Beberapa hari yang lalu, tiba-tiba aku teringat ayahku almarhum. Momen yang aku ingat adalah ketika aku berumur sekitar 7 tahun, ketika aku membanting pistol mainan yang baru saja dibelikannya dari sebuah toko. Pistol itu kubanting di depan ayahku yang sedang menerima tamu. Pistol itu pecah berantakan. Pistol itu kubanting karena yang aku mau bukan pistol, tetapi pedang mainan yang harganya memang lebih mahal, yang kulihat beberapa hari sebelumnya di toko kelontong "Serayu".
Dengan sabar ayah membimbingku dan berjanji akan membelikan pedang mainan yang kumaui. Tanpa marah sekalipun. Ketika tamunya pergi, aku benar-benar diajaknya ke toko "Serayu" membeli pedang mainan tersebut. Kemudian aku tahu, uang untuk membeli mainan itu ternyata uang belanja yang seharusnya diserahkan kepada ibuku.
Aku teringat peristiwa itu menjelang sujud terakhir shalat dzuhur. Aku menangis dalam shalat itu, teringat kenakalanku di masa kecil dan kesabaran ayah menghadapiku.
Selesai shalat, aku benar-benar menghayati dengan sedalam-dalamnya doa yang sering aku panjatkan: Ampunilah kedua orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. Mereka benar-benar sangat menyayangiku. Sangat kurasakan. Dengan deraian air mata, akupun mengulang-ulang doaku dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab silih berganti dengan suara lirih: sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.
Dua jam kemudian, aku mendengar kabar, adikku Salman Farisi mendapat kecelakaan pada saat mengendarai sepeda motor. Faris, panggilannya, adalah salah satu anak kesayangan ayahku. Ketika ayahku masih hidup, aku sering protes, "Kenapa anak bandel itu sangat disayangi?" Ayahku menjawab, "Kalau kamu nanti punya anak, kamu akan tahu."
Ia bertabrakan sekitar jam 1 siang, hampir bersamaan dengan saat saya shalat dzuhur. Dari luar seperti tidak ada luka parah, selain memar karena benturan. Tetapi setelah 2 jam di rumah, Faris muntah darah. Karena itu, adikku yang lain menghubungiku karena Faris harus dilarikan ke rumah sakit.
Mungkinkah ayahku yang sudah almarhum memberi sinyal kepadaku, agar aku tetap memberi perhatian kepada Faris meski kecelakaan yang ia alami karena kebandelannya? Sebelum keluar membawa sepeda motor untuk menghadiri sebuah acara di desa lain yang berjarak sekitar 20KM dari rumah, ibuku sudah melarang untuk pergi. Tapi Faris malah membentak ibuku dan tetap berangkat. Ini benar-benar misteri kegaiban. Diingatkannya aku persis pada momen aku membanting pistol mainan di depan ayah pada saat menerima tamu.
Tentu saja aku harus merawat Faris. Kebaikan yang aku berikan kepada adik-adikku, meski kulakukan dalam seluruh hidupku, masih belum cukup untuk membalas seluruh kebaikan ayah kepadaku semasa ia masih hidup.
Dengan sabar ayah membimbingku dan berjanji akan membelikan pedang mainan yang kumaui. Tanpa marah sekalipun. Ketika tamunya pergi, aku benar-benar diajaknya ke toko "Serayu" membeli pedang mainan tersebut. Kemudian aku tahu, uang untuk membeli mainan itu ternyata uang belanja yang seharusnya diserahkan kepada ibuku.
Aku teringat peristiwa itu menjelang sujud terakhir shalat dzuhur. Aku menangis dalam shalat itu, teringat kenakalanku di masa kecil dan kesabaran ayah menghadapiku.
Selesai shalat, aku benar-benar menghayati dengan sedalam-dalamnya doa yang sering aku panjatkan: Ampunilah kedua orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. Mereka benar-benar sangat menyayangiku. Sangat kurasakan. Dengan deraian air mata, akupun mengulang-ulang doaku dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab silih berganti dengan suara lirih: sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.
***
Dua jam kemudian, aku mendengar kabar, adikku Salman Farisi mendapat kecelakaan pada saat mengendarai sepeda motor. Faris, panggilannya, adalah salah satu anak kesayangan ayahku. Ketika ayahku masih hidup, aku sering protes, "Kenapa anak bandel itu sangat disayangi?" Ayahku menjawab, "Kalau kamu nanti punya anak, kamu akan tahu."
Ia bertabrakan sekitar jam 1 siang, hampir bersamaan dengan saat saya shalat dzuhur. Dari luar seperti tidak ada luka parah, selain memar karena benturan. Tetapi setelah 2 jam di rumah, Faris muntah darah. Karena itu, adikku yang lain menghubungiku karena Faris harus dilarikan ke rumah sakit.
Mungkinkah ayahku yang sudah almarhum memberi sinyal kepadaku, agar aku tetap memberi perhatian kepada Faris meski kecelakaan yang ia alami karena kebandelannya? Sebelum keluar membawa sepeda motor untuk menghadiri sebuah acara di desa lain yang berjarak sekitar 20KM dari rumah, ibuku sudah melarang untuk pergi. Tapi Faris malah membentak ibuku dan tetap berangkat. Ini benar-benar misteri kegaiban. Diingatkannya aku persis pada momen aku membanting pistol mainan di depan ayah pada saat menerima tamu.
Tentu saja aku harus merawat Faris. Kebaikan yang aku berikan kepada adik-adikku, meski kulakukan dalam seluruh hidupku, masih belum cukup untuk membalas seluruh kebaikan ayah kepadaku semasa ia masih hidup.
3 comments:
Luar biasa mas fami
Kata orang memang kecintaan pada orang tua masih belum akan mendapatkan makna yang hakiki kecuali pabila telah berada pada tahap yang sama dengan orang tua itu sendiri.
Sama halnya dengan kekanak-kanakan kita sehingga menutupi penghargaan pada ketulusan kasih sayang mereka.
Semoga sukses dengan ridha Allah yang berada pada ridha orang tua
Ampunilah kedua orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.Kalau menurut Qurais shihab dalam buku nya mukjizat alqur'an kata sebagaimana itu seharusnya diartikan DISEBABKAN...Ceritanya mengingatkan kisah2 kita diwaktu kecil..apik tenan.
Segala puji bagi Allah yang telah memerintah kami untuk bersyukur dan berbuat baik kepada ibu dan bapak dan berwasiat agar kami menyayangi mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik kami sewaktu kecil.
Ya Allah sayangilah kedua orang tua kami. Ampuni, rahmati dan ridhoilah mereka.
Ya Allah ampunilah mereka dengan ampunan yang menyeluruh yang dapat menghapus dosa-dosa mereka yang lampau dan perbuatan buruk yang terus menerus mereka lakukan.
Ya Allah berbuat baiklah kepada mereka sebanyak kebaikan mereka kepada kami setelah dilipatgandakan, dan pandanglah mereka dengan pandangan kasih sayang sebagaimana mereka dahulu memandang kami.
Ya Allah berilah mereka hak rububiyah-Mu yang telah mereka sia-siakan karena sibuk mendidik kami.
Ya Allah maafkanlah segala kekurangan mereka dalam mengabdi kepada-Mu karena mengutamakan kami dan maafkanlah mereka atas segala syubhat yang mereka jalani dalam usaha untuk menghidupi kami.
Post a Comment