Jum'at (4/5) lalu saya bersama Ahmad Muzani pergi ke Ciseeng, Bogor, 3 jam perjalanan dari Kalibata, meninjau lokasi lahan yang diduga mengandung pasir. Pemiliknya ingin melepas lahan seluas 10 Ha dengan harga Rp 20.000 per meter2 atau senilai Rp 2 miliar. Menurut Muzani, ada kawannya yang berminat untuk membeli lahan itu kalau memang cukup menjanjikan, karena katanya, lahan itu mengandung pasir dari kedalaman 1 meter hingga 15 meter ke dalam.
Sabtu (26/5) kemarin saya bersama Ahmad Muzani menemui Haji Nana Supriatna, calon pembeli lahan itu, yang katanya seorang pengusaha penambangan pasir. Saya perlihatkan foto-foto lokasi yang sudah saya ambil pada kunjungan saya itu. Dari foto yang saya perlihatkan, dia tertarik dan berminat untuk meninjau langsung ke lokasi.
Haji Nana lalu memberi saran, sebaiknya dilakukan pola kerjasama di mana pemilik tanah nantinya dibayar dengan royalti. Kalau saya dan Muzani ingin memperoleh hasil yang besar, lahan itu bisa dibeli terlebih dulu, lalu saya dan Muzani mengadakan perjanjian kerjasama dengan Haji Nana untuk penambangannya.
Jika lahan itu dijual kepada kelompok usaha Haji Nana dan kawan-kawan, saya dan Muzani hanya bisa mendapatkan komisi dari penjualan lahan tersebut. Dengan nilai transaksi sebesar Rp 2 miliar, jika komisinya 10%, maka saya dan Muzani hanya akan mendapatkan Rp 200.000.000.
Jika kerjasama, pemilik lahan akan mendapat royalti sebesar Rp 20.000 dari setiap 1 kubik (m3) pasir yang dijual. Menurut hitungan Haji Nana, dengan ketebalan tambang pasir setinggi 9 m, setiap 1 m2 lahan bisa menghasilkan 10 kubik pasir. Artinya, dalam setiap 1 m2, pemilik lahan bisa mendapatkan royalti 10 kali lipat atau sebesar Rp 200.000. Ini jauh lebih menguntungkan ketimbang menjual lahan dengan harga Rp 20.000 per m2. Keuntungan lain dari kerjasama, selesai penambangan lahannya masih menjadi milik sendiri dan bisa digunakan untuk budidaya ikan air tawar.
Muzani sudah menghitung, jika lahannya seluas 10 Ha atau 100.000 m2, royalti yang bakal diterima adalah sebesar Rp 20 miliar. Yang jadi pertanyaan, jika ingin membeli lahan itu dari pemiliknya yang sekarang, darimana bisa mendapatkan dana sebesar Rp 2 miliar itu? Dia meminta saya untuk memikirkannya :)
Sabtu (26/5) kemarin saya bersama Ahmad Muzani menemui Haji Nana Supriatna, calon pembeli lahan itu, yang katanya seorang pengusaha penambangan pasir. Saya perlihatkan foto-foto lokasi yang sudah saya ambil pada kunjungan saya itu. Dari foto yang saya perlihatkan, dia tertarik dan berminat untuk meninjau langsung ke lokasi.
Haji Nana lalu memberi saran, sebaiknya dilakukan pola kerjasama di mana pemilik tanah nantinya dibayar dengan royalti. Kalau saya dan Muzani ingin memperoleh hasil yang besar, lahan itu bisa dibeli terlebih dulu, lalu saya dan Muzani mengadakan perjanjian kerjasama dengan Haji Nana untuk penambangannya.
Jika lahan itu dijual kepada kelompok usaha Haji Nana dan kawan-kawan, saya dan Muzani hanya bisa mendapatkan komisi dari penjualan lahan tersebut. Dengan nilai transaksi sebesar Rp 2 miliar, jika komisinya 10%, maka saya dan Muzani hanya akan mendapatkan Rp 200.000.000.
Jika kerjasama, pemilik lahan akan mendapat royalti sebesar Rp 20.000 dari setiap 1 kubik (m3) pasir yang dijual. Menurut hitungan Haji Nana, dengan ketebalan tambang pasir setinggi 9 m, setiap 1 m2 lahan bisa menghasilkan 10 kubik pasir. Artinya, dalam setiap 1 m2, pemilik lahan bisa mendapatkan royalti 10 kali lipat atau sebesar Rp 200.000. Ini jauh lebih menguntungkan ketimbang menjual lahan dengan harga Rp 20.000 per m2. Keuntungan lain dari kerjasama, selesai penambangan lahannya masih menjadi milik sendiri dan bisa digunakan untuk budidaya ikan air tawar.
Muzani sudah menghitung, jika lahannya seluas 10 Ha atau 100.000 m2, royalti yang bakal diterima adalah sebesar Rp 20 miliar. Yang jadi pertanyaan, jika ingin membeli lahan itu dari pemiliknya yang sekarang, darimana bisa mendapatkan dana sebesar Rp 2 miliar itu? Dia meminta saya untuk memikirkannya :)