasihkan kepada saudaranya tersebut, meski untuk esok hari ayah masih harus mencarinya kembali.

Dengan cara-cara itu, ayah telah mendidik kami mengenai pentingnya membantu orang-orang yang lebih lemah dari kita. Kita mungkin lemah, tetapi selalu ada orang yang jauh lebih lemah dari kita. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Lihatlah ke bawah, jangan lihat ke atas, agar kita bisa bersyukur.

Melalui dua cara itu, aku ingin membangun tradisi bersedekah dalam keluargaku sendiri. Dengan dibantu istriku, yang juga memiliki perhatian kepada orang miskin, insya Allah aku bisa meneruskan tradisi keluarga yang baik ini. Semoga!

Tuesday, September 18, 2007

Main Saham

Berulang kali, sahabat saya, Lalu Mara Satriawangsa, mengajak untuk bermain saham. Dia menawarkan diri untuk memutar uang saya di pasar saham yang menjadi keahliannya.

Sebagai orang yang pernah jatuh di pasar saham hingga hampir membangkrutkan dirinya secara total, ia menjadi seorang pemain saham yang sangat hati-hati. Tiga empat tahun terakhir ini ia mulai memetik hasil yang bagus. Asetnya sudah kembali pulih, bahkan mungkin bertambah berkali-kali lipat dalam 3 tahun terakhir ini.

Ia berbaik hati menawarkan keahliannya itu untuk berbagi sukses. Namun demikian, bayang-bayang permainan kawannya yang meludeskan uang saya di pasar saham dua tahun lalu hingga Rp 400 juta, masih belum bisa hilang. Dari uang Rp 600 juta yang saya titipkan kepada kawannya, selama enam bulan hampir saja ludes semuanya kalau saja saya tidak mengintervensi, hingga tersisa Rp 200 jutaan yang bisa diselamatkan.

Saat itu memang saya sedikit terbuai dengan rayuan kawannya. Dalam kondisi Lalu Mara sedang sakit, sedang menjalani operasi di rumah sakit, dia meminta saya menempatkan sejumlah uang untuk dibelikan saham-saham yang katanya bakal naik 2-3 kali lipat dalam beberapa bulan ke depan. Tanpa konsultasi dengan Lalu Mara, saya langsung menyetujuinya. Akibatnya fatal. Kawan yang satu ini ternyata tidak sehati-hati dan sepandai Lalu Mara. Uang itu bukannya dibelikan saham yang dia janjikan, tetapi dia putar untuk membeli saham-saham lainnya. Akibatnya ya itu tadi, uang saya hampir Rp 400 juta hilang tanpa bekas.

Sejak itu, sepertinya saya tidak ingin lagi menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham. Di samping cadangan uang saya tidak lagi sebanyak dua tahun yang lalu, belakangan saya berpikir bahwa permainan di pasar saham adalah permainan ribawi (mengandung unsur riba) dan sedikit berbau perjudian. Lalu Mara sendiri mengatakan permainan tersebut sebagai "perampokan yang dilegalkan", meski kita juga mengenal saham-saham syariah.

Tetapi, melihat Lalu Mara yang sudah menambah dua buah rumah senilai lebih dari Rp 2,5 miliar dalam 3 tahun terakhir ini, rasanya ingin juga menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham.

Wednesday, September 12, 2007

Get a Fork!

Kalau lagi melihat garpu, kadang aku teringat pada kejadian yang sangat memalukan. Peristiwanya terjadi pada tahun pertamaku di Amerika Serikat, 1989, saat bekerja di restoran kampus yang dikelola oleh Student Union Memorial Center, the University of Arizona, Tucson, Arizona.

Restoran tersebut tidak melayani mahasiswa secara umum, seperti restoran-restoran yang ada di lantai 1 gedung Students Union Memorial Center, tetapi khusus melayani pesta-pesta, terutama lunch dan dinner, yang menggunakan auditorium gedung Students Union, atau melayani tamu-tamu di ruang VIP stadion bola basket dan football milik kampus.

Saya bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Sebagai karyasiswa, saya mendapat kiriman biaya hidup dari negara sebesar US$ 550 setiap bulannya, di luar biaya buku sebesar US$ 150 per semester. Uang kiriman biaya hidup bisa dibilang cukup, kecuali uang buku yang dirasa terlalu kecil.

Jika harga sebuah textbook sekitar US$ 50, dan satu semester kita mengambil 6 mata pelajaran, maka sudah US$ 300 sendiri kebutuhan untuk membeli buku setiap semesternya. Belum lagi kalau harus mengambil sejumlah mata kuliah pada semester tambahan di luar semester reguler (Fall dan Spring Semester), yaitu semester musim panas (Summer Semester) serta semeser musim dingin (Winter Semester).

Maka aku merasa harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan, terutama untuk menutup biaya telepon yang sering membengkak kalau lagi rajin telepon sang pacar di tanah air :) dan kiriman tambahan buat orang tua di Bumiayu.

Karena bahasa Inggrisku untuk percakapan tidak terlalu bagus, dan Social Security Number (SSN) yang aku miliki tercantum not valid for employment, aku memilih pekerjaan kasar yang hanya diminati oleh warga asing, terutama Asia dan Amerika Latin. Pekerjaan itu adanya di restoran kampus, dan hanya dibuka pada semester reguler. Teman-teman kerjaku kebanyakan dari Singapura, China, Pakistan, Meksiko, dan Venezuela.

Hasil dari bekerja di restoran cukup lumayan. Dengan minimum wage (upah minimum) saat itu sebesar US$ 4.25 per jam dan setiap event biasanya membutuhkan waktu 6 jam, saya bisa mendapatkan US$ 25 per event. Jika per minggu ada 4 event (saya memilih bekerja untuk melayani dinner agar tidak mengganggu jam kuliah) maka saya bisa mendapatkan US$ 200 setiap hari pembayaran (2 minggu sekali).

Supervisorku di restoran itu adalah seorang wanita tua berambut putih, setinggi kurang lebih 155 cm. Mungkin ia keturunan Amerika Latin. Orangnya sangat baik kepadaku. Aku memanggilnya Opal.

Opal adalah supervisor bidang penyelenggaraan kegiatan (event supervisor), yang tugasnya meliputi pekerjaan menyiapkan dan menata meja, menghidangkan makanan, standby di tengah pesta untuk melayani kebutuhan minuman para tamu, hingga mencuci bersih semua peralatan yang digunakan dalam pesta dari piring, sendok, garpu, hingga tempat-tempat makanan lainnya.

Suatu hari, atasan Opal, lelaki tinggi kurus berkumis tebal, datang meninjau ke dapur, mengawasi secara langsung bagaimana kami bekerja menyiapkan sebuah pesta. Tiba-tiba saja pas aku lewat di depannya, ia memanggilku. "What is your name?" ia bertanya kepadaku. "My name is Fami, Sir", jawabku. "Get a fork for me!" pintanya. Sejenak aku bingung, karena bule itu ngomongnya sangat cepat. Aku langsung berpikir, apakah dia menyebut pork? Emangnye orang Sunda menyebut "f" dengan "p"? Atau dia menyebut fox? Apakah ada nama sebuah peralatan dapur yang bunyinya mirip-mirip itu dan saya belum tahu? Gobloknya, saya tidak bisa menduga bahwa dia minta sebuah fork, sebuah garpu :)

Saat berlari ke rak, aku sambil berpikir bertanya pada diriku sendiri, tuh bule minta apa yah kira-kira. Saat saya masih bengong, dia mengulangi permintaannya dengan nada yang cukup tinggi. Saya beranikan diri bertanya, apa yang dia minta. Sambil membentak dan mengeja, dia mengulangi, "get a fork!" Kali ini aku mendengar, kata terakhir yang ia ucapkan seperti berakhiran "g", sejenis fog atau forge. Aku makin bingung.

Bule itu langsung meledak kemarahannya. "Do you speak english!? How can you work here!?" bentaknya. Opal yang melihat aku dibentak-bentak langsung mendekatiku dan menuntunku menuju rak peralatan dapur. Ia mengambilkan garpu dan berkata dengan lembut kepadaku, "he needs this fork, Fami." Dengan wajah yang sangat malu aku menyerahkan benda itu kepada manajer itu. Setelah menerima garpu tadi, iapun langsung pergi sambil ngomel-ngomel.

***
Saat kembali ke apartemen dan saya ceritakan kepada kawan-kawan, mereka semua tertawa. Untuk pelajaran yang oleh orang bule dianggap berat, seperti matematika, fisika, dan kimia, boleh jadi saya mendapatkan A atau B. Bahkan untuk matematika, seringkali dapat 100 kalau lagi ulangan. Tapi, saya dibentak-bentak orang untuk urusan sepele, hanya gara-gara kata fork.

Saturday, September 08, 2007

Selamat Datang Ramadhan

Kamis depan, 13 September 2007, insya Allah kita akan mamasuki bulan Ramadhan. Nampaknya tidak ada pihak-pihak yang berselisih dalam penentuan awal Ramadhan tahun ini, semua menentukan tanggal tersebut sebagai awal Ramadhan.

Seperti kebanyakan orang Islam, saya menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan perasaan yang penuh dengan rasa suka cita. Kegembiraan dan kebahagiaan bercampur menjadi satu saat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Sepanjang yang saya ingat, perasaan seperti ini sudah muncul sejak saya masih kecil.

Satu hal yang selalu terkenang menjelang Ramadhan seperti ini adalah suasana di rumah Mbah Nirah, nenekku, rumah di mana aku tinggal selama hampir 12 tahun, sejak umur 5 tahun sampai SMA kelas 1. Masa lalu memang selalu indah untuk dikenang. Everything was better at the old days.

Saat-saat menjelang Ramadhan seperti sekarang ini, sewaktu kecil dulu, kami keluarga besar Mbah Nirah menantikan kedatangan anak-cucu Mbah Nirah yang ada di Jakarta, terutama keluarga Bulek Zaitun, yang selalu pulang dan berpuasa di Bumiayu bersama seluruh anak-anaknya. Kebetulan, pada jaman itu, pemerintah selalu meliburkan anak sekolah selama kira-kira 40 hari sejak menjelang bulan puasa hingga seminggu setelah lebaran Idhul Fitri.

Suasana kekerabatannya sangat terasa. Rasa saling mencintai, saling mengasihi, saling merindukan, semua berkumpul dan bersatu di rumah Mbah Nirah. Pakde, Bude, dan saudara-saudara lainnya datang silih berganti untuk bertemu dengan Bulek Zaitun, anak perempuan terkecil dan kakaknya si bungsu Ami Dullah, yang sejak menikah pergi ke Jakarta ikut suaminya. Terasa betul nikmatnya persaudaraan pada saat itu. Kenikmatan yang tidak terlukiskan dan tidak bisa ditandingi dengan kenikmatan material yang saya miliki sekarang ini.

Pada bulan Ramadhan inilah, kita berkesempatan untuk mengurangi makanan jasmani dan sebaliknya, memperbanyak makanan rohani; makanan batiniah. Dengan cara itu, badan menjadi lebih sehat, spirit menjadi lebih kuat. Persaudaraan, rasa cinta, saling memberi, saling menghibur menghilangkan rasa rindu, bersendau-gurau dengan sanak famili, adalah makanan batin yang sangat lezat. Makanan yang sangat berharga laksana tetesan air di padang pasir untuk menjadi obat penawar rasa dahaga.

Selama 11 bulan kita disibukkan dengan urusan masing-masing. Sibuk bekerja bagi orang tua untuk menghidupi dan menjaga anak-anaknya, sibuk bersekolah bagi anak-anak untuk bekal di hari tua. Kesibukan itu sepertinya menenggelamkan kita semua, dan melupakan sementara bahwa kita memiliki saudara di tempat lain. Saudara yang bisa menjadi tempat untuk berbagi, setidaknya untuk berbagi cerita, melepas duka, dan meringankan segala beban hidup.

Maka pada bulan Ramadhan itulah, waktu yang sangat tepat bagi manusia untuk kembali mempererat dan mengukuhkan tali persaudaraan, saling meringankan beban hidup saudaranya, untuk kemudian bersama-sama kembali kepada fitrah. Kembali kepada fitrah manusia, yang salah satunya adalah perasaan untuk dekat dan saling membantu dengan kerabatnya.

Saat ini banyak orang lupa dengan kerabat. Banyak orang bersedekah tetapi tidak kepada kerabat dekatnya. Padahal Al-Quran menganjurkan untuk memperhatikan kerabat dekat, akrobin, terlebih dahulu ketimbang orang jauh. Akrobin adalah kerabat dekat secara darah, secara garis keturunan. Bahkan Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, banyak ahli sedekah yang akan menyesal di akhirat kelak, karena mereka tidak memberi kepada yang lebih berhak, yaitu kepada kerabat dekatnya.

Melalui Ramadhan inilah, kita dipersiapkan untuk kembali kepada fitrah. Kembali tidaknya kita kepada fitrah ditentukan pada bulan ini. Sementara itu, Idul Fitri hanyalah semacam graduation, wisuda, atau pengukuhan, akan kembalinya kita kepada fitrah.

Itulah kenapa, orang yang masih memiliki iman di hatinya, masih memiliki bibit-bibit fitrah, akan menyambut Ramadhan ini dengan gembira, dengan penuh rasa suka cita.

Marhaban yaa Ramadhan!