Saturday, October 25, 2008

Gerindra Anti Islam dan Modal Asing?


Tidak lama setelah Gerindra berdiri, seorang sahabat dari wilayah kanan pol silaturahmi datang ke rumah saya dan memberi peringatan, bahwa Prabowo Subianto adalah seorang sosialis yang anti Islam. Inilah rumor anti yang pertama kali saya dengar. Untuk menjustifikasikan hal itu, dia sebut keberadaan Desmon J Mahesa dan Pius Lustrilanang dalam kepengurusan DPP Partai Gerindra dan ketidaksukaan Prabowo pada gagasan negara Islam yang dianggap sebagai ancaman bagi NKRI.

Alasan tersebut tentu saja tidak kuat, karena kepengurusan Gerindra di semua level tidak pernah mempermasalahkan latar belakang aktifitas pengurusnya sebagai konsekuensi partai terbuka yang bercorak nasionalis. Komposisi pengurus DPP Gerindra, misalnya, terdiri dari banyak kalangan. Dari 45 pengurus saat ini terdapat 2 purnawiraman TNI, beberapa alumni ormas pemuda Islam seperti HMI, PII, PMII, dan Nasyiatul Aisyiyah, serta beberapa tokoh HKTI dan berbagai macam latar belakang lainnya.

Jika masalahnya pada anti gagasan negara Islam, hal itu bukan hanya dimiliki Prabowo Subianto, tetapi banyak tokoh lainnnya, termasuk tokoh-tokoh Islam sendiri. Amien Rais, misalnya, adalah tokoh Islam yang tidak percaya pada gagasan negara Islam.

Semalam (17/10) datang seorang kawan, peneliti sebuah laboratorium politik UI, mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan Faisal Basri beberapa hari yang lalu. Kata Faisal Basri, Gerindra adalah partai yang anti non-muslim, anti China, dan anti modal asing. Saya tidak tahu, apakah nada Faisal Basri saat menyampaikan hal ini sebagai kalimat berita untuk memberitahukan kepada khalayak ramai agar mengetahui hal ini, atau sebagai kalimat bertanya untuk mencari jawaban atas rumor yang ia dengar selama ini. Atas informasi itu dia bertanya kebenarannya kepada saya.

Tuduhan anti non-muslim kepada partai Gerindra jelas salah alamat. Partai Gerindra memiliki pengurus dengan latar belakang agama yang beragam. Di tingkat pusat, agama dan kepercayaan pengurusnya beragam, ada muslim dan non-muslim, ada NU dan Muhammadiyah, ada santri dan abangan, juga ada yang moderat relijius dan sekuler penuh. Dalam setiap acara resmi Gerindra yang menyediakan acara pembacaan doa, selalu dihadirkan pembaca doa dari 4 agama, yaitu Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu Bali.

Jika tuduhan itu kepada sosok Prabowo, maka saya jawab, Prabowo tidak mungkin anti non-muslim. Adik-adik dan keponakannya banyak yang non-muslim. Adik kandungnya Hasyim Djoyohadikusumo adalah seorang yang beragama Kristen (Protestan) dan adik iparnya Sudrajat Djiwandono sekeluarga beragama Katholik. Ibunya sendiri, istri dari begawan ekonomi Sumitro Djoyohadikusumo, juga seorang non-muslim. Salah satu sahabat karibnya sejak 30 tahun lalu yang juga duduk di kepengurusan DPP Partai Gerindra, seorang purnawirawan TNI, adalah seorang Kristen yang taat. Prabowo juga dekat dengan tokoh-tokoh dari Bali yang Hindu dan Timor Timur yang Katholik. Jadi tidak mungkin seorang Prabowo itu anti non-muslim.

Soal tuduhan anti China mungkin berasal dari cerita Prabowo sendiri dalam forum-forum tertutup yang kemudian menyebar ke luar. Saya sendiri pernah mendengar Prabowo bercerita, suatu waktu ia bertemu dengan seorang pengusaha Indonesia dari etnis China yang mengeluh adanya diskriminasi ekonomi di negara ini terhadap etnis China. Maka Prabowo menjawab, "Datanglah ke restoran-restoran mewah yang ada di hotel bintang 5 bintang 4 atau restoran mewah lainnya yang ada di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Berapa banyak pribumi dan berapa banyak orang dari etnismu ada di sana? Datanglah ke forum-forum debitor besar Bank Mandiri atau BNI, perhatikan etnisnya. Berapa banyak pribumi menikmati kredit dari bank-bank pemerintah tersebut? Mungkin jumlahnya tidak lebih dari 10 orang dari 1000 tamu undangan yang ada. Jika ada diskriminasi, mana bisa kalian lebih menikmati kue pembangunan di republik ini?"

Pandangan tersebut menurut saya tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk menuduh Prabowo sebagai anti China. Secara personal Prabowo jelas tidak memiliki masalah dengan ras China, bahkan ia selalu menganjurkan bangsa Indonesia untuk belajar dari bangsa Tiongkok dalam membangun bangsa dan negaranya.

Ia hanya tidak bisa menerima ketidakadilan ekonomi yang terjadi di tengah masyarakat kita. Prabowo hanya marah pada kebijakan ekonomi Indonesia yang tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan, misalnya diukur dari kebijakan kredit perbankan, yang mengucurkan kreditnya mayoritas kepada etnis tertentu.

Utomo Dananjaya menyebutnya, ia bukanlah anti China, tetapi ia pro perjuangan ekonomi kaum pribumi. Prabowo berasal dari keluarga pembela perjuangan ekonomi kaum pribumi. Kakeknya, Margono, adalah pendiri BNI46, bank yang didirikan untuk menandingi kekuatan finansial etnis China yang selama masa penjajahan hidup dengan privilese ekonomi dari Belanda.

Prabowo juga bukan seorang yang anti modal asing atau anti asing. Dalam salah satu pidatonya, yang saya dengar secara langsung, dia mengatakan, sebagai seorang pengusaha pada dasarnya dirinya adalah seorang kapitalis. Ia hanya menolak penjajahan baru dari sektor ekonomi terhadap bangsa dan negara Indonesia. Dalam berbagai kesempatan Prabowo Subianto selalu menjelaskan dan menegaskan bahwa dirinya adalah seorang patriot, seorang merah putih sejati ...

Jika disebut partai Gerindra sebagai partai yang anti neo-liberalisme ekonomi, maka itu benar adanya. Lebih jelasnya sila tengok manifesto partai Gerindra wabil khusus manifesto bidang ekonomi. Mungkin Gerindra merupakan partai pertama yang terang-terangan memposisikan dirinya sebagai partai anti neo-liberalisme ekonomi. Tetapi secara nasional, pandangan seperti ini bukan yang pertama atau satu-satunya. Pandangan tersebut juga dianut oleh banyak ekonom dan politisi kita, termasuk Kwik Kian Gie atau Amien Rais.

:)

Manifesto Perjuangan Gerindra Bidang Ekonomi

Catatan dari Facebook.com

Kebijakan perekonomian harus mendukung cita-cita welfare state (negara kesejahteraan) yang berkeadilan. Untuk itu diperlukan langkah yang tepat untuk menormalisasi kehidupan ekonomi rakyat dengan kembali memperjuangkan paham ekonomi kerakyatan.

Sejak era Orde Baru, ekonomi Indonesia cenderung berwatak kapitalistik. Meskipun tumbuh dengan stabil, pemerataan masih menjadi isu utama. Angka kemiskinan absolut dan pengangguran memang berhasil dikoreksi dengan baik, namun liberalisasi ekonomi pada tahun 1980-an telah menyebabkan Indonesia rentan terhadap krisis ekonomi. Krisis ekonomi 1997-1998 merupakan buah liberalisasi yang didorong oleh kekuatan-kekuatan organisasi dana moneter internasional (IMF) sehingga pembangunan Indonesia mengalami kemunduran bertahun-tahun.

Keadaan ekonomi di era reformasi bertambah buruk. Identitas liberal-kapitalistik semakin nyata dan terbukti dengan berbagai produk aturan yang liberal. Kendali kebijakan ekonomi tetap di tangan ekonom yang bermazhab neoliberal yang memasarkan resep Konsensus Washington dengan privatisasi, liberalisasi dan deregulasi. Privatisasi dilakukan dengan menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pihak asing. Kemudian peran pemerintah/negara dalam ekonomi semakin dikikis dan diserahkan pada mekanisme pasar sebebas-bebasnya karena dianggap distorsi terhadap pasar. Liberalisasi dilakukan dengan menghilangkan proteksi dan subsidi. Selanjutnya, investasi asing masuk dengan fasilitas yang mudah dan luas tanpa kendali.

Keadaan ini telah menciptakan dominasi asing dalam kepemilikan unit ekonomi. Ekonomi rakyat makin tersisih. Siapa yang kuat, dialah yang menang. Terjadi kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya, tidak ada pemerataan. Pembangunan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang.

Sistem ekonomi liberal-kapitalitik harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Partai GERINDRA memperjuangkan ekonomi kerakyatan. Kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi. Karena itu kepemilikan negara terhadap alat-alat perekonomian dan kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus tetap dipertahankan, dan diusahakan pengembalian seluruh alat-alat perekonomian dan kekayaan yang telah berpindah kepemilikan terutama yang erat kaitannya dengan keamanan nasional.

Partai GERINDRA akan mengembangkan koperasi sebagai bangunan ekonomi yang ideal pada dataran mikro dan makro. Koperasi merupakan soko guru perekonomian, sebagai prinsip dasar susunan perekonomian Indonesia. Koperasi merupakan bentuk nyata dari usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi harus dihidupkan dan digerakkan sebagai usaha bersama untuk kesejahteraan bersama. Partai GERINDRA menempatkan koperasi sebagai model ideal susunan perekonomian Indonesia dengan sebuah harapan yang kuat untuk menghilangkan corak individualistik dan kapitalistik dari wajah perekonomian Indonesia.

Sebagai negara agraris, prioritas pembangunan ekonomi harus lebih banyak dicurahkan pada sektor pertanian, sebagai sektor profesi terbesar bangsa ini. Dalam konteks ini diperlukan penataan untuk menyelesaikan masalah-masalah klasik di sektor pertanian seperti pengadaan pupuk, benih, lahan, infrastruktur, modal dan pemasaran hasil pertanian. Kebijakan terintegrasi yang berpihak pada petani akan menjadikan sektor pertanian Indonesia maju dan sebagai bangsa kita akan berdaulat secara pangan.

Potensi ekonomi lain yang perlu mendapat perhatian adalah sektor kelautan. Tiga perempat wilayah Indonesia merupakan lautan dengan garis pantai terpanjang setelah Kanada. Identitas kita sebagai negara maritim perlu diperkuat dengan menjadikan laut sebagai lahan penghidupan rakyat.

Perlu ditata ulang hubungan petani dan tanah, hubungan pekerja dan industri, hubungan penjaja dan pasar, hubungan nasabah dan perbankan. Dunia usaha harus digairahkan. Pemerintah melindungi dunia usaha. Monopoli harus dicegah, baik dalam sektor industri maupun distribusi. Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha harus dilindungi dari praktek monopoli dan konglomerasi.

Tak dapat dihindari pembangunan membutuhkan biaya. Penerimaan negara dari pajak harus lebih ditingkatkan dengan memberi kepercayaan kepada wajib pajak bahwa dana pajak akan dikembalikan untuk pembangunan. Selama ini biaya pembangunan sedikit banyak bergantung pada pinjaman lunak dan hibah. Mekanisme hutang luar negeri yang sering digunakan pemerintah sebagai sumber pembiayaan, telah menjadi kebiasaan buruk. Hutang telah menjadikan negara ini tidak berdaulat secara ekonomi. Setiap kebijakan ekonomi pemerintah tak lepas dari kontrol asing sebagai donatur.

Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada hutang luar negeri. Sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri diutamakan antara lain dengan pengelolaan sumber daya alam yang berpihak pada kepentingan nasional. Karena itu, perlu renegosiasi (peninjauan ulang) terhadap kontrak karya di berbagai bidang seperti pertambangan yang tidak menguntungkan kepentingan rakyat. Partai GERINDRA menolak peminjaman hutang luar negeri baru karena akan menambah beban rakyat melalui APBN.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah penarikan modal asing ke dalam negeri melalui Penanaman Modal Asing (PMA) di luar sektor-sektor hilir (bukan terkait kekayaan alam). Untuk itu diperlukan stabilitas politik, kepastian hukum, dan jaminan keberlangsungan produksi termasuk tersedianya pekerja yang berkualitas. PMA perlu diatur sehingga mendukung pembangunan bukan menguasai ekonomi nasional.

Partai GERINDRA mendukung dunia usaha dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya wirausaha/wiraswasta (enterpreneur) khususnya usaha kecil dan menengah. Wujud dukungan tersebut termasuk kredit mikro dan pengurangan jumlah izin dan aturan yang dapat menghambat investasi dan dunia usaha. Birokrasi pemerintahan harus dikurangi agar iklim usaha yang kondusif dapat tercipta.

Sementara itu, globalisasi berwatak neoliberal yang kini melanda dunia, perlu disikapi secara kritis. Di bidang ekonomi, globalisasi belum menguntungkan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Perdagangan dunia tetap dikuasai negara-negara maju tertentu. Dalam globalisasi dan perdagangan bebas, Indonesia hanya menjadi pasar, obyek dari sebuah sistem ekonomi dunia yang tidak berimbang. Karenanya, Partai GERINDRA senantiasa berpegang teguh pada kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia, dan menolak setiap sistem ekonomi yang jelas-jelas merugikan dan menyengsarakan rakyat.

Partai GERINDRA menolak bentuk liberalisasi perdagangan seraya mengedepankan kebijakan proteksi bagi komoditas perdagangan dalam negeri. Kebijakan liberalisasi perdagangan yang kini diterapkan Indonesia baik dalam hubungan bilateral maupun multilateral, berpangkal pada kontrol kuasa ekonomi asing terhadap Indonesia. Indonesia dan negara-negara berkembang dipaksa mencabut subsidi terhadap berbagai komoditas strategis sehingga memungkinkan bagi produk yang datang dari negara lain, dalam hal ini negara maju seperti AS dan Uni Eropa, bisa bersaing bebas. Namun di sisi lain, negara-negara maju tersebut menerapkan kebijakan subsidi bagi produksi komoditas mereka untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Partai GERINDRA mendukung dilakukannya peninjauan kembali terhadap undang-undang yang syarat kepentingan asing seperti UU Penanaman Modal dan UU Migas.

Terkait privatisasi, Partai GERINDRA menolak kebijakan privatisasi atas BUMN. BUMN sebagai organ taktis bisnis negara memiliki peran yang signifikan dalam menambah pemasukan negara serta pelayanan kepada masyarakat. Eksistensi BUMN merupakan wujud kedaulatan ekonomi Indonesia dalam mengelola sumber daya produksi yang ada di negara ini. BUMN harus efisien, efektif, dan bukan menjadi sapi perah dari korupnya struktur birokrasi negara. Karena itu, BUMN harus dikelola oleh manajemen yang profesional dan tidak menjadi tempat penampungan penempatan politik.

Partai GERINDRA menyetujui partisipasi modal swasta, modal dalam negeri maupun asing, di dalam susunan modal perseroan-perseroan BUMN, berupa investasi pasif (portfolio investment). Dengan demikan, BUMN yang memerlukan tambahan modal akan tetap dikendalikan oleh pemerintah selaku pemegang saham penentu (controlling shareholder) dan saham pemerintah merupakan “Golden Share.” Pemodal swasta dalam negeri maupun asing tetap sebagai investor pasif.

Partai GERINDRA menuntut adanya pengajuan penghapusan hutang luar negeri yang dikorup (odious debt). Hutang luar negeri adalah sumber masalah. APBN yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan umum, dialokasikan membayar hutang. Sementara alokasi lain seperti pendidikan dan kesehatan mendapat jatah yang kecil. Padahal kebijakan peminjaman hutang oleh pemerintah pun seringkali tidak tepat guna bahkan banyak dikorupsi para pejabatnya sendiri. Permohonan penghapusan hutang luar negeri merupakan cara legal dan sah untuk mengurangi beban hutang dan tak akan membuat citra buruk Indonesia di dunia Internasional. Cara ini dilakukan negara-negara lain. Karena itu, langkah penghapusan hutang luar negeri yang dikorup adalah langkah strategis agar penggunaan APBN sebagai dana rakyat bisa maksimal untuk kesejahteraan rakyat.

Partai GERINDRA memandang perlunya dibuat Garis-Garia Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai perencanaan, arah dan ukuran pembangunan ekonomi. Amandemen UUD 1945 (1999-2002) telah menyederhanakan tugas MPR dengan tidak diberikan wewenang dalam menyusun GBHN. Lebih buruk lagi, penyusunan GBHN tidak dilimpahkan kepada Lembaga Tinggi Negara mana pun. Sehingga pembangunan ekonomi Indonesia berjalan tanpa perencanaan jangka panjang.

Manifesto Perjuangan Gerindra Bidang Ristek


Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk yang sangat besar, ketergantungan pada bangsa lain atas produk-produk berbasis teknologi, baik teknologi tinggi maupun teknologi rendah, sangat membahayakan. Penguasaan dan kemandirian teknologi harus segera dikembangkan dengan cara memilih teknologi yang menyentuh secara langsung aspek kehidupan bangsa khususnya di bidang ekonomi, budaya, dan pertahanan.

Penelitian yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga negara harus diarahkan pada prinsip-prinsip memajukan bangsa, dimulai dengan memilih teknologi tepat guna untuk membantu mengembangkan industri-industri lokal yang dikelola oleh Usaha Kecil dan Menangah (UKM) untuk memproduksi berbagai barang-barang keperluan masyarakat sehari-hari.

Bidang-bidang yang perlu mendapat perhatian sangat khusus adalah bidang teknologi pertanian, teknologi pangan, teknologi industri, teknologi informasi, transportasi, dan pengembangan energi alternatif seperti biofuel, ethanol dari aren dan coal-to-liquid.

Masuk Komisi Berapa?


Pagi ini mas Ikhsan Modjo menanyakan kepada saya, mau masuk komisi berapa? Pertanyaan itu muncul di bawah foto saya bersama Prabowo Subianto yang saya beri judul "Capres dan Caleg 2009". Sambil sedikit bercerita, jawaban itu saya sampaikan lewat notes ini.

Jawaban saya adalah: Saya ingin memasuki komisi yang mengurusi ristek, UKM, dan paten; yang menurut anggota Dewan sekarang ini termasuk dalam kategori Komisi Air Mata, bukan Komisi Surga yg bertaburan travelers cheque itu. Setidaknya, itu adalah dunia yang sedikit banyak telah saya ketahui dan saya rasakan denyutnya. Persoalan seputar ristek, UKM, dan paten nampaknya merupakan inti persoalan hubungan antara ristek dan dunia usaha yang tidak berjalan dengan baik selama ini di Indonesia. Ristek seolah menjadi urusan paling akhir (pelengkap penderita) di negeri ini karena memang belum memperlihatkan hasilnya yang memuaskan, terutama dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa seperti di China dan India. Di negara kita, pandangan umum masih melihat, hasil penelitian kita lebih banyak yang masuk rak laporan.

Persoalan-persoalan ini terus terang saya dapatkan dari diskusi yang ada di milis OFP (overseas fellowship program) angkatan IV/1987, kumpulan alumni anak-anak yang dulu dikirim oleh BJ Habibie ke mancanegara untuk belajar sains dan enjinering. Di milis tersebut ada LT Handoko yang masih setia bekerja di LIPI, peraih Achmad Bakrie Award bidang Sains tahun 2008, dan kawan-kawan lainnya yang sudah duduk di middle and top management pada sejumlah perusahaan nasional dan multinasional.

Sebagai benchmarking, kita bisa melihat kemajuan China dan India. Dari pengamatan sederhana, kita bisa menyaksikan pertumbuhan jumlah paten yang ada dinegara-negara tersebut, yang kini mungkin sudah masuk deretan papan atas dunia. Pertumbuhan paten itu berbanding lurus dengan pertumbuhan industri kecil dan menengah (UKM) yang memanfaatkan temuan teknologi, yang pada akhirnya mampu menggerakkan roda perekonomian bangsa tersebut. Teknologi yang dikembangkan tentu saja tidak harus yang hitech, tetapi teknologi yang sebenarnya sudah mampu dikuasai oleh putra-putri bangsa ini dan hasilnya bisa digunakan oleh orang banyak (consumer goods).

Sebagai misal, pabrik pembuat bola lampu di China, dikerjakan oleh UKM, bukan oleh industri besar semisal Philips. Juga dengan penjahit software di India yang dipesan oleh Amerika, dikerjakan oleh perakit-perakit piranti lunak yang termasuk ke dalam golongan UKM. Kalau di Jakarta Anda sering menyaksikan spanduk atau tempelan kertas di dinding-dinding jalan tol untuk pemesanan spanduk dan cetakan, maka di India Anda akan dapat menyaksikan spanduk pemesanan piranti lunak.

Menurut saya, semua masalah itu sumbernya adalah mindset, koordinasi dan kebijakan. Saya ingin memasuki komisi yang --jika mampu-- dapat merubah itu semua. Semoga.

Doain yee .. :)

Salut Buat Pemda Kulonprogo

Catatan dari Facebook.com

Dua bulan ini saya sibuk bolak-balik Jakarta-Jogja untuk mengurus ijin Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Bahan Galian Mangaan dan Mineral Pengikutnya dari Pemda Kulonprogo. Bersama Ivan, saya ingin menggeluti bisnis tambang ini karena ke depan bahan galian mangaan akan semakin memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama kalau kelak mobil ramah lingkungan, mobil hybrid, sudah mulai ramai di pasaran. Kenapa? Karena mobil hybrid kemungkinan besar akan membutuhkan aki berbahan dasar mangaan. Di samping itu, ada kemungkinan yang lain, baterei handphone akan segera meninggalkan lithium dan kembali ke mangaan. Untuk saat ini mangaan banyak digunakan sebagai bahan campuran baja untuk meningkatkan kekerasannya. Contohnya penggunaan mangaan sebagai bahan campuran untuk rel kereta api agar tidak habis dimakan roda kereta.

Ide dasar menggeluti bisnis ini datangnya dari temennya Ivan, yang sudah memiliki kontrak pembelian mangaan dari sebuah perusahaan di China, negara yang sangat agresif membeli mangaan dari Indonesia. Menurut temennya Ivan, bisnis ini sangat menggiurkan profitnya, sama seperti bisnis sms :). Namun, belum banyak orang tertarik masuk ke sektor ini, karena mungkin belum tahu prospeknya, tidak seperti tambang batubara yang sudah melibatkan ratusan pemilik KP beserta puluhan ribu makelarnya :).

Di samping mengetahui detail teknis pertambangan mangaan, temennya Ivan juga mengetahui daerah-daerah di Indonesia yang berpotensi sebagai penghasil mangaan. Hanya saja, Puji Tuhan karena adanya spesialisasi, sebagai ahli tambang temennya Ivan tidak punya akses ke pemda-pemda tersebut. Karena itu ia mengajak Ivan dan saya bersama-sama menggeluti bisnis ini. Tugas Ivan dan saya adalah masuk ke pemda-pemda tersebut untuk mendapatkan ijinnya. Kepada kawan-kawan yang punya akses ke daerah tersebut segera saya sampaikan hasrat saya untuk masuk ke sana. Respon paling cepat datang dari Kulonpropgo.

Begitu mendapat lampu hijau, saya langsung terjun ke sebuah lokasi di Girimulyo melakukan survei dan penelitian sederhana. Dari sampel tanah dan batu-batuan mangaan yang saya ambil menunjukkan daerah ini memiliki kadar mangaan yang sangat tinggi dan cadangan yang cukup berlimpah. Begitu dinyatakan positif oleh temen Ivan, segera saja saya mengajukan ijin KP Eksplorasi seluas 1030 hektar kepada Pemda Kulonprogo. Hanya dalam tempo 2 minggu, tanpa dipersulit dan sama sekali tanpa pungutan macam-macam, ijin sudah dikeluarkan oleh Kepala Dinasnya. Ini sungguh luar biasa. Berbeda dengan sebuah Pemda lain, yang mengisyaratkan setoran di awal hingga ratusan juta rupiah untuk bisa mendapatkan ijinnya.

Saat penyerahan ijin tersebut kepada saya, Kepala Dinas bertanya: "Apakah pelayanan kami memuaskan?" Tentu saja saya menjawab, "Sangat memuaskan!". Salut bener saya sama Pemda Kulonprogo. Mudah-mudahan daerah lain bisa meniru cara kerja mereka dalam melayani masyarakat.

Bravo Kulonprogo!!