Wednesday, May 03, 2006

Modal Uang Bukan Segalanya

Dr. Chaizi Nasucha adalah om, atasan, guru, sekaligus mitra dalam kegiatanku sehari-hari selama hampir 5 tahun terakhir ini. Salah satu pelajaran yang selalu aku ingat: bisnis yang baik tidak perlu pakai uang, setidaknya tidak perlu keluar uang banyak. Berbisnislah seperti orang --maaf, bukan rasialis-- Cina, pakai uang bank; jangan seperti orang Jawa, bisnis pakai uang sendiri.

Salah satu yang aku tahu adalah bisnis seorang konglomerat muda pribumi, yang salah satu orang kepercayaannya aku kenal baik. Konglomerat muda tadi membeli tanah 12 hektar di bilangan Kuningan dg harga Rp 720 miliar. Pembayaran dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama saat jual beli sebesar 240 miliar, tahap kedua satu tahun berikutnya, tahap ketiga satu tahun berikutnya lagi. Dengan modal Rp 80 miliar, dia bisa membayar 240 miliar yang pertama, karena sisanya ditutup oleh sebuah bank. Tanah tersebut lalu ditawarkan kepada pihak asing dengan 2 syarat, boleh ambil setengah atau 6 hektar dengan harga 12jt/m2 tapi harus membangunkan gedung senilai 500 miliar secara turn key (bangunan selesai baru dibayar).

Dari hasil penjualan tanah yang setengahnya saja, konglomerat tadi sudah bisa menutup pembayaran tanah tersebut. Karena pembayarannya lebih cepat, dia bisa pula mendapatkan diskon. Dan kalau nanti bangunannya selesai dibangun, dia bisa mengambil kredit kembali ke bank untuk membayar biaya pembangunan gedungnya. Bayangkan, dengan modal 80 miliar, dalam 1 tahun, dia bisa mendapatkan aset lebih dari Rp 1 triliun. Artinya, modal yang diperlukan tidak lebih dari 10%.

Cerita ini, yang aku dapatkan kira-kira 2 bulan yang lalu, sangat klop dengan wejangan Dr. Chaizi Nasucha di atas. Apa yang ia katakan katanya berdasarkan pandangan yang ia dapatkan dalam laporan Bank Dunia, berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap 150 negara di dunia pada tahun 1995, bahwa tingkat kesuksesan bisnis modern kira-kira ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:

Gagasan dan Kreatifitas 45%
Jaringan 25%
Teknologi (Profesionalisme) 20%
Modal atau Kapital 10%


Kini aku ingin mempraktekkannya dalam urusan pembelian ladang minyak Meruap di Sumatera Selatan. Ada kawan yang punya gagasan mengambil-alih Meruap, ladang minyak dengan kapasitas produksi 3000 barel/hari dengan cadangan bisa mencapai 20 juta barel. Dan aku memiliki kawan yang bisa membantu mengeluarkan SBLC, senilai US$ 90 juta. Keduanya adalah orang-orang yang sangat profesional, keduanya mengerti seluk-beluk perbankan dan dunia migas di wilayah up stream. Keduanya aku olah agar bisa bersinergi dan bisa menghasilkan peruntungan bisnis. Gagasan yang baik, jaringan yang luas, dan profesionalisme kawan-kawan yang terlibat, setidaknya sudah cukup memberikan harapan.

Kalau berhasil, kali ini aku tidak mau ambil fee sebagaimana lazimnya aku mengatur bisnis selama ini. Aku mau minta saham sebesar 5%. Dengan nilai perusahaan yang mau dibeli sekarang ini sebesar US$ 88 juta, maka sama saja dengan mendapatkan US$ 4,4 juta. Tapi dalam 10 tahun ke depan, perusahaan ini bisa bernilai US$ 500 juta.

No comments: