Berulang kali, sahabat saya, Lalu Mara Satriawangsa, mengajak untuk bermain saham. Dia menawarkan diri untuk memutar uang saya di pasar saham yang menjadi keahliannya.
Sebagai orang yang pernah jatuh di pasar saham hingga hampir membangkrutkan dirinya secara total, ia menjadi seorang pemain saham yang sangat hati-hati. Tiga empat tahun terakhir ini ia mulai memetik hasil yang bagus. Asetnya sudah kembali pulih, bahkan mungkin bertambah berkali-kali lipat dalam 3 tahun terakhir ini.
Ia berbaik hati menawarkan keahliannya itu untuk berbagi sukses. Namun demikian, bayang-bayang permainan kawannya yang meludeskan uang saya di pasar saham dua tahun lalu hingga Rp 400 juta, masih belum bisa hilang. Dari uang Rp 600 juta yang saya titipkan kepada kawannya, selama enam bulan hampir saja ludes semuanya kalau saja saya tidak mengintervensi, hingga tersisa Rp 200 jutaan yang bisa diselamatkan.
Saat itu memang saya sedikit terbuai dengan rayuan kawannya. Dalam kondisi Lalu Mara sedang sakit, sedang menjalani operasi di rumah sakit, dia meminta saya menempatkan sejumlah uang untuk dibelikan saham-saham yang katanya bakal naik 2-3 kali lipat dalam beberapa bulan ke depan. Tanpa konsultasi dengan Lalu Mara, saya langsung menyetujuinya. Akibatnya fatal. Kawan yang satu ini ternyata tidak sehati-hati dan sepandai Lalu Mara. Uang itu bukannya dibelikan saham yang dia janjikan, tetapi dia putar untuk membeli saham-saham lainnya. Akibatnya ya itu tadi, uang saya hampir Rp 400 juta hilang tanpa bekas.
Sejak itu, sepertinya saya tidak ingin lagi menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham. Di samping cadangan uang saya tidak lagi sebanyak dua tahun yang lalu, belakangan saya berpikir bahwa permainan di pasar saham adalah permainan ribawi (mengandung unsur riba) dan sedikit berbau perjudian. Lalu Mara sendiri mengatakan permainan tersebut sebagai "perampokan yang dilegalkan", meski kita juga mengenal saham-saham syariah.
Tetapi, melihat Lalu Mara yang sudah menambah dua buah rumah senilai lebih dari Rp 2,5 miliar dalam 3 tahun terakhir ini, rasanya ingin juga menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham.
Sebagai orang yang pernah jatuh di pasar saham hingga hampir membangkrutkan dirinya secara total, ia menjadi seorang pemain saham yang sangat hati-hati. Tiga empat tahun terakhir ini ia mulai memetik hasil yang bagus. Asetnya sudah kembali pulih, bahkan mungkin bertambah berkali-kali lipat dalam 3 tahun terakhir ini.
Ia berbaik hati menawarkan keahliannya itu untuk berbagi sukses. Namun demikian, bayang-bayang permainan kawannya yang meludeskan uang saya di pasar saham dua tahun lalu hingga Rp 400 juta, masih belum bisa hilang. Dari uang Rp 600 juta yang saya titipkan kepada kawannya, selama enam bulan hampir saja ludes semuanya kalau saja saya tidak mengintervensi, hingga tersisa Rp 200 jutaan yang bisa diselamatkan.
Saat itu memang saya sedikit terbuai dengan rayuan kawannya. Dalam kondisi Lalu Mara sedang sakit, sedang menjalani operasi di rumah sakit, dia meminta saya menempatkan sejumlah uang untuk dibelikan saham-saham yang katanya bakal naik 2-3 kali lipat dalam beberapa bulan ke depan. Tanpa konsultasi dengan Lalu Mara, saya langsung menyetujuinya. Akibatnya fatal. Kawan yang satu ini ternyata tidak sehati-hati dan sepandai Lalu Mara. Uang itu bukannya dibelikan saham yang dia janjikan, tetapi dia putar untuk membeli saham-saham lainnya. Akibatnya ya itu tadi, uang saya hampir Rp 400 juta hilang tanpa bekas.
Sejak itu, sepertinya saya tidak ingin lagi menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham. Di samping cadangan uang saya tidak lagi sebanyak dua tahun yang lalu, belakangan saya berpikir bahwa permainan di pasar saham adalah permainan ribawi (mengandung unsur riba) dan sedikit berbau perjudian. Lalu Mara sendiri mengatakan permainan tersebut sebagai "perampokan yang dilegalkan", meski kita juga mengenal saham-saham syariah.
Tetapi, melihat Lalu Mara yang sudah menambah dua buah rumah senilai lebih dari Rp 2,5 miliar dalam 3 tahun terakhir ini, rasanya ingin juga menempatkan dana saya untuk diputar di pasar saham.
No comments:
Post a Comment