Banyak kritik dan keluhan bahwa produk penelitian kita yang dihasilkan kawan-kawan di berbagai lembaga penelitian milik pemerintah hasilnya tidak bisa dimanfaatkan. Ada banyak faktor yang menyebabkan hasil penelitian itu kemudian menjadi ”sampah”. Yang utama adalah karena lemahnya permodalan dan kemampuan pemasaran.
Beberapa hasil penelitian yang saya tahu bisa dikembangkan menjadi produk yang layak jual:
Pertama, alat pengetes kehamilan. Seorang pegawai lembaga penelitian pemerintah yang meraih gelar doktor di Jepang sudah cukup lama menemukan alat pengetes kehamilan. Jika alat itu bisa diproduksi sendiri, maka kita tidak perlu lagi impor produk sejenis, dan masyarakat bisa membayar dengan harga yang lebih murah untuk kualitas produk yang sama. Namun ia terbentur dengan modal yang diperlukan untuk membuat sampel dalam skala industri. Produk sampel diperlukan sebagai uji coba sebelum benar-benar dilempar ke masyarakat sebagai produk yang bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya. Beberapa tahun hasil karyanya menganggur karena tidak bisa diproduksi akibat terbentur biaya. Saya dengar beberapa bulan yang lalu, ia menjual rumahnya untuk modal kegiatan tersebut. Entah apa hasilnya sekarang.
Kedua, pemutih kertas. Kawan-kawan lulusan Jerman, sebagian dikirim lembaga penelitian milik pemerintah dan sebagian atas biaya sendiri, yang kemudian bergabung membentuk kelompok bisnis, memiliki produk pemutih kertas yang ramah lingkungan dan dengan harga yang jauh lebih murah. Saat ini, pemutih kertas yang digunakan pabrik-pabrik pulp adalah chlor. Produk ini selain harus diimpor dari Amerika Serikat, harganya mencapai US$ 19 per liter, dan limbahnya merusak lingkungan. Sedang produk kawan-kawan dari Jerman tadi, bahan bakunya dari pohon pisang, hasilnya lebih baik (kertas lebih putih), harganya cukup US$ 12 per liter, termasuk di dalamnya US$ 2 per liter untuk makelar atau bagian pemasaran, dan ramah lingkungan. Produk ini sudah dipresentasikan dan diuji coba di berbagai tempat oleh ahli-ahli pemutih kertas. Hasilnya diakui memang lebih baik dari chlor. Bahkan, untuk jumlah liter yang sama, produk dengan bahan baku pohon pisang ini bisa dicampur dengan pulp yang lebih banyak untuk menghasilkan kualitas produk yang sama. Tetapi, sementara ini baru berhasil diproduksi pada skala kecil melalui prototype mesin yang dibuat sendiri oleh mereka. Sudah dicoba pada skala industri dengan membuat mesin yang lebih besar, hasilnya kurang memuaskan. Perlu penelitian lebih lanjut, kembali terbentur permodalan dan komitmen pemakai produk tersebut. Meskipun sejumlah pabrik pulp sudah tahu produk ini, belum ada satupun yang berminat untuk turut membiayai penelitian ini sekaligus kontrak pembelian alat. Sulit menggeser pasar chlor dari industri pulp.
Ketiga, mesin pengolah air. Kawan-kawan lulusan Jerman tadi juga punya produk mesin pengolah air minum dengan menggunakan teknologi membran. Mereka menawarkan 2 jenis produk, yaitu untuk mesin pengolah yang menghasilkan air bersih dan air siap minum. Untuk yang air siap minum, tingkat residu yang dihasilkan bisa mencapai 10 ppm, bandingkan dengan air minum merek Aqua yang mencapai 80 ppm. Mesinnya mobile karena ukurannya kecil dan ringan. Cocok untuk daerah-daerah remote yang rawan bencana tapi memiliki air sungai atau danau yang melimpah tapi keruh. Harganya paling tinggi 1/3 dari jenis mesin yang sama yang harus diimpor dari Kanada. Produk ini sudah dipresentasikan kepada beberapa Pemda dan PDAM. Tapi hingga sekarang belum ada peminat.
Saran saya, kawan-kawan yang memiliki produk yang layak jual hendaknya bekerjasama dengan kawan-kawan yang memiliki akses kepada permodalan dan pemasaran. Jangan lupa untuk bekerjasama dengan kawan-kawan media.
Untuk mesin pengolah air, yang diberi nama watergreen, mudah-mudahan akan segera bisa dibaca di majalah Tempo dan tabloid Kontan dalam minggu-minggu ini.
1 comment:
Dear Mas fahmi, Info yang sangat bagus. Untuk alat yang watergreen bisa gak saya dapat info detailnya. Kalau memeng sudah di produksi massal, mungkin sekalian dengan harga. Siapa tahu bisa kami bantu untuk pengadaan di proyek pemreintah
Post a Comment